24. Abai [2]

6.1K 424 2
                                    

Forgive me.

🍀🍀🍀

TIDAK perlu heran lagi jika perasaan tak nyaman selalu menghantuiku. Setiap kali selalu teringatnya. Pikiranku kalut malam itu. Kenapa, kenapa, dan kenapa? 

Aku masih belum selesai melaksanakan ujian tengah semester. Tapi hal ini membuatku merasa kacau, tidak fokus belajar.

"Sya?" Suara Bunda memecah keheninganku.

"Iya, Bunda...,"

"Makan malam dulu...."

"Iya, sebentar...."

Aku turun mengikuti Bunda ke lantai bawah untuk makan malam. Dentingan sendok yang beradu dengan piring memenuhi ruangan yang tak begitu luas itu.

Assalamu'alaikum...

Itu suara bel rumah yang mengucap salam. Tapi sepertinya memang ada seseorang yang datang malam ini.

"Biar Fisya bukain, Bun," tawarku dan mencegah Bunda berdiri.

"Wa'alaikumussal......lam...." ucapku dengan suara yang semakin melambat.Jantungku tiba-tiba berdetak lebih cepat setelah tahu siapa yang datang.

"Bundamu ada, sayang?" Tanyanya padaku.

"Ada Tante...mari silakan masuk...." aku mempersilakannya masuk.

Kedua orang itu mengikutiku masuk. Sebelum kupanggil, Bunda sudah terlebih dulu menuju ruang depan.

"Eh....Masha Allah...Jeng Gita, Nak Alfan...silakan duduk..."

Bunda dan Tante Gita saling cipika-cipiki seperti kebanyakan ibu-ibu yang baru bertemu, lalu duduk. Aku pergi dari ruang tamu tanpa basa-basi. Membuatkan beberapa teh hangat untuk mereka.

Masih sama. Seperti tidak ada aku di depannya. Jangankan tersenyum, menatapku sekilas saja pun tidak.

"Mas, bilang sama Fisya!" Batinku berteriak demikian.

Sambil menuang air panas dalam gelas aku menggigit bibir bawahku agar tidak menangis. Takut. Aku tidak mau hal ini diketahui Bunda, apalagi Ayah. Tidak pantas saja jika nantinya Ayah dan Bunda mengira kami sedang bertengkar.

Aku kembali ke ruang tamu membawa teh hangat dan beberapa camilan.Dengan sangat hati-hati aku menurunkan gelas dari nampan. Selain karena panas, tanganku bergemetar saat hendak meletakkan teh tepat di depan Mas Alfan terduduk terdiam.Sesak. Bunda aku ingin menangis.

Secepat kilat aku menghilang di hadapan mereka. Aku menuju kamar. Pecah.Aku gagal menahan. Aku menangis.Entah apa yang mereka pikirkan setelah melihatku lari begitu saja dari hadapan mereka.

Hampir setengah jam lamanya mereka mengobrol. Entah apa yang mereka bicarakan malam itu, Ayah pun ikut serta bersama mereka.

"Sya, Tante Gita sama Mas Alfan mau pamit...." panggil Bunda di depan pintu kamarku. Beruntung tangisku telah terhenti. Aku segera mencuci wajahku dengan air sebelum menjawab panggilan Bunda.

Tetap tidak berubah. Sikapnya masih dingin. Wajahku kembali memanas. Sekuat tenaga aku menahan diri agar tidak menangis lagi.

Klakson mobil menghilangkan suara jangrik sekejap. Mobil putihnya telah meluncur di atas aspal dalam keheningan malam yang mencekam ini. Cukuplah malam ini menjadi malam mencekam bagiku, jangan untuk kalian.

🍀🍀🍀

Lepas kurang lebih satu minggu, ujian tengah semester usai. Aku kembali berkumpul dengan sahabat-sahabatku, Billa, Syahida, Hanum, Shella dan Dara.Bersantai merefresh otak setelah menghadapi soal-soal hots. Aku teringat sesuatu.

Aku membuaka akun instagramku, lalu kuhapus postingan sebuah foto itu. Tidak hanya itu, aku pun menarik beberapa postingan fotoku yang kurasa tidak sepantasnya aku melakukan itu. Membantu para laki-laki untuk menjaga pandangannya.

Astaghfirullahaladzim....

Pulangnya, aku tak sengaja berjalan melewati Pak Alfan yang sedang berbincang-bincang dengan kawanku. Ia Fahri. Entah apa yang mereka bicarakan, kulihat sorot matanya mengarah darimana aku berasal. Tanganku berubah dingin berkeringat.

"Billa, pulang?" Tanyanya.

Tanganku semakin dingin, tapi wajahku memanas. Apa aku cemburu? Bodoh!! Apa aku iri? Itu hanya sapaan biasa, Sya. Jangan di ambil hati.

Tetap saja terasa ketika sudah beberapa hari ini Pak Alfan mendiamkanku. Sama sekali tidak menyapa. Bahkan kemarin malam ketika di rumah. Aku transparan baginya.

Kugenggam tangan Billa tiba-tiba.

"Sya, kamu nggak kenapa-kenapa, kan?"

"Engga, alhamdulillah."

"Kok tanganmu dingin kaya gini..."

Sorot mataku mulai berkaca-kaca.

"Ah...nggak papa kok, grogi aja lewat depan Mas...." alibiku, padahal aku...ah entahlah.

🍀🍀🍀

-Kamis, siang hari.-

Isak tangisku belum terhenti dan malah semakin menjadi-jadi. Ketika saling berpelukan dengan sahabat dan saling meminta maaf dan memaafkan.

Memohon restu dan memohon maaf kepada seluruh guru yang selama ini sudah sabar membimbing kami.Tidak lama ujian nasional segera tiba.

Reda sudah air mataku. Aku berniat menghampiri Pak Alfan yang berdiri di pojok sana. Meminta maaf atas kesalahan yang telah aku perbuat hingga membuatnya bersikap dingin padaku.

What?

Pak Alfan berbalik badan dan melenggang pergi begitu saja sebelum aku tiba di hadapannya. Langkahku tiba-tiba berhenti. Butiran-butiran itu mengalir kembali. Aku menyekanya.

Saat aku berbalik badan, Billa sudah berada di belakangku. Menatap sekilas wajahku yang memerah lalu memelukku. Tangisku pecah kembali.

"Afwan, Ustadz..." batinku dalam dekapan Billa.

"Afwan, Ustadz..." aku masih terisak dengan mengatakan kalimat permintaan maaf. Walau aku tahu, Mas Alfan tidak akan mendengarnya.

Itu adalah hari-hari yang membuatku merasa paling lemah, dan paling bodoh.

🍀🍀🍀

Assalamu'alaikum, SB udah up nih dengan cover baru, menurut kalian gimana? Pilih Cover yang lama apa yang baru ini?

Boleh komen:)

Oiya,Pak Alfan udah baikan sama Nafisya kok, tenang aja.

Jangan lupa bintangnya ya:))

Maaf babnya berantakan, nggak??? Pliss, jawab🙏
Coba remove dulu dari library tarus di add lagi,  kalo masih ngga bisa relogin ya, log out trs log in lagi, semoga membantu🙏

🍀🍀🍀

Jangan lupa mengaji.

Sakinah Bersamamu [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang