Sepasang mata bulat berbingkai bulu mata lentik itu terbuka perlahan, menampakkan iris cokelat gelap yang sebening mata air. Kelopak matanya bergerak naik-turun dengan perlahan kala sang empunya mata cantik itu tak melihat apapun selain kegelapan total.
“Ibu?”
Tak ada sahutan sama sekali, tempat ini sangat gelap, sunyi, dan pengap. Membuat Yuna kecil ketakutan, dia memeluk erat kedua lututnya yang tertekuk dan mulai menangis.
“Ayah... Ibu...”
Tubuh mungil Yuna bergetar hebat, sejak dulu. Yuna selalu menghindari tempat gelap dan pengap. Tapi sekarang, dia terjebak di dalam tempat terkutuk ini.
“Ibu... Tolong.. Aku takut... Hiks..”
Yuna kecil meringkuk di sudut ruangan, sambil memeluk kedua lututnya yang tertekuk. Mata indahnya terus mengeluarkan air mata.
Pintu terbuka perlahan membuat Yuna tersentak kaget, dia menutupi kedua matanya dengan tangan saat cahaya menyilaukan menerpanya.
“Sudah bangun rupanya.”
Yuna merasa bahwa suara itu terdengar sangat familier, gadis kecil itu kemudian membelalakkan matanya saat mengetahui orang yang telah menculiknya tidak lain adalah orang terdekatnya.
“Bibi Yeon?”
Wanita yang di panggil Bibi Yeon itu mendengus dingin, dia berjongkok di hadapan Yuna kemudian mencengkeram erat rahang gadis kecil itu.
“Ya, ini aku ... Kenapa? Apa kau terkejut, Yuna?”
Yuna kecil meringis kesakitan saat cengkeraman itu semakin lama semakin keras, dia kembali menangis. Membuat Bibi Yeon menggertakkan giginya kesal.
“Apa kau tahu Yuna? Kenapa aku menculikmu?” Bibi Yeon tersenyum dingin saat Yuna menggeleng dengan air mata yang terus membasahi pipinya.
“Ini semua karena Ibumu, dia seharusnya cukup tau diri! Seharusnya, aku yang menikah dengan Ayahmu! Bukan pelacur rendahan itu!”
Bibi Yeon menarik rambut panjang Yuna, membuat gadis kecil itu menjerit kesakitan. Namun wanita itu malah tertawa keras, seolah dia telah melakukan hal yang menyenangkan.
Bibi Yeon berdiri kemudian menarik kasar rambut Yuna, teriakan kesakitan gadis kecil itu tak ia hiraukan. Layaknya psikopat, dia mendorong tubuh kecil Yuna ke tembok dan memukuli gadis malang itu dengan tongkat baseball.
“Aku akan membuat mereka gila karena mengetahui anak yang selama ini di manjakan oleh mereka, kini tak berdaya.”
Bibi Yeon tertawa dan terus memukuli tubuh Yuna, sedangkan di sudut ruangan. Terdapat sebuah kamera pengawas yang memang di siapkan khusus oleh Bibi Yeon.
Karena dia berniat mengirimkan rekamannya pada Jang Bi dan Hyun Seok. Kedua orangtua Yuna.
“Bibi... Sak–kit...”
Rintihan Yuna malah membuat Bibi Yeon semakin menggila, dia melemparkan tongkat baseball-nya dan meraih cambuk.
Di tatapnya tubuh kecil yang tergeletak tak berdaya itu, kemudian tersenyum miring.
Ctasss!
“AKH!”
Ctass!
Ctasss!
Tubuh mungil Yuna terlihat sangat mengenaskan, seluruh tubuhnya tertutupi oleh bekas pukulan dan cambukkan. Darah segar pun mengalir dari beberapa bagian tubuhnya.
Bibi Yeon melempar cambuknya kemudian menginjak perut Yuna, membuat gadis kecil itu menyemburkan darah dari mulutnya.
Kesadaran Yuna sudah mulai menipis, dia menangis dalam diam. Matanya pun mulai memberat.
“Ayah... Ibu...”