"Hyung, apa Jungkookie baik-baik saja?" Pertanyaan itu membuyarkan lamunan Seokjin. Ia tersenyum miris, lalu mengangguk.
"Jungkook baik-baik saja Yoongi-ah.." Jawab Seokjin.
'Kau yang tidak baik' lanjutnya dalam hati.
"Yoon, Hyung mohon, ikutlah tinggal bersamaku" Ucap Seokjin. Yoongi menggeleng.
"Shireo.."
"Wae?" Tanya Seokjin bingung.
"Aku merepotkan" Jawaban singkat Yoongi membuat Seokjin mengernyit tak setuju. Ini adalah kedua kalinya Seokjin meminta Yoongi agar tinggal bersamanya. Tapi anak itu tetap saja menolak mentah-mentah.
"Ani.. tidak begitu" Jawab Seokjin. Setelahnya hanya hening yang mengisi.
"Kalau begitu...
Aku yang akan tinggal bersamamu"
.
.
.
."Kajja, kita masuk"
Jungkook mengangguk, ia memasuki rumah megah itu perlahan. Perban dikepalanya sudah dilepas, karena ia yang minta. Hanya menyisakan jahitan yang belum kering sepenuhnya itu.
"Appa, aku mau bicara" Janghyun mengalihkan pandangannya pada Jungkook.
"Mwo?" Tanya Janghyun. Jungkook duduk di sofa. Diikuti Janghyun yang ikut duduk disebelahnya.
"Appa bohong kan? Tentang operasi usus buntu itu. Aku tahu sekarang. Itu transplantasi ginjal enam tahun lalu." Ujar Jungkook. Janghyun menghela nafasnya. Ia tahu ini akan terjadi. Cepat atau lambat, Jungkook pasti akan mengetahui yang sebenarnya.
"Ne, ginjal kananmu rusak karena kecelakaan dulu hingga kau mendapat donor ginjal" balas Janghyun. Jungkook menatap lekat sang ayah.
"Sampai sekarang aku selalu penasaran Appa, siapa yang mendonorkan ginjal untukku?"
Janghyun diam. Menatap lekat wajah sang anak. Ia berdiri. Memutuskan untuk meninggalkan Jungkook, Janghyun berjalan menaiki tangga untuk menuju ke kamarnya.
"Appa.."
"Hm?"
"Aku punya satu pertanyaan lagi.. hanya satu.."
"..."
"Kenapa...
Appa menyuruhku untuk menjauhi Yoongi Hyung sejak aku kecil dulu? Untuk apa sebenarnya?"
Janghyun mematung. Ia menghentikan langkahnya, berbalik menatap Jungkook tajam.
"Jangan tanya alasanku Jungkook! Anak itu salah! Ia pantas dibenci!!"
"Tapi aku tak bisa membenci orang tanpa mengetahui alasannya. Appa hanya bilang jika Yoongi Hyung selalu mencelakaiku saat aku kecil! Tapi kurasa semua itu salah.. Apa yang sebenarnya terjadi Appa?!" Teriak Jungkook kalap.
Selama ini Jungkook membenci Yoongi karena Janghyun. Sang ayah menanamkan benih kebencian dalam diri Jungkook kecil. Mengatakan bahwa Yoongi selalu mencoba untuk mencelakai Jungkook, hingga kebencian itu berbunga. Tapi sebenarnya, Jungkook pun tak tahu apa alasan sang ayah menyuruhnya melakukan hal sedemikian rupa.
Dulu Jungkook memang tak tahu. Merasa semua yang ayah katakan adalah hal yang harus dipatuhi. Terlebih usianya masih sembilan tahun saat itu. Tapi seiring berjalannya waktu, Jungkook mulai bertanya-tanya. Apa alasannya? Kenapa ayahnya menyuruhnya membenci Yoongi?
"Kau tak perlu tahu. Itu tak penting" jawab Janghyun datar. Jungkook tertawa hambar.
