Bagian 51 (End)

2.2K 115 13
                                    

Ini hari ke empat semenjak kejadian beberapa hari yang lalu, dimana Leo jatuh dari tangga waktu itu, namun sampai sekarang Leo masih betah dengan tidurnya.

Raut hancur dari keluarganya tak mampu membuat anak itu mau menyudahi tidur panjangnya. Bukannya membaik justru semakin menurun.

Diandra selalu menyempatkan dirinya untuk menjenguk Leo setelah pulang sekolah, begitu juga dengan sore ini.

"Leo kapan kamu akan bangun? Suka banget sih kamu itu kalau tidur, lelap banget lagi, tapi jujur Yo, aku takut kalau kamu tidur terus gini".

Diandra menyeka air matanya. Keteguhan beberapa saat yang lalu luntur begitu saja.

Padahal beberapa saat yang lalu dia berjanji tidak akan menangis ataupun memasang wajah sedihnya. Tapi saat mata Diandra menatap sang kekasih hatinya begitu hancur.

Diandra memang sudah memantapkan hatinya untuk semua ini semenjak Leo mengutarakan semuanya di restoran saat itu. Tapi apa harus secepat ini.

Bahkan Diandra belum bisa membuat kenangan yang indah bersamanya. Masih terlalu banyak hal yang ingin ia lakukan bersama Leo.

Diandra menghembuskan nafasnya "kamu tahu tidak? Tadi di sekolahan ketiga sahabat koplak kamu itu membuat heboh seluruh sekolahan.

Bagaimana tidak, mereka naik genteng atap sekolahan yang dekat perpus. Semua anak-anak dan guru-guru mikir mereka mau bunuh diri, eh tidak tahunya mereka lagi nyari wifi gratisan untuk main game.

Karena mereka membuat heboh seluruh sekolahan akhirnya mereka semua di hukum mengepel seluruh koridor sekolahan" Diandra menghentikan ucapannya sejenak sebelum kembali bersuara.

"Leo apa kamu ingin menyerah dengan semuanya?. Apa ini semua terlalu sakit buat kamu?, kalau iya bagi rasa sakit itu Yo. Ayo kita tanggung semua rasa sakit itu. Kamu mau kan? Kalau kamu mau, buka matamu, aku mohon buka matamu Leo" tangis Diandra pecah.

Seumur hidupnya Diandra tak menyangka harus mengalami hal seperti ini lagi. Dulu ayahnya dan sekarang kekasihnya. Kenapa takdir begitu senang mengambil orang-orang yang sangat berarti untuknya.

Ia hanya frustasi dan takut selama beberapa hari ini dan rasa takut itu semaki besar. Ketakutan itu bertambah saat suara EKG berbunyi tak beraturan.

"Leo bukan..bukan begini yang aku mau! Leo .. Bangun jangan tinngalin aku Yo. Aku sayang banget sama kamu"

Tit..titt.tiiiiiiiiiiiiitttt

Diandra kehilangan pijakan, saat suara panjang itu menggema menghancurkan seluruh sendi-sendinya. Sebelum beberapa tenaga medis datang dan tubuh Diandra di tarik keluar oleh salah satu suster yang baru saja datang.

Keinan langsung membawa Diandra kepelukannya saat melihat sahabatnya itu bersimpuh dengan air mata yang terus mengalir dari kedua matanya.

Ia hanya membiarkan saja kaos abu-abunya basah oleh air mata Diandra sambil sesekali memberi kalimat penenang.

"key... Leo key.. Hiks hiks.."

"tenang dra. Kamu percaya kan kalau kakak itu kuat. Dia pasti bisa lewati semua ini. Lebih baik kita berdoa buat dia" Keinan mendongakkan kepalanya menghalau air mata yang hampir meluncur dari matanya.

Setidaknya dia harus kuat untuk menopang gadis di pelukannya yang saat ini membutuhkan penopang. Meskipun tak bisa di pungkiri hatinya jauh lebih sakit.

Ia hanya belum siap untuk kehilangan yang kedua kalinya. Keinan bahkan masih teringat betul bagaimana hancurnya dirinya saat kakaknya pergi ikut dengan opanya ke Battam.

Like Rain Like MusicTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang