#25 - Kita dan Luka

12.2K 2.2K 979
                                    

Wah, video apa di atas??? Ternyata video promosi Kepada Tuan Detritus heheh



Rara turun dari motor Doyoung dan melepaskan helmnya. Begitu pun Doyoung yang langsung merapikan rambutnya yang lepek akibat terlalu lama mengenakan helm.

"Tadi aku beli cokelat panas gitu sama Farah," Rara mulai bercerita. "Ada yang sasetnya, Yang. Mau aku bikinin?"

"Manis nggak?"

"Nggak terlalu kok." Rara mendongak, memandang langit yang sudah kelabu. "Enak nih dingin-dingin gini minum cokelat panas."

Doyoung terkekeh. "Sambil main Tic-tac-toe?"

Serta-merta Rara tertawa. "Ayo minum sambil nonton!"

Suara gemuruh menginterupsi keduanya. Mereka seketika memandang langit yang makin gelap tanpa cahaya bintang ataupun bulan.

Doyoung bergeming sejenak kala gemuruh makin riuh hingga akhirnya ia terkesiap lalu kembali mengenakan helmnya. "Sayang, aku ke kosan deh."

"Lho, ini udah mau hujan, Yang! Udah nunggu di rumah aja, nanti kalo udah nggak ujan baru pulang!" dumal Rara.

"Aku bawa jas hujan kok," ucapnya dengan wajah risau. Buru-buru Doyoung naik ke atas motor. "Besok aku main ke sini. Tenang aja."

Rara menghela napas pasrah. "Ya udah, hati-hati ya."

Doyoung mengangguk lalu melajukan motornya meninggalkan kediaman Rara.

***

Satu-satunya yang ada di otak Adis sekarang adalah segera sampai di kosan untuk memenuhi janji pada Jeno.

Makanya gadis itu tidak peduli harus berjalan kaki dari Jalan Riau menuju kosannya meski hujan makin deras dan mengguyur tubuhnya. Ponselnya mati dua menit setelah ia menerima pesan dari Doyoung.

Konyol, semesta sedang membencinya hari ini.

Berkat dirinya yang terlalu larut dalam pikiran, ia tak sadar kakinya sudah menginjak Jalan Laswi. Bahkan lebih tepatnya ia baru kembali pada realita saat ia berdiri lima belas meter dari kosan Johnny.

Gawat.

Adis tidak mungkin menunjukkan dirinya yang basah kuyup seperti ini. Ia sedang lelah dan diinterograsi bukan ide bagus untuk melepas penat.

Ia berbalik, mencoba mencari jalan lain demi menghindari kosan tersebut yang justru membuat ia berhadapan dengan Taeyong yang berdiri tak jauh darinya dengan sebuah payung besar dan kantung keresek Indomaret berisikan mi instan.

Mampus.

Taeyong sempat tertegun hingga akhirnya ia berujar, "Adis?"

"Kang," sapa Adis sambil cengengesan.

Sekonyong-konyong Taeyong menghampiri Adis dan memayungi gadis itu. "Lho, kok Adis di sini? Ujan-ujanan pula?"

Oke, ia tidak mungkin menghindari pertanyaan itu meski ia sangat tidak ingin menjawab. Jadilah ia hanya cengar-cengir dengan wajah kikuk. "Tadi abis janjian sama temen," cicitnya menggigil. "Harusnya pesen ojol tapi tadi keburu hapenya mati."

"Ya udah atuh Adis ke kosan Akang dulu," titah Taeyong. Tangannya sudah memegang bahu Adis, siap memutarnya ke depan.

Namun Adis menahannya. "Nggak usah, Kang. Adis buru-buru mo balik ke kosan. Adis boleh pinjem payungnya aj—"

PEKA SENITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang