Semilir angin malam menerbangkan helaian rambut hitam Yuna yang tergerai indah, Jungkook tersenyum memandangi sosok berparas cantik yang tengah asik memandangi kerlap-kerlip lampu dari jalanan dan gedung-gedung pencakar langit.
Terhitung hari ini merupakan hari ketujuh mereka di Paris, itu berarti sudah lebih dari dua minggu usia pernikahan Jungkook dengan Yuna.
Jungkook sangat menyukai posisi seperti ini, Yuna duduk di atas pangkuannya. Dengan satu selimut tebal yang di pakai untuk berdua.
“Dingin?” tanya Jungkook.
Pria itu menarik tubuh mungil Yuna untuk semakin merapat dengan tubuhnya, ia sangat takut bila Yuna kedinginan. Namun Yuna hanya menggeleng kecil dan menyenderkan kepalanya di dada bidang Jungkook yang terbalut piama.
Jungkook mengelus lembut rambut hitam Yuna yang memiliki aroma memabukkan, sesekali menciumi puncak kepala sang istri dengan penuh kasih sayang.
“Aku sudah mulai merasa bosan disini, bagaimana denganmu? Apa masih betah?”
Tujuh hari di Paris, telah mereka lalui dengan berjalan-jalan di sekitar hotel, mengunjungi Menara Eiffel, berburu kuliner, dan berbelanja.
Yuna mengangkat kepalanya, menatap wajah suaminya yang memiliki fitur sempurna. Kemudian menggerakkan kedua tangannya.
“Aku juga merasa begitu, bagaimana kalau lusa kita pulang?”
Jungkook mengangguk, “Benar, nanti lusa sebaiknya kita bergegas pulang.”
Yuna kembali menyenderkan kepalanya di dada bidang Jungkook, mendengarkan dengan seksama detak jantung suaminya. Yuna sedikit merasa resah hari ini, entah karena apa. Hingga ia membutuhkan Jungkook untuk meredakan keresahan hatinya, namun itu sama sekali tak berhasil.
“Sudah malam, sebaiknya kita tidur.”
Yuna hanya diam saja saat Jungkook menggendong tubuhnya, membawanya ke kamar, dan membaringkan tubuhnya dengan sangat hati-hati.
Jungkook merangkak naik keatas ranjang, lalu ikut membaringkan tubuhnya di samping Yuna. Setelah menarik selimut hingga sebatas dada mereka, Jungkook mengerutkan kening saat melihat Yuna yang tampak gelisah.
“Ada apa, Yuna?”
Yuna hanya diam seraya memandangi wajah Jungkook, ia tidak tahu kenapa hatinya merasa sangat resah.
Yuna tak mengatakan pada Jungkook soal keresahannya, ia hanya menggeleng pelan dan memeluk erat tubuh Jungkook.
“Apa kau baik-baik saja?” tanya Jungkook khawatir.
Yuna tersenyum kecil dan kembali menggelengkan kepalanya, memberi isyarat bahwa ia baik-baik saja.
Jungkook ikut tersenyum dan mengecup kening Yuna sekilas, “Baiklah, ayo tidur.”
Yuna memejamkan kedua matanya, sembari memeluk tubuh Jungkook. Ia berharap semoga ini hanya perasaannya saja.
Ya, semoga.
***
Jungkook keluar dari kamar hotel setelah selesai sarapan bersama Yuna, pria itu hendak bertemu seseorang yang telah mengiriminya pesan beberapa jam yang lalu.
Perasaan bersalah langsung menyelimuti relung hati Jungkook saat ia harus berbohong kepada Yuna tentang siapa yang hendak ia temui hari ini.
Maafkan aku, Yuna.
Langkah Jungkook terhenti di depan sebuah pintu kamar bernomor 2003, ia menekan bel sebanyak dua kali. Hingga tak lama kemudian, seorang perempuan berparas cantik dengan balutan jubah mandi membukakan pintu.
Perempuan itu tersenyum senang, “Akhirnya kau datang.”
Jungkook ikut tersenyum, “Aku pasti datang, Lalisa.”