"Sa..kit.."
Mata Seokjin membola kala tubuh ringkih itu mengejang hebat dengan mata yang hanya menampakkan warna putih. Tak luput dengan busa putih yang keluar dari mulutnya.
"Hentikan obatnya!" Teriak Seokjin. Dan secepat itu pula salah satu perawat menghentikan laju cairan infus sementara yang satunya lagi menarik jarum infus itu keluar dari punggung tangan Yoongi.
Seokjin segera mengambil suntik berisi cairan phenytoin lalu menyuntikkan cairan itu pada pembuluh darah Yoongi, hingga tubuh ringkih itu melemas perlahan. Seokjin mengusap kasar wajahnya. Ia tak menyangka jika hasilnya akan seperti ini.
"Kalian boleh keluar, biar aku yang memasang infusnya" ucap Seokjin. Kedua perawat itu mengangguk patuh lalu keluar dari rumahnya serba putih itu.
.
.
.
.Seokjin duduk disamping Yoongi. Memandang sendu wajah pucat itu dari samping.
Kemoterapi yang ia lakukan tadi tak berhasil. Tubuh Yoongi menolak obat yang masuk. Seokjin menghela nafasnya panjang. Meringis pelan, mengetahui bagaimana kehidupan Yoongi. Keluarganya tak pernah memberinya walau hanya setitik kehangatan.
Ah! Keluarganya.
Seokjin lupa, ia harus memberi tahu perihal penyakit Yoongi. Tapi Seokjin tidak memiliki nomor telepon Jungkook maupun Janghyun. Dan Yoongi, setahu Seokjin Yoongi bahkan tidak memiliki handphone.
Tringg!!
Lampu pijar berwarna kuning hidup diatas kepala Seokjin.
Walaupun yang melintas dikepalanya termasuk konyol.
Tapi...
Ayahnya pasti punya.
.
.
.
."Kenapa tidak dijawab sih?" Seokjin sibuk menggerutu. Ini sudah kali kedua ia menghubungi nomor Janghyun, tapi belum juga diangkat.
"Ah! Tersambung!"
"Yeoboseo?" Sapa Seokjin.
"Siapa?"
"Saya Kim Seokjin, putra Kim Seungmin"
"Ah.. ada apa Jin?"
"Bisa Ajusshi pergi kerumah sakit Asan?"
"Untuk apa?"
"Ini tentang Yoongi, jadi--"
"Anak itu? Biarkan saja!"
Tutt..
Seokjin mendengus kesal. Bagaimana tidak jika secara terang-terangan Janghyun mengatakan seberapa tidak pedulinya ia pada Yoongi?
Ingin Seokjin jahit saja mulutnya itu dengan benang super tebal.
"Siapa Hyung?"
Seokjin berbalik saat mendengar suara serak itu. Dilihatnya Yoongi yang sudah bangun, memandangnya dengan mata sayu.
"Oh, kau sudah bangun?" Tanya Seokjin. Ia masih tak percaya. Yoongi bangun secepat ini? Apa obat penenang yang ia berikan tadi tak bekerja? Ini bahkan belum sampai dua jam.
"Apa aku terlihat masih tidur?" Balas Yoongi dengan pertanyaan.
Seokjin menggaruk tengkuknya yang tiba-tiba gatal itu. Entah kenapa ia mendadak kehabisan kata-kata saat berhadapan dengan Yoongi saat ini.
"Obat apa tadi?" Tanya Yoongi. Seokjin menghentikan kegiatan menggaruk tengkuknya. Ia menatap Yoongi yang memandangnya penasaran.
"Itu, kemoterapi" Jawab Seokjin lirih. Yoongi menghela nafasnya pelan.
"Tidak berhasil kan?" Tanya Yoongi. Soekjin mengangguk lesu.
"Sudah kubilang tidak akan berhasil, Hyung. Seluruh tubuhku rasanya panas sekali tadi" Ujar Yoongi. Seokjin menunduk.
"Mian.." Ujarnya lirih. Yoongi mengangkat satu alisnya.
"Untuk?"
"Sakit ya?" Tanya Seokjin. Yoongi tertawa kecil.
"Lagipula bukan hanya sekali aku kesakitan. Itu, seperti sudah biasa"
Jawaban tenang Yoongi nyatanya mampu menghujam relung hati Seokjin. Ia merasa gagal menjadi seorang dokter. Bahkan menyembuhkan Yoongi saja tidak bisa.
Benar-benar bodoh.
.
.
.
."Hyung, kau tidak ada pekerjaan?"
Seokjin menggeleng. Ia meletakkan mangkuk kosong bekas bubur di atas nakas. Yoongi baru saja selesai makan. Dan Seokjin yang menyuap.
Iya!
Seokjin menyuapi Yoongi.
Yoongi bilang tubuhnya sakit semua, lemas, ngilu, pusing, mual.
Dan akhirnya Seokjin menawarkan diri untuk menyuapi. Yang tak di tolak oleh Yoongi. Karena anak itu benar-benar lapar.
"Hyung, aku mengantuk" ucap Yoongi. Seokjin memandang Yoongi. Anak itu tengah mengusak matanya dengan sebelah tangannya.
"Tidurlah" Balas Seokjin. Ia berdiri dari duduknya. Menarik selimut hingga sebatas dada Yoongi lalu mengusak rambutnya halus.
Seokjin merasa sakit saat terdapat beberapa helai di tangannya, rambut Yoongi rontok.
.
.
.
.[3 Jam kemudian..]
"Yoon, aku harus memeriksa pasien. Kau sendirian tidak apa kan?" Tanya Seokjin. Yoongi mengangguk.
"Pergi saja, Hyung juga harus kerja" ucap Yoongi. Seokjin tersenyum tipis lalu berdiri. Berjalan menuju pintu ruang rawat.
"Aku akan cepat kembali! Tunggu saja!" Ucap Seokjin sebelum benar-benar pergi. Meninggalkan Yoongi dengan segala kebosanannya.
"Ahh... Bosannn"
.
.
.
.Empat puluh lima menit kemudian Seokjin kembali. Ia disodorkan dengan Yoongi yang tidur dengan posisi duduk. Seokjin tersenyum tipis. Ia berjalan ke arah Yoongi, hendak mengubah posisi tidurnya.
"Oh, Hyung"
Belum sampai sejengkal tangan Seokjin hendak menyentuk, mata itu terbuka. Yoongi bertanya dengan suara seraknya.
"Ada yang sakit?" Tanya Seokjin. Yoongi menggeleng. Kedua matanya berbinar menatap Seokjin. Dan Seokjin paham, ini pasti terjadi.
"Hyung, aku mau pulang.."
"Ani!!"
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
The Last ✔
FanficDisclaimer: fanfiction | Brothership - Completed Min Yoongi itu rapuh, tapi ia sembunyikan segala kelemahannya dalam topeng bak es. Ayah dan adik membencinya, karena sebuah kesalah pahaman. Padahal, Yoongi telah menggantikan dengan miliknya yang ber...