"Itu penting untukku Appa! Beri tahu semuanya! Semua yang Appa sembunyikan!" Teriak Jungkook. Matanya menatap Janghyun nyalang, tak peduli jika yang ia teriaki adalah sang ayah, orang tuanya.
"Heh.. kau bertanya apa alasannya bukan? Kau kecelakaan karena anak itu! Dan aku tak bisa membiarkanmu terluka! Aku membencinya! Dan, tentang ginjal kananmu itu. Aku yang memaksanya untuk memberikan satu ginjalnya. Tapi bukankah itu masih kurang? Yoongi hampir membunuhmu! Dan memberikan satu ginjal tak akan bisa menebus semua kesalahannya karena tak bisa menjagamu! Nyawa harus dibayar dengan nyawa. Kau hampir pergi dulu, maka anak itu juga harus merasakannya"
Jungkook mematung. Memperhatikan sang ayah yang berteriak hingga urat-urat di lehernya terpampang jelas. Ia menatap kecewa sang ayah.
"Tapi.. aku tak mati! Appa keterlaluan! Selama ini kukira yang Appa katakan adalah kebenaran! Aku membencinya seperti permintaan Appa. Selama ini! Bertahun-tahun! Tapi sekarang aku tahu yang sebenarnya. Yoongi hyung juga anak Appa! Yoongi Hyung yang selalu menjagaku! Yoongi Hyung selalu bermain denganku! Appa jahat! Appa membiarkanku membencinya! Membenci orang yang jelas-jelas tidak bersalah! Aku kecewa! Kukira apa yang Appa lakukan adalah untuk kebaikan. Tapi heh! Aku kecewa!"
Jungkook berteriak nyalang. Matanya berkaca-kaca. Ia ingat betul. Kecelakaan itu, Yoongi sama sekali tak bersalah. Itu salahnya karena ingin bersembunyi di balik pohon besar yang berada di seberang jalan. Yoongi tak salah. Tak sedikitpun.
Dan ia selalu melukai Yoongi. Disekolah, ia selalu membuli kakaknya itu bersama Namjoon dan Changgu.
Tapi Jungkook tak benar-benar membenci Yoongi.
Ingat saat pembulian terakhir Yoongi? Di kamar mandi?
Jungkook sengaja tak melepas kunci dari pintu. Karena ia tahu, tempat itu akan selalu dilewati oleh guru piket.
Jungkook mendengus kasar. Setelahnya ia keluar dari ruangan itu, memasuki mobil yang baru saja terparkir 15 menit lalu.
"Nam Ajusshi.. antar aku ke flat Yoongi Hyung" Jungkook berkata dengan suara bergetarnya. Nam Ajusshi yang tak tahu apa-apa hanya mengangguk. Ia memasuki mobil di bagian sopir, menyalakannya lalu melesat menuju tempat yang disebutkan Jungkook.
.
.
.
.Ckittt..
"Disini bukan?" Tanya Nam Ajusshi. Mereka telah sampai di sebuah flat sederhana. Jungkook mengangguk. Ia segera turun.
"Gomawo Ajusshi, tidak perlu menungguku.." Ucapnya dengan senyum tipis. Walau tak dipungkiri, wajahnya sudah memerah dengan lelehan air mata di kedua pipinya.
Jungkook melangkah setelah Nam Ajusshi pergi. Ia mengetuk pintu kayu itu tiga kali. Dan setelahnya pintu terbuka.
Jungkook sudah menyiapkan dirinya untuk menerima pukulan.
Yoongi pasti akan marah padanya.
"Kau!! Untuk apa disini?!!!"
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
The Last ✔
FanfictionDisclaimer: fanfiction | Brothership - Completed Min Yoongi itu rapuh, tapi ia sembunyikan segala kelemahannya dalam topeng bak es. Ayah dan adik membencinya, karena sebuah kesalah pahaman. Padahal, Yoongi telah menggantikan dengan miliknya yang ber...