Katanya, seni itu gila. Masa?
"Meong," ucap Kokom antusias. "Meong meong meong meeeeong."
"Udah gila."
-------------
Doyoung itu cuma anak 18 tahun yang baru lulus SMA, punya pacar, dan baru ngerasakan hidup ngekos. Tapi, setelah ngampus di kampus s...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Buka PO totebag tidak ya
Tapi lebih setuju kalo pada baca Kepada Tuan Detritus :( bosen banget promosinya tapi babnya ga nambah2 maaf ya :(
Adis hanya bisa mencengkeram kemeja Doyoung erat. Ia bahkan tidak beranjak dari motor meski motor itu sudah berhenti di depan sebuah rumah.
"Ayo turun," titah Doyoung yang terpaksa berada di atas motor karena cengkeraman Adis.
Adis memajukan wajahnya. "Di rumah elo ada siapa?"
"Nyokap," jawabnya seadanya.
Kini Doyoung beranjak, membuat tangan Adis otomatis terlepas dari kemejanya. Setelahnya, Doyoung melepaskan helm Adis dan membungkuk. "Apa sih yang ditakutin?"
"Banyak," sergah Adis. Ia tidak bisa menyembunyikan kegelisahannya. "Entar kalo nyokap lo ngiranya gue cewek yang nggak bener gimana?"
Doyoung mengerutkan keningnya. "Kok bisa nyokap gue mikir gitu?"
"Ya kan elo—"
"Eh, kok nggak masuk-masuk? Ini ditungguin Ibu juga."
Suara Ibu Doyoung membuat cowok itu menegakkan tubuhnya dengan semringah. Ia menatap Adis yang masih duduk di atas motornya tanpa terlihat tanda-tanda akan beranjak. "Ayo, masuk. Gue mau packing barang buat ke Jogja. Lo sama Ibu dulu ya!"
Adis menghela napas pelan. Ia turun dari motor lalu berdiri di belakang Doyoung. Setelahnya, ia membuntuti cowok itu hingga masuk ke dalam kekediamannya.
Begitu masuk, Adis disambut ruang tamu bernuansa putih gading dengan berbagai hiasan tanaman. Suasananya persis seperti sebuah studio foto lengkap dengan properti memotretan. Ia bahkan mendapati berbagai kerajinan dari anyaman yang menghiasi sudut ruang tamu rumah Doyoung.
"Suka?"
Adis hampir menjerit kala tangan Ibu Doyoung mampir di pundaknya. Ia menoleh dan pandangannya langsung bertubrukan dengan wanita paruh baya itu.
"Suka, Ta-tante," ucap Adis terbata. Ia lalu menunduk sedikit. "A-Adis, Tante, temen Doyoung."
"Adis?" Kerut di kening Ibu Doyoung tampak jelas. "Katanya namanya Kudis."
Serta-merta Adis tertawa. "Doyoung emang kebiasaan gitu ya, Bu?"
"Itu anak emang sesekali harus Ibu reparasi otaknya biar nggak ngaco!"
Wanita itu tersenyum. Dengan gerakan pelan ia melepaskan tangannya dari bahu Adis dan melenggang menuju dapur. Hal yang secara naluriah membuat Adis mengikuti langkahnya.