11. Senyum Semangat

8.6K 533 3
                                    

"Senyummu semangat baruku."

-Nafisya-

🍀🍀🍀

SEKARANG siapa yang tak kenal dengan pria bernama lengkap Alfan Putra Rahmawan? Seorang guru muda yang sedang melewati tahap skripsinya untuk mencapai sarjana yang pertama. Insha Allah gelar S.Pd.I.--Sarjana Pendidikan Islam--yang akan beliau dapatkan dalam waktu dekat ini.

Senyumnya yang khas itu yang membuatnya tidak mudah dilupakan. Menurutku begitu. Bagaimana dengan kalian? Ah, mungkin hanya aku, seorang Nafisya yang mengaguminya diam-diam. Eh, diam-diam, kenapa aku bicara di cerita ini? Hmm...

Pagi itu adalah minggu ke dua aku menjadi siswa kelas dua belas.Bahkan sampai sekarang aku masih penasaran denganku sendiri. Padahal tingkat kepintaranku tidak lebih dari rata-rata, mengapa bisa masuk di kelas yang katanya kelas unggulan itu. Lebih tepatnya kelas neraka.Tapi tidak perlu disesali. Tidak ada salahnya, kan? Untuk mencoba beradaptasi dengan mereka yang memiliki kemampuan di atas rata-rata. Aku tetap bersyukur, dengan demikin bisa menjadi motivasi untuk belajar lebih giat.

Ku lihat Bunda Yasmin, sedang mengelap tempat makanku yang baru saja dicuci. Seperti biasanya aku memang selalu membawa bekal dari rumah untuk makan siang.

Selain untuk mendukung gerakan hemat uang jajan, masakan Bunda lebih terjamin kesehatan dan kebersihannya. Apalagi dengan menu-menu spesial lagi sehat, yang selalu disiapkan oleh Bunda.

Cah sawi dan wortel misalnya. Seperti bekalku hari ini. Ditambah omelet spesial kesukaanku.

Pukul setengah tujuh pagi aku sudah harus berangkat kesekolah, seperti biasanya. Satu hal terlupa saat aku hendak turun dari mobil Ayah.

Aku menepuk jidatku.

"Kenapa, Sya?" Tanya Ayah sambil mengambil kantong plastik putih di depannya.

"Kuenya, Yah." Kedua bola mataku membulat sempurna memandang Ayah.

"Ini...." legaa...kemudian kuraih kantong plastik putih itu. Kulihat isinya. Untung saja tidak tertinggal di rumah. Aku menghela nafas lega.

"Alhamdulillah, nggak ketinggalan... Ya udah, Yah, Fisya masuk dulu ya,...." Aku meninggalkan Ayah setelah menjawab salamku.

Setibanya di depan UKS-karena kelasku nelewati UKS- aku melihat Pak Budi yang baru saja selesai menyiram tanaman.

"Assalamu'alaikum, Pak Budi..." sapaku. "..selamat pagi.."

"Wa'alaikumussalam. Pagi, Neng Fisya... Sek-sek¹..." kata Pak Budi dengan logat jawanya yang khas.

"Eh..enggak lama kok Pak.." aku mencegah Pak Budi untuk pergi, dikiranya aku ingin ngobrol panjang lebar. "Ada titipan dari Bunda...." aku menyodorkan plastik putih berisi kotak makan itu kepada Pak Budi.

"Wah, Neng Fisya ini selalu bawakan Pak  Budi bekal lhoo, jadi ngrepotin...ndak enak lhoo saya..."

"Enggak kok Pak, selagi Bunda bisa siapkan, kenapa enggak? Ya, kan Pak? Kebetulan tadi Bunda buat kue ini..terus tiba-tiba inget bapak deh.." jelasku.

"Owalah, begitu tho. Wah tumben bawa dua kotak ini, yang satu buat siapa hayoo..." godanya padaku.

"Hehe, buaaat....." Aku hanya nyengir kuda, Pak Budi langsung mengangguk seakan-akan tahu kue itu untuk siapa selain untuk Pak Budi.

Sakinah Bersamamu [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang