#22 - Pada Braga, Aku Bercerita

12.9K 2.2K 846
                                    

Curhat beneran ini mah. Asli.

Nggak apa-apa pada suka Jahe Kokom, asli, seneng gue banyak yang baca Peka Seni karena mereka. Tapi ini kan kisah Doy-John-Adis :(( Aku nggak akan bikin spin-off dulu sampe fokus ceritanya tersampaikan. Aku udah kasih konten kok di Twitter dan kurasa itu cukup untuk sekarang.

Maapin aku sedih :(








Anyway seperti biasa hehe, jangan lupa baca Kepada Tuan Detritus ❤️

dari semua chap di peka seni, ini chap fav aku. jadi selamat membaca, semoga atmosfer yang coba kutuangkan di sini bisa sampai ke kalian ❤️











Lukas buru-buru menyusul langkah Adis. Ia berdiri di samping gadis itu dan merangkulnya. "Mau makan dulu?"

Adis menggeleng. "Mau langsung ke kosan aja, Kas."

"Beli milo dulu yuk di Circle K."

"Mo nyeduh teh aja nanti di kosan."

Langkah Adis terhenti saat Lukas melompat ke depannya. Ia mendongak, memperhatikan tubuh menjulang sobatnya yang memblokir jalan di depannya.

Tangan besar itu menangkup wajah Adis. Matanya memicing memindai bola mata Adis yang tak terbaca. "Lo nggak apa-apa, kan?"

Adis memaksakan senyumnya dan mengangguk.

"Mau pulang aja?"

"Ke mana?"

"Ke rahmatullah."

"Astaghfirullah, Kas!"

"Ya ke rumah lah!" terang Lukas seraya terkekeh. Ia mengusap pipi sobatnya itu dengan ibu jari. "Bawa Kokom sekalian."

"Gila aja!"

Perlahan, Adis melepaskan tangan Lukas dari wajahnya. Ia mengembuskan napas pelan lalu tersenyum. "Kita belum dapet kabar apakah despro diterima dan dapet izin syuting atau enggak. Besok kita masih harus ngasih revisian despro, kan?"

"Yaudah, ayo ke kosan—"

"Kudis biar balik ke kosan sama gue aja, Kas."

Doyoung berdiri tepat di sebelah Adis sambil melepaskan jas almamater yang dikenakannya. Ia lalu menaruhnya di atas kepala Adis. "Pake gih, biar nggak dingin."

"Yakali almet dobel almet, Duy!" Adis menyingkirkan jas almamater Doyoung dari kepalanya lalu menyerahkannya kembali pada empunya.

Lukas buru-buru melepaskan kemeja flanelnya. "Nih, elo pake flanelnya di dalem almet elo."

Adis meraih kemeja flanel itu dan mengenakannya tanpa protes. Begitu selesai, motor Doyoung sudah berada di sampingnya, lengkap dengan si pengemudi yang sedang menyodorkan helm padanya.

Diraihnya helm itu dan naik ke atas motor Beat Doyoung. Motor itu langsung melaju, tanpa menunggu teman-temannya yang lain yang masih sibuk dengan motor masing-masing.

Motor Doyoung melaju lurus, melewati belokan yang biasanya mereka lewati untuk menuju kosan, tapi tentu saja ada banyak jalan menuju kosan mereka. Bisa saja Doyoung mau belok kiri di perempatan depan.

Entahlah, Adis tidak terlalu hafal keadaan jalanan Bandung. Bisa saja kan jalanan sedang macet makanya Doyoung memilih jalan lain?

Sampai akhirnya Doyoung kembali melewati jalan menuju kosan mereka. Jalan semakin jauh dan jelas itu membuat Adis panik. "Doy, kosan kita nggak lewat sini."

PEKA SENITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang