-
🍀🍀🍀
SUNGGUH malam itu menjadi malam yang menurutku penuh kejutan sekaligus membuatku kesal. Bagaimana tidak? Kenapa ia terlalu memaksa menyebutnya dengan sebutan mas, ini aneh.
"Nungguin Nafisya.... " dan kalimat itu masih terngiang di telingaku sepanjang perjalanan pulang, lebih tepatnya sampai menjelang tidur. Apa artinya menungguku jika hanya makan malam saja. Tunggu aku mas sampai aku selesai sekolah. Atau bahkan jika sabar, tapi kuharap begitu, sampai aku memperoleh gelar sarjana. Ini apa lagi? Ngaco.
Apa maksudnya?
"Oh tidak....tidur Sya, sudah malam!" Gemingku pada diriku sendiri sambil mengusap kasar wajahku.
Kucoba pejamkan mataku, tidak bisa. Sepertinya aku terserang insomnia malam itu. Benar-benar dua kata itu mengganggu pikiranku. Kesal. Aku ingin tiduuuuurrrr..
Aku coba menghapusnya, tapi tetap saja tidak bisa. Lalu aku putuskan melakukan apa yang dilakukan oleh Rasulullah. Tetap saja. Ah, setan tolong pergi, aku ingin istirahat.
Ku naikkan selimutku hingga menutupi wajahku. Panas. Aku menyalakan ac dengan tingkat suhu lebih dungin. Mungkin hanya aku yang mampu melakukan itu. Dan aku tetap berusaha memejamkan mataku. Hingga pada akhirnya aku pun tertidur.
--
Aku terduduk di antara Bunda dan sanak saudara yang hadir. Aku mengenakan gaun putih yang kata Bunda aku terlihat lebih cantik. Wajahku dipoles sederhana, tidak terlalu menor.
Jantungku berdebar-debar. Antara bahagia dan terharu. Kulihat tangab Ayah menjabat tangan seorang laki-laki yang duduk di hadapannya. Ia mengenakan jas putih, warna senada dengan gaun yang kukenakan.
"Ankahtuka wazawwajtuka makhtubataka binti Nafisya Saqueella Ahmad alal mahri surrah Ar Rahman, Al Qur'anul kareem hallan..." ucap Ayah dengan bahasa Arab dengan lantang dan fasih.
(Aku nikahkan engkau, dan aku kawinkan engkau dengan pinanganmu, puteriku Nafisya Saqueella Ahmad dengan mahar seperangkat alat sholat, mushaf Al Qur'an dan surrah Ar Rahman dibayar tunai.)
"Qabiltu nikahaha wa tazwijaha alal mahril madzkur wa radhiitu bihi, wallahu waliyu taufiq..." ucap lelaki itu kemudian dengan satu tarikan nafas. Masha Allah.
(Saya terima nikah dan kawinnya dengan mahar yang telah disebutkan, dan aku rela dengan hal itu. Dan semoga Allah selalu memberikan anugerah.)
Semua saksi berkata sah. Tanpa sadar pipiku telah basah. Lega sekali rasanya, bahagia, terharu. Aku telah resmi menjadi seorang istri. Tapi siapa lelaki itu. Kulihat punggungnya, ia seperti mas Alfan. Lalu aku menuju kursi yang sudah di siapkan untuk duduk di samping pria itu.
Belum sempat aku menatap wajah seorang pria yang baru saja mengikatku dengan ikatan suci tiba-tiba terdengar suara sirine. Kencang sekali. Seperti alarm terjadi kebakaran.
Semua orang yang ada di ruangan itu panik. Termasuk aku. Tiba-tiba aku tak sadarkan diri.
--
Bug!
Tubuhku jatuh di lantai.Mataku sedikit terbuka.
"Aw. Sakit." Aku mengaduh kesakitan.
"Astaghfirullah, kenapa cuma mimpi, suamiku tadi siapa?" Aku menelangkupkan kedua tanganku di wajahku. Rasanya ingin menangis karena sakit sudah jatuh dari ranjang. Selain itu, karena mimpiku benar-benar aneh. Dan jujur, itu kali pertama aku bermimpi seperti itu.
Allahuakbaar Allahuakbaar....
Terdengar suara adzan dikumandangkan. Aku melirik jam bekerku.
"Astaghfirullah, aku bangun telat..." Aku menyibakkan selimutku dan membiarkannya berserakan di lantai. Aku langsung menuju kamar mandi untuk mengambil air wudhu.
-Skip-
🍀🍀🍀
Zeta memanggilku.
"Ada apa?"
"Kamu udah dikasih tahu Pak Alfan belum?"
"Tentang apa, Zet?"
"Nanti setelah sholat dhuhur kan ada pengajian menjelang idul adha, nah kamu yang baca Al Qur'an ya!" Katanya.
"Kok mendadak sih, kenapa kamu tidak bilang dari kemarin. Tuh jadi gemeteran aku..." Zeta terkekeh melihatku.
"Habis Pak Alfan katanya mau nyampein ini ke kamu, tapi belum ya?"
"Belum," kataku sambil menggelengkan kepalaku pelan.
"Gimana, Sya? Bisa, kan? Aku juga kebagian tugas jadi mc nih..."
"Emm...iya inshaallah bisa...."
Tak lama dari bel berbunyi Pak Alfan masuk kelas. Dan kala itu juga Pak Alfan menyampaikan apa yang di sampaikan Zeta tadi.
"Inshaallah, siap, Pak...."
"Alhamdulillah...."
Usai sholat dhuhur seluruh warga sekolah tetap berada di tempat. Karena aku saat itu sedang berhalangan, aku masih ada di luar mushola.
"Nafisya, siap kan?" Berapa kali Pak Alfan bertanya seperti itu? Dan, Allah help me...lirikan matanya mematikan.Tolong jangan buat aku semakin bergemetar. Aku pergi atau berhenti bersikap seperti itu?
"Pak, jangan begitu!" Kuberanikan berkata demikian pada Pak Alfan. Padahal di depanku ada Zeta dan Fida. Ah malu sekali sebenarnya.
Tanganku semakin dingin karena grogi dan karena lirikan matanya yang....tunggu, tolong jaga pandangan itu belum halal.
But, bersediakah menghalalkanku?
Bersambung...
🍀🍀🍀
Kalo nggak baper kebangetan. Doain aja Semoa Nafisya jadi sama Mas Alfan. Hehe.
Maaf ya, bahasa Arabku kurang mantep. Jadi harap maklum.
Makasih udah ngikutin SB sampai part ini. Hargai karya orang lain dengan mengklik gambar bintang di pojok kiri bawah. Terimakasih 💗
🍀🍀🍀
Jangan lupa mengaji.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sakinah Bersamamu [SELESAI]
Romance⚠A W A S⚠ BAPER. Ini hanya kehidupan sehari-hari Nafisya. "Jikalau tidak bersamamu, apa aku bisa mewujudkan kata sakinah seperti ini?" -Alfan Putra Rahmawan- Note : Chapter masih lengkap Rank#1 Nafisya (2019,2020,2021) Rank#2 Alfan (2019,2020) Ra...