Seokjin ada diruang rawat Yoongi. Omong-omong, anak itu baru saja dipindahkan dua jam lalu, setelah sehari berada di ICU untuk pemantauan. Dan sepertinya Seokjin akan ada disana selama seharian ini, karena hari ini adalah hari liburnya. Yang artinya dokter muda itu terlepas dari segala pekerjaan dirumah sakit.
"Appa, aku tidak akan pulang hari ini"
"..."
"Ne appa, gomawo~"
"..."
"Ne, annyeong appa"
Tut.
Seokjin mematikan sambungan teleponnya. Ia baru saja menelepon ayahnya untuk memberi tahu bahwa ia tidak akan pulang hari ini. Dan untungnya ayahnya berkata 'tidak apa-apa' tanpa banyak bertanya.
Tuan Kim memaklumi anaknya, karena jika diingat pekerjaan Seokjin adalah sebagai dokter. Tentu anaknya itu akan sangat sibuk.
"Oh!"
Seokjin langsung saja meletakkan handphonenya, ia cepat-cepat menghampiri Yoongi. Entah hanya ilusi atau memang benar jika jari itu bergerak tadi.
"Yoon, Yoongi.. bisa dengar aku?"
"Hei..Yoon.."
"Yoon, aku disini. Ayo, buka matamu"
Seokjin terus memancing Yoongi untuk membantu anak itu keluar dari alam bawah sadarnya. Sampai akhirnya ia bisa bernafas lega karena kelopak sipit itu terbuka sedikit demi sedikit.
Mata itu mengerjap, berusaha menyesuaikan cajaya yang hendak menerobos rentinanya. Silau, semua buram. Hanya siluet seseorang yang bisa ia lihat sekarang. Matanya mengerjap kembali untuk menormalkan pengelihatannya.
'Jin Hyung?' batinnya.
"Ahh, jinjja Gomawoyo.." Ucap Seokjin terlampau senang. Ia kira Yoongi akan tidur dua atau tiga hari, tapi ternyata perkiraannya salah. Anak itu lebih kuat dari yang ia pikirkan. Ini bahkan baru sehari, dan anak itu sudah bangun.
"Jja~ sekarang ada yang sakit?" Tanya Seokjin. Yoongi menggeleng pelan. Jika ia boleh jujur, seluruh tubuhnya terasa sakit saat ini. Lidahnya kelu sekadar untuk mengucap kata. Tapi, pantang baginya menunjukkan kelemahan didepan orang lain.
"Apa punggungmu tidak sakit?" Tanya Seokjin heran. Yoongi membalas dengan tatapan tanya.
"Aniyo.. tapi kau tidur sehari lebih. Apa punggungmu tidak pegal?" Tanya Seokjin lagi.
"Selama itu?" Balas Yoongi dengan pertanyaan. Seokjin mengangguk membenarkan.
"Ya sudah, biar ku minta perawat mengantarkan makanan dulu" ucap Seokjin. Setelahnya ia meninggalkan Yoongi dan kembali setelah lima belas menit dengan satu nampan berisi makanan, minuman juga pil obat.
"Jja, ayo kusuapi" ucap Seokjin. Ia sudah membuka masker oksigen yang dikenakan Yoongi.
"Andwae" Tolak Yoongi. Disuapi? Oh, yang benar saja! Ia itu Swag! Garis keras!
Akan hilang pamor swag-nya jika makan pun harus disuap.
"Yaa~, jangan menolak. Aku tahu kau masih lemas sekarang ini" Ucap Seokjin membuat Yoongi bungkam. Karena yang dikatakan Seokjin memang benar.
Seokjin menjentikkan kuku jarinya kala melihat Yoongi yang diam. Senyum kemenangan terpampang diwajahnya.
"Aha! Benarkan? Jja sekarang buka mulutmu Aaa~" Yoongi bersumpah. Jika bukan karena tubuhnya sangat lemas sekarang ini, ia akan menghujani Seokjin dengan bubur semangkuk itu.
Yoongi mengernyit saat lidahnya merasakan rasa hambar dari bubur yang baru ia lahap. Tapi sebelum ia protes, Seokjin sudah siap dengan sesendok bubur ditangannya.
"Sudah Hyung. Rasanya tidak enak" ucap Yoongi saat Seokjin akan menyuapkan sendok bubur keempat.
"Eiy~ ayo makan lagi. Kau baru makan empat sendok." ucap Seokjin. Yoongi menggeleng.
"Andwae!"
"Tiga suap lagi Yoongi-ah.."
"Ani!"
"Dua suap?"
Yoongi menggeleng.
"Satu suap?"
"Andwae!"
"Aish, jinjja!" Seokjin mengerang frustasi.
"Kalau kau mau makan dua suap lagi saja, kau boleh pulang besok. Otte?"
"Call!"
TBC
Pendek~pendek~

KAMU SEDANG MEMBACA
The Last ✔
FanfictionDisclaimer: fanfiction | Brothership - Completed Min Yoongi itu rapuh, tapi ia sembunyikan segala kelemahannya dalam topeng bak es. Ayah dan adik membencinya, karena sebuah kesalah pahaman. Padahal, Yoongi telah menggantikan dengan miliknya yang ber...