bagian 47

1.3K 116 4
                                    

Leo mendengus saat melihat Farid tengah berkutat dengan leptopnya. Sesekali ia membenahi kaca matanya yang merosot.

Leo masih menatap bosan ke ruangan serba putih itu, sesekali membenarkan nassal canulanya. Sungguh ia merasa bosan di tempat ini.

Dan lebih parahnya lagi, semenjak ia sadar tiga hari yang lalu. Farid maupun Sandi terus mengawasinya. Tentu saja mereka takut Leo kabur lagi. Bukankah itu kebiasaannya saat ia merasa bosan.. Ckckck menyebalkan.

"opaa..." rengek Leo yang hanya di jawab dengan gumaman oleh Farid.

"Leo bosan, kapan Leo di bolehin keluar dari sini oleh dokter ganteng itu" Untung Andre tak ada di ruangan ini. Kalau ada mungkin ia sudah di cekik olehnya.

Farid menghentikan aktifitasnya sejenak. Lalu menatap Leo yang sedang mencebikkan bibirnya. "sampai kondisimu membaik tentunya" jawab Farid lalu melanjutkan pekerjaannya yang sempat tertunda.

"leo sudah membaik kok opa. Lihat aku sudah lebih segar sekarang"

Farid memutar bola matanya malas. Yang di bilang segar adalah wajah pucat pasi dengan nassal canula yang bertengger di hidungnya.

Bawah matanya yang hitam dan jangan lupakan tubuhnya yang kian kurus kering. Pipinya yang tirus tanpa rona lagi.

Saat ingin membuka suaranya, pintu ruangan Leo terbuka menampilkan dokter Andre yang tersenyum lebar ke arah pasien nakalnya yang sering kabur itu.

"gimana kondisi kamu, apa ada keluhan" tanya dokter Andre sembari mengecek kabel yang langsung terhubung ke EKG.

"sudah baik kok dokter ganteng". Dokter Andre menatap tajam ke arah Leo yang di balas dengan senyuman lebar Leo. Ia hanya geli saja mendengar laki-laki menyebutnya ganteng. Berasa maho dianya.

"aku harap kamu sedang tidak berbohong dengan seorang dokter Leo"

Leo mendengus, dokter andre memang seperti cenayan. Yahh bagaimana lagi saat bangun tidur tadi ia sedikit pening, ia pikir akan hilang tapi justru semakin pening bahkan sesak kini turut menyerangnya.

"apa perlu memakai masker oksigen" tanya dokter Andre yang dibalas dengan gelengan Leo. Farid yang tadi sibuk dengan pekerjaanya kini ikut nimbrung bersama dokter Andre.

"panas.. Badan kamu panas sepertinya dia demam dok". Gumam farid yang diangguki oleh dokter Andre lalu menyuruh suster yang bersamanya untuk menyuntikkan sesuatu ke dalam selang infus Leo.

"bagaimana kondisinya dok?" tanya Farid yang melihat Leo kembali menutup matanya setelah tadi suster memasukkan sesuatu di infus Leo.

"saya sarankan untuk Leo tetap berada di rumah sakit pak, supaya kami tim medis bisa memantaunya. Gagal jantung yang di alami Leo kian memburuk.

Ditambah lagi dia sering melewatkan terapinya. Kami hanya takut jika sewaktu-waktu jantung Leo berhenti berdetak"

Farid menatap sendu Leo. Haruskah ia lakukan ini. Tapi ia juga tidak bisa memaksakan kehendaknya. Farid hanya tidak bisa melihat anak itu tertekan.

Sudah cukup cucunya itu menderita selama ini, ia sudah banyak menanggung beban yang tak semua orang tahu betapa berat beban hidupnya.

Farid hanya ingin melihatnya bahagia, dengan membiarkanya bersekolah, dan senyum itu sering ia lihat lagi.

Lalu bagaimana jika ia harus menerima kenyataan bahwa Leo tidak bisa pergi dengan bebas lagi.

"baiklah dok, biar nanti saya bicarakan ini dengan semuanya, bagaimana mungkin saya yakin Leo akan menolak ini. Sebentar lagi ia akan mengikuti ujian kelulusan".

Like Rain Like MusicTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang