22. Sebuah Foto

7K 436 3
                                    

"Kebanggaan melihat murid tampil ikhlas tak mengeluh membaca Al Quran di depan ribuan orang."

-Pak Alfan-

🍀🍀🍀

AKU termenung sendiri. Seseorang mulai menggerayahi pikiranku. Ingin rasanya aku menyumpah serapahi diri sendiri. Kenapa aku memikirkannya, bukannya itu termasuk zina.

"Arrggh...."

Aku mengusap wajahku kasar.

"Nafisya, makan malam, sayang...." suara Bunda nyaring memanggilku dari bawah.

"Iya Bunda, on the way...."

Aku menuju lantai bawah. Menyeret kakiku meski malas sekali. Niat akan belajar yang sudah bulat sejak tadi sore sirna. Malah memikirkan sesuatu yang seharusnya dan tidak selayaknya kupikirkan.

Hei, tidak boleh malas, Sya.

Kami segera melahab masakan Bunda yang sudah tersaji hangat di meja. Dalam keadaan perut benar-benar kosong seperti sekarang ini, makan apa pun itu pasti akan terasa nikmat.

Jangan lupa bersyukur.

Nikmat sekali rasanya jika makan malam bersama orang-orang tersayang. Ayah, Bunda dan Nailah, adikku yang satu ini. Walau kadang menyebalkan dan sering membuatku jengkel, aku tetap sayang. Seperti aku menyayangi kalian, para readers...

🍀🍀🍀

Tidak ada kegiatan lain setelah selesai membereskan rumah, membantu Bunda memasak dan lain sebagainya bersama selain menuju sekolah.

Pagi yang cerah membuatku menjadi periang seketika. Ah, entah apa yang merasukiku. Ini bukan lagu...

Mungkinkah karena hari ini hari Rabu. Lalu ada apa dengan hari ini. Entah, nikmati saja hari ini dengan penuh kebahagiaan.

Dari pukul setengah tujuh pagi sampai pukul empat sore, waktu ku habiskan di sekolah. Dengan niat Bismillah yang semoga selalu di sertai ridha dan rahmat Allah swt. Menggali ilmu dengan ikhlas, meski selalu merasa lelah tapi semoga selalu menjadi lillah.

Sekolah sudah seperti rumah sendiri yang ke dua. Kadang aku sering mendengar keluhan-keluhan dari mereka teman-temanku, tak terkecuali aku yang mengeluh.

"Kapan libur....???"

Jarang untuk menemukan hari libur kecuali hari Ahad. Itu saja jika tidak ada kegiatan lain di sekolah.

"Kapan pulang cepet.....???"

Hampir tidak pernah, satu minggu penuh dari pagi sampai sore waktu kami habis di sekolah. Itu akan menjadi hal menyenangkan ketimbang harus di rumah, menganggur.

Sahabat...adalah sesuatu yang mampu menjadi penghilang lelah.

Aku duduk di bangku abu-abu depan lobi menunggu klakson mobil Ayah yang selalu di bunyikan.

"Dijemput, Sya?" Sapa Bu Titi padaku yang sedang sibuk dengan ponsel. Menghubungi Ayah, jikalau aku sudah menunggu.

"Iya, Ibu...." aku tersenyum padanya yang duduk di sampingku.

Tak beberapa lama mobil putih berhenti di depan gerbang. Tak lain itu adalah mobil milik Bu Titi.

"Ibu duluan, ya...."

"Baik, Bu, hati-hati...." aku menyalami Bu Titi, kemudian beliau melenggang pergi meninggalkanku dengan seorang adik kelasku yang juga sedang menunggu untuk di jemput.

Tin

Mobil Ayah?

Bukan...itu bunyi klakson motor milik Pak Alfan yang melintas di depanku. Aku membalasnya dengan anggukan dan sedikit tersenyum. Bukan membalas klaksonnya, tapi senyumnya yang baru saja tersungging di bibirnya.

Bukan untuk orang lain. Aku yakin beliau tersenyum padaku. Karena aku sendiri. Seseorang yang tadi duduk denganku sudah lebih dulu pulang.

Hening.

Jalanan terasa sepi setelah tiga truk besar melintas. Setelah sekian lama mobil hitam berhenti dan membunyikan klaksonnya. Itu Ayah. Aku beranjak dari bangku.

"Sya, beli makanan buat oleh-oleh, yuk...." ajaknya.

"Boleh, Yah...." mataku berbinar, kebetulan aku sudah lapar sekali. Tapi makan harus di rumah bersama keluarga agar terasa lebih nikmat. Bukan begitu?

"Kita berhenti di depan situ, nanti kamu yang beli....."

Mobil Ayah berhenti di depan warung yang terpampang benner bertuliskan ayam krispi. Ayah memberiku uang lima puluh ribuan lalu aku turun untuk membeli makanan.

🍀🍀🍀

Aku melempar ranselku begitu saja di kasur. Lelah.Seragamku belum kulepas sudah langsung merebahkan tubuhku ke kasur.

"Alhamdulillah..Ketemu kasur..." batinku sambil mengusap bagian ujung kasur yang terbalut sprei bunga-bunga.

Aku membuka ponselku sebelum aku mandi. Satu notifikasi masuk dari Naili.

Sebuah foto?

Kubuka pesannya. Terkejut bukan main. Tertera sebait kalimat di bawah foto itu. Benarkah itu....aku?

Seketika aku menjadi seperti orang yang tidak waras. Kegirangan bukan main. Salah tingkah sendiri. Melihat emotikon yang menutupi wajahku.

I love you too.

Tampar saja, sembarangan mengatakan I love you too....

"Kenapa sih, Sya?" Tanya Ayah padaku yang tiba-tiba muncul di depan kamarku.

"Poto Fisya di posting sama Mas Alfan..." kataku dengan mencoba untuk menghentikan tawaku. Tidak waras...hmmm.

"Mana liat..." Ayah melongok ke ponselku.

Lalu ponselku kuberikan kepada Ayah. Agar tidak tertawa dan membuat Ayah menjadi curiga lebih baik aku pergi ke kamar mandi untuk membersihkan diri dengan masih seperti orang tidak waras. Itu saja kutahan.

Bagaimana tidak. Coba aku tanya...bagaimana rasanya jika fotomu di posting oleh seseorang lalu di beri emotikon cinta seperti itu?

Baper.

Iseng saja kuposting ulang foto itu yang tertutup wajahnya di akun instagramku.

Bersambung...

🍀🍀🍀

Sudah up.
Btw bosen ngga si sama ceritanya? Boleh komen kok:)))

🍀🍀🍀

Jangan lupa mengaji.

Sakinah Bersamamu [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang