#38 - Impresionistik

12K 1.9K 1.4K
                                    

Iqro

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Iqro.

Link playlist Spotify Peka Seni ada di wall conversations yes. Lagu mana yang paling kalian suka?























Johnny meraih lengan Adis dan mencengkeramnya kuat.

"Adis, jangan lari!"

Tapi Adis tidak peduli. Meski bodoh berpikir bisa melepaskan diri dari cengkeraman Johnny, Adis terus berusaha menyentak tangan tersebut. "Lepasin Adis!"

"Adis kenapa?"

"Akang juga dateng ke Adis cuma biar bisa tidur sama Adis, kan?!" teriaknya, tak memedulikan orang-orang yang mulai menjadikannya fokus perhatian.

Seketika kening Johnny mengerut. "Kok Adis mikir gitu?"

"Ya karna semua orang dateng ke Adis cuma mau manfaatin Adis aja!" Ia kembali berusaha melepaskan tangannya. "Lepasin Adis!"

"Adis—"

"Lepasin!"

"DENGERIN AKANG!"

Bentakan itu meluncur bersama cengkeraman Johnny yang makin kuat di tangan Adis sampai-sampai gadis itu meringis. Matanya nyalang, menatap tajam Adis dan menegaskan ia tidak ingin dibantah ataupun disela.

"Kalo perkara nidurin Adis, Akang udah tinggal nelanjangin Adis di kosan Akang!" tandas Johnny. "Bahkan nggak perlu di kosan, Akang sambet di pojokan kampus juga jadi! Apa trus Akang ngelakuin itu ke Adis?! Nggak, kan?!"

Adis bergeming. Ia kini menunduk sambil merintih sakit akibat cengkeraman Johnny di tangannya. Air matanya kembali mengalir, entah karena kesakitan atau ucapan Johnny yang menusuknya lebih dari apa pun.

Sadar ia kelewatan, Johnny melepaskan cengkeramannya. Tanpa basa-basi, ia menarik Adis ke dalam pelukannya. "Maaf, Dis."

Detik itu semua pertahanan Adis hancur tak bersisa, menyisakan dirinya yang rapuh dan tak lagi mampu menahan semua kecamuk dalam dirinya. Ia kembali menangis kencang. Perasaannya benar-benar tak keruan. Sedih, marah, hancur, terluka, rendah. Semua itu menyatu dan tak bisa ia kendalikan hingga ia hanya bisa meraung di dada Johnny.

Johnny meraih lengan Adis yang sebelumnya ia cengkeram. Diusapnya jejak merah itu dengan ibu jarinya pelan. "Sakit ya? Maaf."

Malam itu, di pinggir jalan Yogyakarta yang tak begitu ramai namun damai, tanpa memedulikan segelintir orang yang berlalu-lalang di sekitar mereka, keduanya larut dalam dirinya masing-masing. Adis yang larut dalam segala kesahnya, sedangkan Johnny dengan perasaan bersalah hanya bisa mengusap lengan gadis dalam dekapannya.

***

Entah kali keberapa Lukas menghela napasnya.

Di depannya duduk Doyoung yang sejak tadi menunduk, menghindari tatapan teman-temannya yang beragam. Paling banyak tentu tatapan kesal setengah mati, sisanya tatapan bingung dan menagih penjelasan.

PEKA SENITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang