18. Do'a Untukmu

7.2K 424 0
                                    

Laa ba'sa tho huurun, insha Allah

🍀🍀🍀

KEMBALI lagi ke sekolah setelah kurang lebih lima hari menikmati hari-hari Adha di rumah. Kedatanganku disambut oleh kicauan burung di atas pohon lingkungan sekolah yang memecah suasana sunyi pukul setengah tujuh pagi. Cuaca yang sangat mendukung sepertinya. Langit biru tanpa awan, dan mentari mulai tersenyum menyapa kita semua yang ada di bumi ini.

Alhamdulillah....

Segala puji bagi Allah yang telah menciptakan oksigen hingga sampai pagi ini kita dapat menghirupnya kembali gratis tanpa dipungut biaya sepeser pun. Kesehatan adalah nikmat. Bukan begitu? Begitu bukan....

Seluruh siswa mulai memenuhi lapangan basket, untuk melaksanakan upacara bendera setiap Senin pagi. Berjejer membentuk barisan yang rapih dan teratur. Adalah salah satu kewajiban kami sebagai warga negara Republik Indonesia.

Protokol memulai upacara pagi itu. Tenang, damai rasanya, ketika mataku tidak sengaja menangkap senyuman seseorang berpeci yang sedang tersenyum dengan orang yang berdiri di sampingnya. Eh, Astaghfirullah....

Upacara sudah dimulai setengah jalan. Tiba-tiba terbesit rasa khawatir setelah melihat sesuatu yang tidak biasa. Kenapa?

Seseorang berpeci itu meninggalkan lapangan upacara secara tiba-tiba.Mungkin ada urusan penting. Pikirku, untuk menetralkan kembali rasa khawatir yang muncul.

Beberapa saat kemudian upacara usai. Kami kembali melanjutkan aktifitas di sekolah hingga membuatku lupa pada kejadiaan yang kulihat tadi pagi.Semoga baik-baik saja.

Hingga pada waktu dhuhur tiba, aku mengucap syukur dalam hati ketika melihat laki-laki berpeci itu menunggui kami dalam melaksanakan serangkaian kegiatan sholat dhuhur.

Entah, sejak saat itu, aku mulai meminjam namanya untuk kusertakan dalam sebait do'a. Bahkan sebelumnya pun aku sudah meminjamnya, tanpa sepengetahuannya.

Rasanya ingin tersenyum ketika melihatnya. Bahkan mendengar suara takbirnya yang khas itu saat menjadi seorang imam yang penuh tanggung jawab. Bergetar heparku, gais....

🍀🍀🍀

Malam harinya aku merasa begitu bahagia. Entah karena apa. Mungkin karena esoknya akan bertemu seseorang. Benarkah?

Setelah sholat isya aku segera tidur, karena tidak ada kegiatan lain malam itu , selain belajar, walau sedikit.

Entah mimpi apa aku malam itu. Tubuhku menggeliat ketika alarm sudah berbunyi. Aku segera bangun dan melaksanakan aktifitas pagi seperti biasanya.

Waktu pagi memang terasa begitu cepat sekali. Sepertinya aku baru saja selesai mencuci piring, tiba-tiba sudah jam enam. Aku langsung berlari dan menyerobot handuk yang menggantung di kursi. Aku sudah meletakkan dari tadi.

Usai sarapan dengan nasi kuning special buatan Bunda, aku langsung menuju  sekolah bersama Nailah dan Ayah tentunya. Tinggallah Bunda seorang diri di rumah.

Aku merasa berbeda, begitu semangat untuk berangkat sekolah, tidak seperti biasanya. Apa mungkin karena hari ini Pak Alfan masuk kelas. Ah, entahlah. Kenapa hatiku terasa histeris saat menyebut namanya, bahkan sekedar mendengar namanya saja.

Mengapa jadi begini. Makanan apa yang beliau konsumsi sampai membuat kaum hawa terkagum-kagum dengan Pak Alfan. Termasuk aku.

Waktu yang ditunggu tiba. Belum apa-apa tanganku sudah mulai berkeringat. Tapi, tunggu dulu kurasa Pak Jamal salah masuk kelas. Kenapa beliau masuk lagi?

Harapanku musnah ketika Pak Jamal menyampaikan sebuah tugas dari Pak Alfan. Beliau tidak hadir ternyata.

Pak Alfan sakit. :(

Aku sedih.

Tapi tidak menangis.

Karena malu.

Apaan?

Wajahku tiba-tiba memanas, tanganku masih dingin dan sedikit bergetar. Tapi aku tetap diam setelah memandang lekat mata Billa. Sepertinya sahabatku satu ini tahu apa yang kurasakan saat itu.

Aku mencoba tenang, dan mengerjakan tugasnya, juga untuk menghilangkan kekhawatiranku padanya.

Lalu apa yang bisa Fisya lakukan?

"Do'ain aja, nggak usah nekuk wajah segala...." kata Billa tiba-tiba yang membuatku menoleh ke arahnya.

🍀🍀🍀

Sampai rumah, tekadku untuk datang ke rumah Pak Alfan untuk menjenguknya terkumpul sudah. Tapi....aku siapa?  Hanya anak didiknya, tidak lebih. Kenapa aku jadi over begini? Astaghfirullahal'adziiim.

Akhirnya aku berdiam diri di rumah. Menunggu Ayah dan Bunda datang membawakan sate ayam yang kuminta tadi ketika perjalanan pulang dari sekolah.

Aku sendiri di rumah, Nailah ikut bersama Ayah dan Bunda ke warung sate Pak Kumis. Aku sibuk dengan ponselku. Bingung aku harus apa. Aku buka akun wattpadku dan mulai membaca beberapa cerita juga melanjutkan sedikit projectku yang sedang kutulis. Sampai akhirnya Ayah dan Bunda kembali membawa sate dan wedang ronde kesukaan Bunda.

Sebelum maghrib kita putuskan untuk makan terlebih dahulu.

--Skip--

Malam itu setelah selesai mengerjakan tugas dari guru, mataku terasa berat sekali. Kuambil selimutku. Tiba-tiba ponselku mengingatkanku pada sesuatu.

Laa ba'sa tho huurun, insha Allah❤

Aku mengetikkan kalimat itu untuk kujadikan snap whatsapp. Tidak percuma walau tidak dilihat dan tidak dibaca oleh beliau. Karena sampai sekarang beliau tidak menyimpan kontak whatsappku.

Sebuah do'a untuknya. Karena tidak mungkin jika aku menyampaikannya langsung. Jangankan berkunjung ke rumahnya, mengirimkan pesan saja jika tidak ada kepentingan aku tidak berani. Dan mungkin beliau akan berfikir, Nafisya aneh, jika aku...

Ah, entahlah. Get well soon.

Bersambung...

🍀🍀🍀

Maaf baru up sekarang, tadi malam ngga sempet, hehe.

Maaf , laa ba'sa tho huurun nya kalo salah tulisannya. Mohon koreksinya ya:)))

Makasih yang udah baca dan vote sampai part ini. Looooooop.

🍀🍀🍀

Jangan lupa mengaji.

Sakinah Bersamamu [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang