Sepasang mata berbingkai bulu mata lentik itu terbuka perlahan, menampakkan iris cokelat gelap yang sejernih mata air.
Yuna mengerutkan kening saat melihat langit-langit kamar serta aroma maskulin yang ia cium terasa sangat asing baginya.
Gadis berparas cantik itu kemudian tersadar bahwa sekarang dirinya sedang berada di sebuah kamar besar nan megah yang entah milik siapa.
Dia berdehem pelan untuk meredakan tenggorokannya yang terasa sedikit sakit, kemudian duduk bersandar di kepala ranjang.
Selimut tebal berwarna abu-abu menutupi tubuhnya yang terbalut gaun putih selutut tanpa lengan.
Bola matanya berpendar ke sepenjuru ruangan, kemudian berhenti saat melihat seorang pria dengan balutan kemeja hitam tengah berdiri tegap menghadap jendela.
"Sudah bangun?"
Pria itu berbalik kemudian melangkah mendekati Yuna yang masih diam membisu di atas tempat tidurnya.
Yuna sama sekali tidak tahu kapan dan bagaimana dirinya bisa berakhir di kamar ini, bersama pria asing.
Pria itu tersenyum dan duduk di tepi tempat tidur, lalu mengelus rambut hitam Yuna. Membuat sang empunya tersentak.
"Cantik!"
Yuna ingin menyingkirkan tangan pria itu dari kepalanya, namun entah kenapa ... Dia merasa sangat nyaman saat pria itu mengelus lembut rambutnya. Membuat ia mengurungkan niatnya.
"Apa kau lapar?" pria itu bertanya dengan suara lembut dan menenangkan.
Yuna belum bereaksi, gadis cantik itu masih diam membisu dengan mata memandang lurus pada wajah tampan pria yang saat ini tengah mengelus bibir cerinya menggunakan ibu jarinya.
Sepasang mata beriris hitam pekat bertemu dengan sepasang iris cokelat gelap yang sejernih mata air.
Tanpa gadis itu sadari, ia membuka mulutnya kemudian menggigit pelan ibu jari pria itu. Yuna sama sekali tidak sadar bahwa hal itu berhasil mengalirkan sengatan pada pria yang kini mengukir senyum manis di wajah tampannya.
Pria itu kemudian memandang tepat pada ibu jarinya yang tengah di jepit oleh bibir tipis gadis itu, membuat Yuna tersadar kemudian melepaskan gigitannya.
Ada perasaan tak rela kala Yuna melepaskan gigitannya, namun pria tampan itu masih mempertahankan senyum manis di wajahnya.
"Kau pasti belum tahu siapa aku, kan?"
Yuna menolehkan kepalanya ke samping, guna menyembunyikan rona merah di pipinya. Tapi pria itu menarik dagunya dengan lembut, memaksanya untuk kembali menatap wajah tampan itu.
"Namaku Jungkook."
Entah ini hanya perasaannya saja atau bukan, wajah pria bernama Jungkook itu semakin mendekat hingga kemudian dapat Yuna rasakan sebuah benda kenyal mendarat mulus di atas bibir cerinya.
Tak hanya sekedar bertengger, kini bibir pria itu mulai bergerak pelan namun teratur. Terkadang memberi gigitan-gigitan kecil yang tidak bersifat menyakiti Yuna.
Lumatan lembut serta elusan sensual di perpotongan lehernya berhasil menghasut Yuna, gadis itu tanpa sadar melingkarkan kedua tangannya di leher Jungkook.
Jungkook tersenyum di sela kegiatannya, meski gadis itu tampak ragu-ragu membalas ciumannya. Namun ia sangat senang karena setidaknya Yuna sudah memberinya lampu hijau.
Pria itu membaringkan tubuh Yuna dengan perlahan, melepas tautan bibir mereka. Kemudian memandang wajah cantik gadis yang sudah ia klaim sebagai wanita-nya.
Yuna masih belum dewasa, dia baru berusia 18 tahun. Dan aroma keringat yang di keluarkan gadis itu adalah godaan paling terkutuk bagi Jungkook.
Jungkook menenggelamkan kepalanya di perpotongan leher Yuna. Menghirup dalam-dalam aroma tubuh wanita-nya.
Yuna mencengkeram erat bahu Jungkook saat merasakan sapuan benda hangat dan basah di perpotongan lehernya.
Gadis cantik itu memejamkan mata dengan mulut sedikit terbuka, Jungkook masih bermain di perpotongan lehernya. Namun kali ini pria itu mengulum telinganya.
Andai Yuna tidak bisu, Jungkook pasti dapat mendengar gadis itu mengerang lembut karena kenakalannya.