29

7K 706 126
                                    

Puk!

Jungkook kelabakan kala satu tepukan mendarat di bahunya. Ia dengan segera menghapus lelehan air mata yang meluruh. Setelahnya Jungkook membalikkan badan, hingga nampak siapa yang tadi menepuk bahunya.

Itu Seokjin.

"Kau menangis, Kook?" Tanya dokter muda itu. Jungkook diam. Tanpa dijawab pun Seokjin pasti tahu Jungkook habis menangis.

"Apa karena pukulanku tadi? Masih sakit? Ayo ke ruanganku, biar kuobati" Tawar Seokjin dengan raut cemas yang nampak. Jungkook menggeleng. Bukan karena itu, sungguh. Ada-ada saja dokter itu.

Seokjin menghembuskan nafas pendeknya. Sedikit bersyukur juga, Jungkook menangis bukan karena pukulannya. Ia menatap wajah sembab si bocah kelinci, hingga satu kesimpulan terlintas di pikirannya.

"Apa karena Yoongi?" Tanya Seokjin.

Diamnya Jungkook membuat Seokjin mengambil kesimpulan bahwa yang ia katakan memang benar.

"Jangan menangis lagi arra? Yoongi akan segera bangun. Percaya pada Hyung" Ujar Seokjin lembut. Jungkook mengangguk kecil. Ia harus percaya, Yoongi pasti akan bangun.

"Kau sudah makan Kook?" Tanya Seokjin. Jungkook menggeleng membuat Seokjin menghela nafasnya, lagi.

"Ayo kita keluar" Ajak Seokjin. Jungkook menggeleng kuat. Ia tak ingin meninggalkan Yoongi.

"Shireo, nanti siapa yang akan menemani Yoongi Hyung?" Tolak Jungkook. Seokjin tersenyum tipis.

"Akan kupanggil perawat untuk menemani Yoongi. Lagipula hanya di kantin rumah sakit, hanya sebentar. Ayo..." Ajak Seokjin.

Bukan karena apa. Tapi Jungkook juga butuh tenaga yang diperoleh dari makanan. Seokjin hanya tak mau jika Jungkook ikut sakit karena meninggalkan waktu makan.

Jungkook yang ditarik tangannya hanya bisa menurut. Walau dengan setengah hati sebenarnya. Tapi untung saja Seokjin benar-benar menepati apa yang dikatakannya. Dokter muda itu memanggil seorang perawat untuk menjaga Yoongi selama mereka berdua pergi untuk mengisi perut.

.
.
.
.

"Kau mau makan apa? Pilih saja" Ucap Seokjin. Jungkook mengangguk kecil. Lalu memilih makanan dan mereka berdua memilih tempat duduk yang ada disana. Jujur, Jungkook masih sedikit canggung karena hanya berdua bersama Seokjin.

"Hei, hei, jangan malu begitu. Santai saja, aku juga Hyung mu" Ucap Seokjin sambil menepuk bahu Jungkook.

"Ne.. Seokjin hyung" Jawab Jungkook Dengan senyum yang mampu membuat Seokjin menahan gemas. Tapi diurutan kedua..




Karena Yoongi yang paling menggemaskan baginya.

"Silahkan makanannya.." ucap pelayan kantin itu sambil memberikan dua porsi makanan.

"Khamsahamnida.." Ucap Seokjin sopan. Pelayan itu mengangguk lalu pergi setelahnya.

"Jja! Ayo kita makan" Ujar Seokjin senang. Dan mereka berdua mulai makan, yang selesai kira-kira lima belas menit setelahnya.

"Gomawo hyung" Ucap Jungkook dengan senyum manisnya. Seokjin mengangguk lalu berdiri setelahnya.

"Kajja" ajaknya lalu berjalan didepan. Si kelinci yang dipanggil mengikuti Seokjin, berdiri dan berlari kecil untuk menyamai langkah si dokter muda.

.
.
.
.

"Oh?"

Seokjin menghentikan laju langkahnya saat mereka sampai di ICU. Spontan saja, Jungkook yang ada dibelakangnya ikut berhenti. Menatap penuh tanya pada si dokter muda.

Tapi tak lama, Jungkook mengangguk mengerti. Ia cukup mengerti dengan keadaan sekarang. Setelahnya Seokjin menarik tangan Jungkook untuk mengikutinya keluar.








Memberi ruang dan waktu pada dua orang yang ada di sana.

Dan disinilah mereka berdua sekarang. Jungkook duduk di sofa, mengedarkan kedua netra bulatnya untuk meneliti setiap inchi dari ruangan yang baru saja ia masuki itu.

"Ini ruanganmu, Hyung?" Tanya Jungkook akhirnya. Seokjin mengangguk sebelum membusungkan dadanya bangga.

"Yap! Bagus bukan?" Tanyanya menyombongkan diri. Jungkook mengangkat bahunya lalu berdecak kecil.

"Tidak ada bagusnya sama sekali tuh. Hanya ada warna putih dimana-mana" Jawaban Jungkook itu membuat Seokjin mendengus tak terima.

Ruangannya bagus, itu pasti!

Ada sofa yang empuk, bahkan pendingin ruangan juga. Lalu apa yang kurang??

Bahkan bau obat di ruangan ini tidak tercium, yah.. sebenarnya tercium, tapi kan hanya samar-samar.

"Hei hei.. setidaknya sofa yang kau duduki itu empuk bukan?" Tanya Seokjin,

Ahh.. dirinya masih tak terima perihal tadi.

"Heum.. Yaah.. sebenarnya ruangan ini bagus.."

Senyum secerah matahari terpampang diwajahnya tampan Seokjin.

'Sudah pasti itu akan meluncur keluar dari mulutnya' Batinnya yakin.

"Tapi.. hanya sedikit saja selisihnya dari ratusan ruangan berbau obat disini"

Yap! Dan jawaban itu berhasil membuat bahu lebar Seokjin turun sebanyak tiga sentimeter.  Menurut Seokjin, ruangannya itu sungguh berbeda dengan ratusan ruang rawat dirumah sakit ini. Ia saja sering tidur disini. Itu berarti tempatnya nyaman. Bahkan mampu membuat Seokjin tidur lelap hanya dengan beralas sofa hitam.



"Terserah saja" Dengusnya pasrah.








TBC

Ternyata kelas 9 sibuknya beginii😢

The Last ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang