Coba sebutin lagu apa aja yang langsung bikin kamu keinget Peka Seni atau adegan di dalemnya? Apakah itu salah satu adegan favoritmu sejauh ini?
Sejenak suasana hening.
Hampir semua orang di sana seketika merasa canggung, sadar bahwa ucapan Adis tadi bukan suatu pertanda baik. Mereka berusaha menyibukkan diri dengan sekitar, terkecuali Doyoung yang tetap menatap lurus pada Adis. Cewek itu hanya bisa menunduk sambil menyuap kue balok di depannya pelan.
"Pindah?"
Adis tidak menjawab pertanyaan Doyoung. Ia memilih kembali fokus pada kue baloknya.
"Jawab gue, Dis."
Untuk pertama kalinya, suara Doyoung begitu dingin dan menuntut, memberi efek intimidasi pada Adis yang benar-benar tidak dalam suasana ingin diinterogasi. Bahkan tanpa sadar nada itu membuat Adis sedikit tertegun dan bergetar.
Tapi tak ada yang Adis lakukan selain menghela napas. Ia tetap diam saat Doyoung meraih kedua bahunya, menggiring cewek itu untuk memiringkan tubuhnya, duduk menghadap cowok yang kini menatapnya kelewat tajam.
"Nggak pindah," ucap Doyoung dengan penekanan di setiap katanya. Tangannya turun menuju lengan atas Adis, meminta seluruh atensi gadis itu padanya. "Nggak pindah, Dis."
Adis masih diam. Meski matanya menatap mata Doyoung, tak ada sedikit pun atensinya pada cowok itu. Pikirannya mengawang, entah memikirkan apa.
Hingga akhirnya Adis memilih menyentakkan tangan Doyoung dan bangkit berdiri. "Gue duluan ya."
"Gue yang anter pulang."
Doyoung ikut bangkit. Ia justru bertindak lebih cepat dengan menyambar totebag Adis yang gadis itu letakkan di atas meja dan langsung menggenggam tangan Adis sebelum menariknya keluar.
Di depan motor Doyoung, Adis menyentak tangan cowok itu kencang. Lagi-lagi hanya tindakan tanpa suara.
Sepertinya gadis itu kehilangan kata-kata.
Doyoung berbalik, mendapati Adis yang tengah menunduk sambil memainkan ujung sepatunya. Kini Doyoung memilih mendudukkan dirinya di atas jok motor sambil bersedekap.
"Kenapa mau pindah?" tanyanya. "Kurang puas nyiksa diri lo sendiri? Kemarin nggak bisa tidur, sekarang mau begadang seminggu penuh?"
Melihat Adis yang sedari tadi hanya bisa diam dengan tatapan kosong membuat Doyoung menurunkan nada bicaranya. Ia menunduk, mengusap kepala Adis lembut. "Elo kalo mau ngehindarin gue tuh bilang, biar gue yang pergi. Jangan elo yang lari terus."
Ucapan itu membuat Adis seketika mengangkat wajahnya. Berkat lampu di sisi jalan, Doyoung dapat menangkap kilauan kristal bening yang menggenang di pelupuk mata Adis. Seketika Doyoung panik. Dengan tergesa, ia menangkup wajah kecil itu.
"Eh, kok nangis?" lirihnya sambil mengelus bawah mata Adis. "Maafin gue, Dis."
"Bagi lo gue lagi lari?"
Doyoung mengerutkan keningnya. "Apa?"
"Gue nggak pernah lari ...."
Adis mengusap wajahnya kasar, membuat tangan Doyoung yang sejak tadi mengangkupnya terlepas. Cowok itu memilih menatap wajah Adis, memastikan apa pun yang akan gadis itu katakan setelah ini.
Mata Adis jatuh pada netra Doyoung. "Dari awal ... ini semua bukan tempat gue, Doy ...."
Bersamaan kalimat itu, Adis memilih mengeluarkan semuanya.

KAMU SEDANG MEMBACA
PEKA SENI
FanfictionKatanya, seni itu gila. Masa? "Meong," ucap Kokom antusias. "Meong meong meong meeeeong." "Udah gila." ------------- Doyoung itu cuma anak 18 tahun yang baru lulus SMA, punya pacar, dan baru ngerasakan hidup ngekos. Tapi, setelah ngampus di kampus s...