10. Halalkan?

9.1K 533 4
                                    

Semoga Allah menerima ibadah kita

🍀🍀🍀

PAGI yang sangat cerah ini menyambutku bersama gema takbir yang berkumandang dimana-mana. Adalah hari kemenangan bagi seluruh umat muslim di dunia, seusai melaksanakan ibadah puasa Ramadhan. Karena sebenarnya dua hari setelah special event itu, bulan suci datang bertepatan dengan liburan akhir semester. 

Aku merapikan jilbab abu-abu yang kukenakan di dapan cermin. Lalu kuambil mukenah dan sajadah merah itu, kemudian menuju lantai bawah menemui Ayah yang sedang menunggu kami--Bunda, aku dan Nailah--sembari menyeruput teh hangatnya.

Kulihat disampingnya ada radio hitam berukuran kecil yang juga sedang mengumandangkan takbir. Bibir Ayah mengikuti lantunan takbir itu.

"Ayah!?" Sapaku.

"Assalamu'alaikum...selamat pagi..." Tangan Ayah meraih lenganku mengisyaratkanku untuk duduk di sebelahnya lalu tangannya yang sudah nampak keriput berpindah ke ujung kepalaku.Ayah mengusap lembut ujung kepalaku yang sudah terbalut jilbab abu-abu.

"Taqabbalallahu minna wa minkum,Ayah..."kucium punggung tangan Ayah sambil mengucap kalimat itu.

"Aamiin, taqabbal yaa kareem..."

"Yah... maafin Fisya ya, atas semua kesalahan Fisya..."

"Iya Fisya, begitu pun dengan Ayahmu ini, mungkin belum bisa jadi Ayah yang baik buat kamu buat Nailah...."

"No, you're my best hero, Dad.."

Mataku sudah sedikit berkaca-kaca. Namun tidak sampai air mataku menetes Bunda dan Nailah sudah muncul dari balik pintu yang terlihat dari balkon dalam rumah. Kami bergegas menuju tanah lapang terdekat untuk menunaikan sholat idul fitri.

Tanah lapang berumput hijau itu dipenuhi banyak orang. Mereka telah membentuk shaf shalat yang rapih. Kumandang takbir tak berhenti.

Kita kembali fitri. (Idul Fitri 2019)

🍀🍀🍀
-

skip-

Seluruh siswa berhamburan ke lapangan basket membentuk formasi barisan disana. Termasuk aku. Hari ini adalah hari pertamaku kembali ke sekolah, setelah liburan akhir semester sekaligus libur idul fitri. Dan aku kini sudah menjadi siswa kelas dua belas. Sudah semakin dewasa harusnya.

Rasanya baru kemarin aku jadi siswa baru di sekolah ini. Tidak terasa waktu berputar sangat cepat. Kurang dari satu tahun aku akan resmi jadi alumni. Aduh, belum juga melaksanakan berbagai ujian, sudah mikir jadi alumni. Haha...nggak lucu.

Pagi itu sekolah mengadakan halal bi halal sederhana. Seluruh warga sekolah dianjurkan untuk saling berjabat tangan. Siswa putri kepada pengajar putri dan siswa putra kepada pengajar putra.

Begitulah, sekolah kami sudah menerapkannya. Alangkah lebih baik seorang laki-laki tertancap paku di tangannya daripada harus bersentuhan dengan yang bukan mahromnya. Betul atau tidak? Jika salah mohon diralat, ya....

Suasana saat itu penuh haru.Aku menelangkupkan kedua telapak tanganku di depan dada sejak tadi. Entah mengapa denyut jantungku semakin cepat. Wajahku semakin nemanas selain dari terik matahari. Tanganku dingin berkeringat, saat pria itu sudah memandangku dari ujung sana. Aku langsung menunduk setelah menyadarinya. 

"Nafisya...." sapa pria itu padaku dengan senyum khas sakaridanya. Aduh, ape tuh? Anak Mipa mana suaranya, hehe... 

"Taqabbalallahu minna wa minkum, Pak...." ucapku sambil sedikit melengkungkan bibirku dan masih menelengkupkan kedua telapak tangan di depan dada kepadanya.

Detik waktu terasa berhenti. Senyumnya berhasil membiusku. Astaghfirullah.

Aku tak berani menatapnya lama-lama. Aku takut serangan paltipasiku melunjak satu oktaf di atasnya. Ini terlalu berbahaya.Dari situ aku melihat memang seperti ada yang berbeda. Aku benar-benar tak paham.

Kami mengakhiri acara halal bi halal itu dengan memakan snack yang kami bawa dari rumah dengan kedok kado tukar berisi makanan lebaran. Suasana riuh sekali. Gaduh akan canda tawa kami sambil bersama menikmati makanan itu.

Tiba-tiba seseorang menghampiriku dan teman-teman saat sedang asyik melahap makanan ringan.

"Sya!?"

"Ya, Pak?"

Orang itu menyodorkan paperbag itu kepadaku. Aku menerimanya. Apa ini?

"Dari Mama saya, temennya di bagi ya!"

"Oh, iya Pak, Jazakallah....sampaikan terima kasih ke Tante Gita udah repot-repot..."

"Aamiin, ini nggak repot kok... kalau begitu saya keluar dulu...."beliau meninggalkan kami setelah memberiku brownis buatan Tante Gita. Kemudian kupotong brownis itu menjadi beberapa bagian, agar teman-temanku terbagi sama rata. Menyenangkan, bukan?

Dalam hitungan menit brownis coklat itu tandas tak tersisa. Lezat. Mungkin Tante Gita akan senang jika tahu hal ini. Sesuai amanahnya.

Alhamdulillah, hari ini penuh kebahagiaan, keceriaan dan kegembiraan. Jangan lupa bersyukur.

Bersambung...

🍀🍀🍀

Maaf kalo part ini pendek. Lagi buntu.

Jangan lupa bintangnya ya...

🍀🍀🍀

Jangan lupa mengaji.

Sakinah Bersamamu [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang