"Apa aku ngampus di ISTB juga gitu ya?"
Doyoung terkesiap mendengar gumaman Rara. Cepat-cepat ia menimpali, "Jangan ah, ISTB mayoritasnya cowok, Yang."
Rara memajukan kepalanya, menopang dagunya di pundak Doyoung. "Emangnya kenapa? Kan ada kamu yang jagain aku."
Males banget. "Ya tetep weh akunya waswas."
Rara tersenyum. Sengaja ia eratkan pelukannya pada pinggang Doyoung. "Iya deh. Lagian akunya juga udah keenakan kerja."
"Sok atuh, sekarang mau jajan apa? Aku siang udah harus cari carrier buat ke gunung nanti."
"Di daerah sini yang enak apa?"
"Nggak tau."
"Kok nggak tau?"
"Aku teh belom juga mulai ngampus, Yang," sahut Doyoung sambil melambatkan laju motornya. "Masih awam daerah sini. Mana biasanya kalo makan mintain anak-anak kosan."
Rara mencebik. "Kosan kamu khusus cowok?"
Doyoung terdiam sejenak. "Iya."
"Aku main ke kosan kamu boleh nggak?"
"Ya enggaklah!" jawab Doyoung spontan. "Kan khusus cowok."
"Aman dong, kamu jadi nggak deket-deket cewek," ucap Rara riang. Kini tangannya menunjuk tukang kupat di pinggir jalan. "Makan kupat tahu yuk, Yang."
Doyoung menghentikan motornya di depan tukang kupat tahu yang ditunjuk Rara. Rara langsung turun dan memesan dua porsi kupat pada sang penjual. "Yang satu kupatnya jangan pedes ya, Mang. Sama kalo tehnya tawar, saya minta air putih aja ya."
Seperti biasa, Rara tahu bahwa Doyoung tidak suka pedas, juga teh tawar. Begitu pun Doyoung yang langsung mengambil tisu dan mengelap sendok yang akan digunakan Rara. Kebiasaan-kebiasaan kecil yang tanpa sadar sudah melekat pada ingatan masing-masing.
Begitu kupat tahu tersaji, Rara menyendoki beberapa kupat dan menaruhnya pada piring Doyoung, sama halnya dengan Doyoung yang memindahkan sebagian taogenya ke piring Rara.
Rara melirik Doyoung. "Eh, Yang, si Farah pindah rumah tau."
"Ke mana?"
"Ke daerah Laswi katanya," ujar Rara santai. "Ke sana yuk? Pengen liat rumahnya sekalian aku pengen nginep juga sebelum si Farah sibuk kuliah."
"Iya nanti ya," balas Doyoung seraya tersenyum.
Pagi itu hanya diisi Doyoung yang mendengarkan Rara bercerita dan mengantarkan cewek itu ke kantornya sebelum ia kembali ke kosan.
Lampu merah menyala, memaksa Doyoung menghentikan laju motornya dan memberikan kesempatan cowok itu untuk merenung. Ia memikirkan ucapan Rara yang agak mengganggunya tadi.
Meski tersirat, tapi Doyoung tahu Rara berkali-kali mengulang kata "kalo nanti kita nikah" hingga membuat dirinya tidak nyaman. Ia muak. Tapi ia tidak sampai hati meminta Rara untuk berhenti. Oke, bukan karena Doyoung tidak tega tapi karena dia tahu Rara pasti akan mengamuk.
Rasanya ia lelah sekali saat ini.
***
Doyoung datang ke kosan dengan sebuah keresek kecil di tangannya. Ia membuka pintu, melepaskan sepatu, dan langsung dibuat mangap tidak percaya begitu melihat ke arah ruang tamu kos.
Di sana terlihat Jahe, Jeno, Jaemin, dan Jisung yang sedang berjongkok sambil mengelilingi Kokom yang tengah dipasangkan kacamata hitam kecil oleh Jahe.
Keempatnya langsung cekikikan menahan tawa melihat Kokom yang kini tidur dengan kacamata hitam bersarang di wajahnya. Jahe buru-buru mengeluarkan ponselnya dan mengambil foto Kokom dari berbagai sudut sedangkan ketiga bocah itu masih cekikikan melihat hasil jahil mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
PEKA SENI
FanfictionKatanya, seni itu gila. Masa? "Meong," ucap Kokom antusias. "Meong meong meong meeeeong." "Udah gila." ------------- Doyoung itu cuma anak 18 tahun yang baru lulus SMA, punya pacar, dan baru ngerasakan hidup ngekos. Tapi, setelah ngampus di kampus s...