40. Restu

6.2K 383 5
                                    

Hanya kepada Allahlah manusia pantas berharap.

🍀🍀🍀

LIBURAN akan berakhir dua hari lagi, dan aku belum sempat mengunjungi oma. Bukan karena tak ingin, sejujurnya aku sangat rindu dengannya. Tapi apa daya jika aku harus pergi sendiri, tidak akan mendapat izin dari Ayah dan Bunda pastinya. Sedangkan Ayah belum bisa mengantar kami untuk ke rumah oma.Kuncinya hanya sabar menunggu. Pasti akan ada waktunya aku bertemu dengan oma. Dan satu tahun lalu eyang kakung sudah dipanggil Allah. Jadi biarlah rindu ini terus bertumpuk.

Tak disangka sore itu Ayah mengajak kami jalan-jalan sekembalinya dari kantor.

"Tumben, Yah," Bunda terkekeh setelah mendengar ajakan Ayah yang jarang dilakukannya.

"Sekali-kali..." jawab Ayah, "Nailah mau makan dimana?" tambahnya.

"Mau yang ada kolamnya terus ikannya warna-warni itu, Yah," pintanya dengan mata berbinar-binar.

"Aduh Yah, kok mendadak sih, tadi Fisya udah janji sama,-"

"Tadi Ayah udah bilang sama Alfan, Fisyanya mau diajak keluar sama Ayah," potong Ayah.

"Dih....bukan Pak Alfan, Ayaaaah...."

"Ustadzah Rahma,kan?"

"Iya, Yah..."

"Iya itu yang minta Pak Alfanmu itu, buat kamu belajar maqamnya, tapi Ayah cancel malam ini," jelasnya.

"Pak Alfan punya orang tuanya...bukan punya Fisya...." kataku dengan wajah yang ditekuk.

"Ayah,, jangan goda anaknya terus, ah..."Bunda melirik Ayah yang tertawa terpingkal-pingkal melihat kelakuanku. Tak lain dengan Nailah yang juga ikut menertawakannku.

"Iihh....Bundaa...."rengekku.

"Udah udah, keburu sore, ayo Yah...,"

"I..ya..iya," kata Ayah yang masih tertawa.

Sepanjang perjalanan tape mobil Ayah memutar musik-musik pop dan jazz. Sungguh ini nikmat sekali. Udara yang begitu segar sehabis bumi basah terguyur hujan.

Tapi kenapa Ayah malah mengecilkan volume tapenya?

"Kok dikecilin sih, Yah," protesku.

"Ayah mau bicara,..."

Tidak ada yang penting dan tidak serius selain kalimat diatas terucap dari mulut Ayah. Wajahku mulai memanas. Tubuhku menegang, tapi anehnya Bunda malah senyum-senyum sendiri. Nailah dimana? Dikursi paling belakang lagi asyik bermain rubiknya.

"Sya?"

"Iya, Ayah,"

"Nanti malam......"

Ponsel Ayah tiba-tiba berdering. Rupanya ada telepon masuk dari rekan kerjanya. Pikiranku sudah berkecamuk. Berpikiran kesana kemari yang tidak-tidak. Apa ini berhuhungan dengan dicancelnya ustadzah Rahma? Dan jika iya, pastinya juga berhubungan dengan Pak Alfan. Aduh.....dia lagi...

Sakinah Bersamamu [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang