02.00
Yoongi terpaksa membuka matanya kala merasakan rasa sakit yang teramat dikepalanya. Ia mencengkram kepalanya kuat sambil berusaha untuk tidak mengeluarkan rintihan atau ringisan sekalipun, walau akhirnya satu ringisan samar mencuat keluar dari bilah bibirnya.
"Sshh..."
Yoongi membuka pintu kamarnya lalu berjalan cepat penuh hati-hati menju kamar mandi. Perutnya mual.
Crasshh!!
"Uhukk.. Hoeeekk Hoeekkk Uhukkk.."
Yoongi membuka keran air agar suara muntahannya tidak terdengar hingga keluar. Kedua matanya menatap nanar apa yang keluar dari mulutnya.
Cairan berwarna merah itu, Yoongi tak lagi merasa asing.
"Hahh..hh.." Yoongi menyandarkan punggungnya pada dinding kamar mandi. Berusaha mengatur napasnya yang belum teratur.
Dan yang Yoongi benci kembali datang. Membuatnya harus berdiri dan bertumpu pada pinggiran wastafel saat cairan merah keluar dari hidungnya.
"Appo.." ringisnya. Ia menjambak surai hitamnya. Tak peduli dengan helai rambutnya yang rontok. Yoongi hanya ingin rasa sakit ini hilang!
'Tok! Tok!'
Suara pintu diketuk tak mengalihkan perhatian Yoongi. Tapi Yoongi mengabaikannya, ia sibuk membersihkan darah yang belum mau berhenti mengalir.
'Bodoh!! Cepat berhenti!!' Umpat Yoongi dalam hati.
"Yoongi-ah? Kau didalam?"
Suara berat itu mengalun. Rupanya sang ayah yang tadi mengetuk pintu.
"N-ne.." jawab Yoongi lirih. Sampai ia yakin, lirihannya tak akan terdengar dari luar.
"Yoon?" Panggil Janghyun lagi. Ia terbangun karena mendengar suara muntahan tadi. Dan saat ia keluar kamar, kedua matanya melihat pintu kamar Yoongi yang terbuka.
Langsung saja Janghyun menuju kamar mandi. Dimana asal suara bersumber.
"Yoon, kau baik?"
Janghyun mulai resah. Ia semakin gencar mengetuk pintu kamar mandi. Berbagai praduga buruk bersarang dalam pikirnya. Tapi semua pemikiran buruknya hilang saat mendengar kenop pintu dibuka.
Ceklek.
Wajah si sulung menyembul. Yoongi bersandar pada pintu. Menutup matanya sejenak untuk meresapi pening yang masih terasa.
"Kau baik?" Tanya Janghyun, lagi. Yoongi mengangguk. Mendongak menatap sang ayah, sembari memberi senyum tipisnya. Dan Janghyun dapat melihat wajah pucat sang anak dibalik temaramnya lampu.
"Kepalamu sakit?" Tanya Janghyun lagi. Yoongi menggeleng.
"Ani.." Jawabnya pelan. Ia melangkahkan kakinya, dan sial! Tubuhnya melemas begitu saja. Mungkin tubuh kecil itu akan beradu dengan kerasnya lantai jika tangan sang ayah tak menangkapnya.
"Jangan berbohong Yoongi-ah..."
.
.
.
.
"Kepalamu masih sakit?"
Janghyun bertanya. Kini ayah dan anak itu berada di kamar Yoongi. Sang ayah membantunya pergi ke kamar setelah kia hampir terjatuh di depan kamar mandi tadi.
"Eum.. sedikit.." cicit Yoongi. Lagipula ia sudah meminum obatnya beberapa menit lalu. Senyum samar terukir di wajah Janghyun. Antara senang dan sendu.
Senang karena Yoongi tak lagi berbohong mengenai keadaannya, pun sendu karena sang anak harus mengalami semua ini. Perasaan bersalah kembali hinggap dihatinya. Janghyun menyesali dirinya yang dulu. Yang selalu bertindak seenak diri.
"Appa.."
Lamunan Janghyun terbuyar. Ia menundukkan kepalanya, menatap sang anak yang berbaring.
"Hmm?"
"Appa tidak ke kamar?" Tanya Yoongi. Janghyun terkekeh. Mencubit pelan hidung kecil itu. Membuat Yoongi mencebik barang sebentar.
"Appa akan menemanimu disini, kajja tidur. Ini masih gelap." Balas Janghyun. Ia mengusap rambut sang anak. Membuat bandul mimpi datang menerpa kedua kelopak si sulung. Hingga akhirnya kedua kelopak itu tertutup. Mengantarkan sang empu menuju alam mimpi.
Janghyun merapikan selimut yang dipakai Yoongi sekaligus dirinya.
Sepertinya Janghyun akan tidur bersama si sulung malam ini.
TBC
Senin besok ada apa hayoo??
😎😎

KAMU SEDANG MEMBACA
The Last ✔
FanfictionDisclaimer: fanfiction | Brothership - Completed Min Yoongi itu rapuh, tapi ia sembunyikan segala kelemahannya dalam topeng bak es. Ayah dan adik membencinya, karena sebuah kesalah pahaman. Padahal, Yoongi telah menggantikan dengan miliknya yang ber...