48. Luka Tersembunyi

7.1K 415 11
                                    

Hei masalah, aku punya Allah yang Maha Besar.

🍀🍀🍀

MALAM yang sunyi. Bukan hanya sekelilingku tapi juga hatiku. Aku duduk termenung di pojokan ranjang. Sendiri. Dan malam ini juga Mas Alfan sedang pergi menghadiri suatu majlis ilmu di kota. Tapi kuharap ia tidak pergi begitu saja dari hatiku.Aku menolak ajakannya dengan alasan sakit kepala.

Sejak kejadian siang itu, pertemuan kami dengan seorang wanita yang aku tidak mengetahui seluk-beluknya sama sekali menjadi sesuatu yang serius. Apalagi dengan kelakuan wanita itu yang memberikan rasa tak nyaman pada hati. Terutama setelah aku tidak sengaja membuka chatroom Mas Alfan dengan wanita bernama Maya itu.

Lalu sebenarnya siapa wanita itu?Apa semua yang dikatakan Maya itu benar? Atau justru pengakuan Mas Alfan yang benar?

Bahkan, Maya lancang meminta Mas Alfan untuk menceraikanku. Apa mungkin wanita itu pernah menempati hati Mas Alfan? Oh, Allah.

Kepalaku terus digerayahi oleh pikiran-pikiran itu. Hingga tanpa sadar pipiku telah basah. Meski keadaan hatiku yang sebenarnya seperti ini, tapi aku berusaha untuk baik-baik saja di depan siapa pun. Terutama di depan Mas Alfan.

Tiba-tiba ponsel yang ada diatas nakas itu berbunyi. Astaghfirullah, itu milik Mas Alfan. Ponselnya tertinggal. Dan sekarang ini tertera nama Maya di layar ponselnya. Apa yang harus kulakukan? Mengangkatnya atau tidak? Aku tidak ingin semakin sakit, aku tidak ingin semakin berpikiran buruk dengannya.

Setelah kubiarkan ponsel itu berdering akhirnya kuputuskan untuk mengangkatnya.

"Hallo Alfan assalamu'alaikum..." suara itu terdengar dari benda pipih yang kudekatkan dengan telingaku.

"Wa'alaikummussalam, maaf Mas Alfan sedang tidak di rumah, Mbak..," kataku mengatakan yang sebenarnya.

"Oh....tapi kok handphonnya ada sama kamu,"

"Handphonnya tertinggal,"

"Kenapa nggak kamu susulin aja, penting nih, tolong ya...."

"Tapi Mbak, saya...."

"Nggak ada tapi....saya mau bicara penting sama Alfan, saya nggak mau tahu...." Katanya dengan nada ketus kemudian di susul bunyi tuuut tuuut. Ya, panggilan diputusnya secara sepihak.

Hatiku semakin teriris karena perlakuannya denganku. Aku tidak bisa berbuat apa-apa selain pergi mengantarkan ponsel Mas Alfan malam ini juga.

Mengadu?

Tidak. Aku bukan anak kecil lagi yang suka mengadu dengan orang tua saat ada sedikit masalah. Apalagi dengan suami.

Aku menunggangi scooter itu. Tapi aku selalu ingat apa yang pernah dikatakan Mas Alfan.

"Jangan pernah pergi malam sendiri, ya!!"

"Ya, Mas..."

Akhirnya aku lebih dulu ke rumah tetanggaku meminta untuk ditemaninya.

"Assalamu'alaikum, Mbak Rika."

"Wa'alaikumussalam, Nafisya? Ada apa? Sini masuk...," katanya.

"Nggak usah Mbak..... eh mbak lagi sibuk nggak?"

"Kebetulan nganggur nih, kenapa?"

"Temenin Fisya dong Mbak, nganterin hp Mas Alfan, ketinggalan...."

"Boleh....sebentar aku ambil helm,...eh mata kamu kenapa? Habis nangis ya?"

"Enggak Mbak, Fisya habis motong bawang...."alibiku.

Sakinah Bersamamu [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang