4. Permintaan Maaf

10.1K 561 5
                                    

Allah aja Maha Pemaaf, masa kamu engga?

🍀🍀🍀

KEGIATAN di sekolah telah usai, bel pun berdering dengan nyaring. Itu waktunya kami semua kembali ke rumah masing-masing. Tentunya setelah kami menunaikan jama'ah sholat ashar di sekolah sebagai salah satu kewajiban kami umat muslim.

Setelah aku berpisah dengan sahabat-sahabatku, seperti biasanya aku menunggu kedatangan Ayah dari kantor ke sekolah dengan tujuan menjemputku. Namun, ini tidak biasanya sudah pukul setengah lima Ayah belum kunjung datang. Aku merasa khawatir. Biasanya jika ada keperluan dan Ayah tidak bisa menjemputku, Ayah selalu memberitahuku sewaktu berangkat sekolah. Tapi mengapa kali ini tidak. Aku khawatir jika aku tidak bisa pulang dan terjadi sesuatu pada Ayah. Karena matahari sudah mulai berjalan ke barat. Hari sudah semakin sore.

Tiba-tiba ponselku bergetar. Rupanya Ayah menelponku.

"Assalamu'alaikum, Yah."

"Wa'alaikumussalam, Sya, maaf Ayah nggak bisa jemput ya sore ini," suara itu terdengar dari ponselku.

"Kenapa Yah? Ayah udah bilang Pak Indro buat jemput Fisya?" Tanyaku kepada Ayah memastikan, bahwa Pak Indro yang akan menjemputku.

"Sudah, Ayah sudah beri tahu Pak Indro, tapi Pak Indro sedang tidak di rumah, jadi------"

Ayah tiba-tiba teridam, namun panggilan masih aktif.

"Halo Fisya?"

"Iya, Ayah."

"Nanti kamu pulang sama Alfan ya!"

"Apa? Fisya pulang sama Pak---"

"Sudah dulu, Ayah masih ada urusan. Assalamu'alaikum."

"Wa'alaikumussalam."

Ayah memutuskan panggilan secara sepihak yang tadi telah memutuskan sesuatu sebelum aku mengiyakan perintah Ayah. Aku menggerutu. Kenapa harus dengan guru baru itu.

Dan sore itu harus pulang dengan Pak Alfan. Ah tidak, mengapa bisa seperti ini. Kami hanya berdua. Apa Ayah tidak salah? Ah sudahlah jika itu demi keselamatanku sampai rumah agar tidak terlalu petang. Toh, jika tidak pulang dengan Pak Alfan aku pulang dengan siapa? Sudah tidak ada angkutan umum yang lewat yang bisa ku tumpangi untuk sampai ke rumah.

"Nafisya!" Tiba-tiba Pak Alfan muncul dari pintu lobi dan menghampiriku.

"Eh, iya,Pak." Kataku gugup. Karena aku belum terbiasa dengannya.

"Mari pulang!" Pak Alfan sudah berjalan lebih dulu meninggalkanku tapi aku masih terduduk di bangku abu-abu tempatku duduk menunggu Ayah yang tak kunjung tiba.

Menyadari jika aku masih duduk terdiam di bangku itu, langkah Pak Alfan terhenti lalu menoleh, dan menghampiriku lagi.

"Kenapa masih duduk disini? Ayo, sudah sore..." katanya mengajakku untuk segera mengikutinya.

"Tapi pak, saya----" kataku sambil berusaha mencari alibi yang masuk akal untuk menolak ajakannya untuk pulang bersama.

Belum sempat kalimatku ku selesaikan,lagi-lagi Pak Alfan berjalan lebih dulu meninggalkanku. Terpaksa aku mengikutinya. Untung hari itu Pak Alfan mengendarai mobilnya, jika tidak... ah entahlah. Aku langsung masuk kedalam mobil putih Pak Alfan. Aku duduk di belakang karena kami tidak mahram seperti yang kalian tahu.

"Ma-maaf Pak ken---"kalimatku terpotong oleh Pak Alfan yang sedang menyetir mobilnya itu.

"Tadi Papa saya menyuruh saya mengantar kamu pulang. Katanya Ayah kamu ada urusan mendadak dengan Papa saya yang tidak bisa ditinggalkan. Jadi tidak bisa menjemput kamu di sekolah. Dan Ayah kamu sudah beri tahu sopir Ayah kamu tapi beliau sedang tidak bisa, untuk itu kamu pulang sama saya..." Jelasnya yang membuatku bungkam sejenak.

Sakinah Bersamamu [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang