Dear para tukang jiplak, gue doain segera diberi hidayah. Kebayang nggak lo mati setelah nyuri karya orang? Hehe.
Adis berjalan sehati-hati mungkin sambil memperbaiki pita jingga yang mengikat rambutnya yang dikepang dua. Intinya, Adis tinggal memasukkan ujung pita itu masuk, menariknya, dan—
Bruk!
"Anjir."
Lirihan itu meluncur dari mulut Adis tatkala seseorang menubruknya dari belakang dengan kencang hingga ia jatuh tiarap di atas aspal kampus. Sial.
"Sori."
Suara berat itu terkesan dingin tapi benar-benar merasa bersalah. Tentu, si oknum penubruk Adis ini menyadari kesalahannya, tapi terlalu kaku hanya untuk mengatakan maaf lebih santai lagi. Bukan, bukan karena dia gengsi, tapi—
"HEH, NANAONAN ETA?! BOBOGOHAN MARANEH TEH? (Heh, ngapain itu?! Pacaran kalian?!)"
Baru saja cowok itu hendak membantu Adis berdiri, seorang senior menghampirinya. Oh, tidak, lebih tepatnya meneriakinya dari jarak dua meter sambil berjalan menghampiri keduanya.
"Eng-enggak, Kang, enggak! Suer, Kang!" kilah cowok itu. Iya buru-buru membantu Adis berdiri, membungkuk pada senior tadi, lalu berlari menuju barisannya.
Meninggalkan Adis yang langsung kena pelototan senior tadi.
Adis memperhatikan cowok itu. Semua atributnya berwarna jingga. Mulai dari kaus kaki, ikat pinggang dari busa ati, nametag kardus dengan pita jingga, dan syal jingga.
Oke, oknumnya satu jurusan dengan Adis. Anak film.
Senior itu menghampiri Adis, membuat gadis itu bisa melihat nametag kecil di jas almamater yang dikenakan seniornya tersebut.
Nakamoto Yuta.
"Ngapain liat-liat?" ucapnya galak. "Cepet lari ke barisan!"
"Iya, Kang," angguk Adis dan segera berlari menuju barisannya.
Ia buru-buru duduk di barisan belakang kelompoknya, bersembunyi dari para tatib yang mulai seliweran memeriksa para mahasiswa baru yang tengah berbaris. Diam-diam Adis mengecek perlengkapan dirinya dan tidak mendapati pita jingga yang harusnya mengikat rambutnya.
Sial.
Sesosok tatib dengan tubuh tinggi bongsornya yang mengintimidasi Adis berdiri di depan cewek itu. Cowok itu menunduk dan menurunkan kacamata hitamnya, menampakkan mata agak sayu yang sialnya nyalang menatap Adis. "Heh!"
Adis menggigit bibir bawahnya, sadar sudah melakukan kesalahan dan benar saja, tatib bernama Johnny Suh itu langsung menyeret Adis ke arah undakan di depan gedung pertunjukan kampus. Tak hanya Adis, ada beberapa anak lain yang berdiri di samping kanan dan kirinya.
Tatib bernama Johnny itu berdiri tak jauh dari lima orang yang kini hanya bisa berdiri sambil menunduk di atas undakan. Ia bersedekap dengan kacamata hitam yang melekat di depan matanya.
Dari arah seberang Johnny, datang tatib lain. Berbeda dengan Johnny yang mengenakan jas almamater begitu rapi dan mengancingkan satu kancing teratas jas almamaternya, tatib satu itu malah tidak mengancingkan jasnya sama sekali. Bahkan lengan jasnya ia tekuk sesikut.
Di jasnya terlihat sebuah nametag peniti kecil bertuliskan Lee Taeyong.
Tatib slebor bernama Taeyong itu memberikan sebuah megafon pada Johnny yang langsung diraih Johnny dan mulai berbicara di depan benda itu. "Oke, selamat siang semuanya."
KAMU SEDANG MEMBACA
PEKA SENI
FanficKatanya, seni itu gila. Masa? "Meong," ucap Kokom antusias. "Meong meong meong meeeeong." "Udah gila." ------------- Doyoung itu cuma anak 18 tahun yang baru lulus SMA, punya pacar, dan baru ngerasakan hidup ngekos. Tapi, setelah ngampus di kampus s...