#42 - Melodi Lara, Merana, Nelangsa

9.3K 1.7K 1.3K
                                    

Cover barunya gemes ya.

Hanya orang-orang beruntung yang tahu maksud kalimat di atas hahahaha

Btw, ayo baca.

Juga, mohon bantuannya ya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Juga, mohon bantuannya ya. Mau bagaimanapun, plagiarisme itu salah dan buat yang macem-macem, aku ngerti hukum hak cipta kok. Jadi bantu aku ya kalau ada yang menemukan plagiarisme (dalam bentu apa pun) untuk segera dilaporkan. Terima kasih. Aku sayang kalian.

Part ini disponsori playlist Kepada Tuan Detritus. Silakan menikmati (lagu-lagunya) ^^







































"Astaghfirullah, Jahe ...."

Bang Nat hanya bisa menggelengkan kepala melihat kelakuan mahasiswanya yang satu ini. Lagi-lagi Jahe masuk ke dalam kelasnya sambil menggendong Kokom. Kali ini keduanya—Kokom dan Jahe—kompak tidak melepaskan helm.

Wajah cowok sableng itu terlihat sangat cerah, memamerkan kedua lesung pipinya yang membuat cewek-cewek di kelas itu diam-diam mengabadikannya lewat ponsel mereka. Meskipun selalu terselip rasa pahit kala mengingat hanya dua hal yang bisa membuat Jahe tersenyum semanis itu.

Kokom kemudian Erin.

Ingat, 'kemudian' bukan 'dan'.

Setidaknya opini itu membuat cewek-cewek ini sedikit lega saat sadar saingan mereka hanya kucing buduk gembrot pemalas yang menyebalkan.

Walau tentu saja faktanya Kokom dan Erin tak bisa dibandingkan, Jahe menempatkan keduanya di tempat yang sama.

Begitu berdiri di depan meja Bang Nat, pria setengah baya itu langsung menatap kepala Jahe. "Ari Jahe kenapa pake helm ke kelas?"

Butuh beberapa detik untuk Jahe mencerna kata-kata itu. Mukanya bengong dengan mata yang menatap langit-langit kelas, entah mencoba melirik helmnya—yang jelas mustahil ia lakukan—atau mengingat alasan mengapa ia masih mengenakan benda itu.

Lukas menggelengkan kepalanya. "Goblok banget."

"Kayaknya tadi teh hujan da, Bang," jawab Jahe setelah berusaha berpikir.

"Trus kenapa masih pake helm?!"

"Anget."

"Itu si Kokom kenapa masih pake helm juga?"

"Ya atuh kan kasian Kokom juga bisi kedinginan." Jahe tiba-tiba terdiam. Ia lalu menatap Bang Nat penuh arti. "Bang Nat kedinginan juga?"

"Eh? Bukan gitu—"

Serta-merta Jahe menyodorkan Kokom pada Bang Nat. "Nggak apa-apa. Sok peluk aja. Anget da, Bang, meluk Kokom mah. Jamin ketagihan."

Bang Nat menunduk, memandangi hewan berbulu oranye di gendongannya, lalu kembali memandangi Jahe dengan binar aneh. "Anget sih, tapi sok Jahe duduk, Abang mo mulai kelas."

PEKA SENITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang