Seokjin memandang miris Yoongi yang masih terlelap diatas brankar. Ia merasa bersalah. Seharusnya Seokjin lebih cepat datang tadi.
Ia sangat bodoh karena tak segera menyelesaikan pekerjaannya. Seokjin malah tertidur diatas meja kerjanya karena pekerjaan yang menumpuk sedari pagi. Ia baru bangun saat seorang perawat datang ke ruang kerjanya, memberi tahu jika Seokjin dipanggil presdir untuk menyerahkan beberapa laporan tentang pasien.
Jika ia tak terlambat datang, pasti Yoongi tidak akan sampai collapse seperti sekarang ini. Suhu tubuh anak itu juga tinggi, 38,7° celcius.
"Mian Yoongi-ya.." lirihnya. Seokjin menumpukan kepalanya pada brankar.
Pekerjaannya? Ia ada pemeriksaan sebenarnya. Tapi ia ingin menjaga Yoongi. Sama sekali tak ingin meninggalkan Yoongi barang sedetikpun. Biarkan saja Jongsuk atau dokter lain yang mengurus. Lagi pula ia sudah ijin.
"Kau, ikut bersamaku saja ya?" Lirih Seokjin. Ia sama sekali tak sanggup membayangkan jika Yoongi kembali collapse tanpa seorangpun disekitarnya seperi yang baru saja terjadi. Bisa gila Seokjin.
Tadi saja, si dokter muda itu hampir kehilangan detak jantung Yoongi. Bukan sekali memang hal ini terjadi, tapi selalu mampu untuk membuat Seokjin takut setengah mati.
"Kau harus sembuh Yoon. Tak peduli bagaimana caranya, kau harus sembuh"
Seokjin mengangkat kepalanya. Ia memandang wajah pucat remaja tujuh tahun dibawahnya. Mengelus rambut Yoongi dengan halus. Hatinya sakit tiap membayangkan bagaimana perlakuan keluarganya.
Apalagi luka itu..
Seokjin tahu dari catatan rekam medis Yoongi. Bahwa Yoongi pernah mendonorkan ginjal kanannya. Ia menaruh curiga pada luka jahit panjang di bagian perut kanan Yoongi, hingga akhirnya Seokjin memilih untuk melakukan CT-scan. Dan fakta yang ia ketahui membuatnya amat sangat terkejut.
Sebegini Mirisnya kah hidup Yoongi?
"Ugh..."
Seokjin menyeka air matanya yang mengalir entah sejak kapan. Ia mendekatkan wajahnya pada Yoongi.
"Yoon..."
"H-hyung.."
"Ne, ada yang sakit?" Tanya Seokjin. Yoongi mengangguk teramat pelan.
"Semuanya, seluruh tubuhku sakit Hyung.." Lirih Yoongi. Ia tak lagi bisa berbohong. Seluruh tubuhnya benar-benar sakit.
.
.
.
."Emm... Yoon.." Yoongi mengalihkan pandangannya pada Seokjin. Menatap dengan pandangan seolah bertanya 'ada apa'
"Itu, kau pernah melakukan donor ginjal?" Tanya Seokjin ragu-ragu. Yoongi diam sebentar sebelum mengangguk.
"Ne, waeyo?" Tanya Yoongi. Seokjin mendesis pelan. Pasti sakit.
"Aniyo, saat kau umur berapa?" Pertanyaan itu terlontar begitu saja dari bilah bibir Seokjin. Yoongi diam, ia mencoba mengingat.
"Saat itu... Sembilan, sepuluh, oh! Saat aku umur sebelas tahun" jawab Yoongi membuat Seokjin membulatkan matanya terkejut.
"S-sebelas?"
Yoongi mengangguk membenarkan.
"Ne.."
'Bagaimana bisa ia mendonorkan organnya disaat ia masih berumur sebelas?'
"Pada siapa?" Tanya Seokjin. Alis Yoongi menukik.
"Apanya?" Tanyanya tak paham. Seokjin mendengus pelan.
"Kau mendonorkan ginjal, untuk siapa?" Ulang Seokjin.
"Untuk Jungkookie" Jawab Yoongi. Seokjin berusaha mengingat. Ia pernah mendengar nama itu sebelumnya.
"Jungkook? Adikmu yang mirip kelinci itu?" Tanyanya. Yoongi mengangguk. Seokjin menghela nafas. Tak menyangka kehidupan bocah didepannya seberat ini. Ia berdiri, menarik selimut Yoongi hingga sebatas dada.
"Kau istirahatlah, pastikan tubuhmu kuat untuk esok hari!" Ucap Seokjin sebelum melangkah pergi. Meninggalkan Yoongi dengan kerutan di dahinya.
'Esok hari?'
.
.
.
.08.00
"Yoongi-ya, kau sudah siap eoh?" Tanya Seokjin pada Yoongi yang baru saja menyelesaikan makan tiga puluh menit lalu.
"Untuk apa Hyung?" Tanya Yoongi bingung. Seokjin mendekat dengan senyuman yang terpampang. Setelahnya masuk dua perawat ke dalam ruangan itu.
"Ini bukan waktu pemeriksaan kan? Kenapa mereka kesini?" Tanya Yoongi pada Seokjin. Pemeriksaan biasanya pukul sembilan, dan ini masih pukul delapan. Tapi Seokjin hanya diam. Tangannya sibuk menyuntikkan cairan dari suntik ke selang infus. Setelahnya ia menepuk pucuk kepala Yoongi lembut.
"Kau boleh menangis jika sakit" ucapnya. Dahi Yoongi mengerut bingung.
'Menangis? Untuk apa?' batinnya heran. Tapi setelahnya, Yoongi merasakan sensasi panas ditubuhnya. Kepalanya sangat pening, perutnya seperti diaduk-aduk.
Ia meringis.
Entah apa yang disuntikkan Seokjin tadi.
"Akhh..h-hyung.. sakit.." Rintihnya. Seokjin tersenyum sendu. Sementara dua perawat lain berjaga disamping brankar.
"Hy-hyung…"
"Argh!" Yoongi mengerang keras kala merasakan ada yang tidak beres dengan tubuhnya.
Seokjin tersenyum tipis, satu tangannya mengelus lembut rambut Yoongi yang telah basah oleh keringat.
"Sa...kit.."
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
The Last ✔
أدب الهواةDisclaimer: fanfiction | Brothership - Completed Min Yoongi itu rapuh, tapi ia sembunyikan segala kelemahannya dalam topeng bak es. Ayah dan adik membencinya, karena sebuah kesalah pahaman. Padahal, Yoongi telah menggantikan dengan miliknya yang ber...