30. Bukan Mimpi

7.1K 400 6
                                    

"Booom"

-Billa

🍀🍀🍀

SABTU pagi, mentari terlihat cerah. Bersahabat dengan siapa pun yang ada di bumi ini. Berseri-seri sepertinya Nailah. Hari ini katanya di sekolahnya mengadakan kegiatan memasak. Meski masih sekolah dasar, sekolah Nailah yang dulunya juga sekolahku setiap satu bulan sekali mengadakan kegiatan outdoor. Memasak adalah salah satunya.

Kecil-kecil di didik untuk menjadi chef handal, tentunya dengan pendampingan orang dewasa. Sama sepertiku dulu, hanya saja ketika aku kelas empat, sekolah baru memberikan pelajaran semacam tata boga.

Nasi goreng telur dadar adalah masakan perdanaku. Sedikit cerita, aku tidak bisa menggoreng telur dadar dengan baik, sedikit gosong, kelompok kami penuh tawa waktu itu dalam melakukannya, geli sendiri melihat hasilnya. Tapi katanya masakan kelompok kami mendapatkan nilai tertinggi di antara kelompok lain. Menyenangkan sekali, bukan?

Kembali ke Fisya saat ini.

Usai mengikuti les yang setiap Sabtu di adakan di sekolah, kami semua segera mengambil air wudhu untuk menunaikan sholat dzuhur berjamaah.

Sudah menjadi rutinitas. Tapi kali kami ini tidak langsung pulang. Kami harus membersihkan kelas terlebih dahulu. Untuk memenuhi program tahunan sekolah, yaitu lomba kebersihan dan dekorasi kelas.

Sederhana saja, kelasku hanya membutuhkan cat berwarna putih dan biru untuk memoles tembok.Dikarenakan kelasku hanya memiliki dua orang siswa laki-laki, mau tidak mau kami para kaum hawa harus bergerak. Kami perempuan tangguh, bisa jadi laki-laki juga, dalam artian bukan trasgender ya hehe.

Dari yang harus menggeser meja, kursi. Memanjat, gotong ini gotong itu, termasuk mengecat tembok.

"Sebentar, aku cari kuas dulu,"

"Ok,"

Seperti mencari hati yang hilang. Rela masuk ke kolong meja yang sudah sangat berdebu dan dipenuhi sarang laba-laba demi mendapatkan kuas untuk mengecat.

Tidak sia-sia kubilang ketika aku mendapat satu kuas. Tapi, kuasnya udah keras.

"Bil, bantuin dong, malah ditinggalin...," kekesalanku melanda, omelan menyerang Billa.

"Oh iya iya, maap maap...,"

"Ini gimana?"

"Keras,"

"Kuas kaya gitu kok dipake...," seseorang tiba-tiba menghampiri kami berdua.

"Hehe,..."

Pak Alfan hanya menggelengkan kepalanya melihat tingkah kami yang konyol itu. Kuas sudah dipenuhi cat yang mengeras masih tetap kami usahakan agar tetap bisa dipakai kembali.

Nihil. Akhirnya kulempar kembali kuas menjengkelkan itu di kolong meja. Pak Alfan sedikit tertawa melihatnya.

🍀🍀🍀

"Temenin ke belakang yuk,..."

"Okee, sekalian mau benerin krudungku,"

Katanya sih ke belakang, tapi sebuah novel tebal tidak bisa lepas dari tanganku, terlanjur terbawa perasaan membacanya-Bidadari Untuk Dewa( Asma Nadia).

Tak lama kami kembali lagi ke kelas, dengan langkah gontai. Sudah sore, perutku sudah kosong. Lapar rasanya, tapi aku ingin hemat, gimana dong? Bekalnya sudah habis...

"Laper nih, Sya..."

"Sama, Bil, beli makan yuk..."

"Ah, hemat Sya..katanya mau bantu calon suami,"Aku hanya berdecak dan menghela nafas.

"Ya udah yuk ke kelas aja,..."

Aku melangkahkan kakiku. Melihat Pak Alfan berjalan pula. Entah mau kemana membawa beberapa tumpukan kertas.

"Ehem,..." Najwa berdehem. Aku sempat tidak paham. Ketika aku sampai di depan pintu kelas, aku seperti mobil yang rem mendadak. Tidak tahu jika kelasku sedang ada remidi matematika oleh Bu Ifah.

Deg.

Siapa di belakangku. Billa? Tidak Billa ada sama Najwa, lalu siapa?

Dada bidang itu?Oh Allah. Mataku persis di depan dada bidangnya setelah aku membalikkanankan badanku. Paltipasi menyerangku tiba-tiba. Tanganku mulai dingin.

Ya Allah itu Pak Alfan. Astaghfirullah drama...

Eit, tidak begitu kok Fisya geser dulu sebelum balik kanan. Kukira Pak Alfan tidak akan ke kelasku. Tapi ternyata beliau berjalan persis dan berhenti persis di belakangku.

Deg degan bukan main. Aku berusaha menetralka. . Yang membuatku kesal adalah kelakuan Najwa yang menjengkelkan.

Tidak ada kata-kata apa pun dari Pak Alfan, beliau pergi begitu saja ketika melihat orang yang dicarinya.

"Billaaa...,"

"Ciiee," Najwa meledekku.

"Ini nggak mimpi, kan?"

"Hahaha, drama deh...,"

"Aku ingin pinsan,..."

"Lebay,..."

Tawa kami bertiga pecah melihat kejadian itu. Aku masih beruntung.

Bersambung...

🍀🍀🍀

Up kilat, hehe.

Gimana perasaanmu, ini beneran terjadi loooh:(

Vote vote vote

🍀🍀🍀

Jangan lupa mengaji.

Sakinah Bersamamu [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang