20. Hari Bersamanya [2]

7K 422 5
                                    

"Kok dia?"

🍀🍀🍀

ADALAH hari-hari menegangkan minggu itu, setelah satu bulan lalu aku ditawarkan untuk mencalonkan diri sebagai peserta kompetisi cabang tilawah tingkat nasional. Uwuuuuuwww....

"Nafisya ikut, ya!?" Bujuk Bu Anjani padaku sebelum beliau melepaskan genggaman tangannya.

"Fisya pikir-pikir dulu ya, Bu, " aku menyeringai di hadapan Bu Anjani.

"Nanti kabari saya! " Katanya.

"Baik, Bu..."

Waktu yang kurang dari satu bulan.

Hei, yang benar saja aku melompat begitu saja sampai tingkat nasional. Sempat pesimis, tapi tidak ada salahnya mencoba lagi. Masalah juara atau tidak, hasilnya kuserahkan pada Sang Khaliq.

Aku dan Dimas sebagai wakil peserta dari sekolahku yang sudah di daftar oleh Bu Anjani dalam kompetisi ini.

Sebelumnya aku sudah meminta banyak pendapat dari orang tua dan saudara-saudara yang lain.

"Daftar aja Mba Fisya, cari pengalaman...."

"Daftar cepet, coba aja siapa tahu dapet juara...."

"Daftar Sya, kalau dapat juara free salad buah sebeapapun kamu mau...."

Kurang lebih seperti itulah tanggapan mereka. Dan akhirnya optimisku datang. Untuk berusaha semaksimal mungkin.Tapi yang menjadi kendala bagiku adalah, kompetisi ini kali pertamaku.Aku akan di beri maqra atau surah dari panitia lomba sehari sebelum pelaksanaan. Mereka main rahasia....

Takut, gelisah. Tapi kubuang itu semua.

Latihanku kurasa kurang maksimal. Kebetulan juga saat aku di serang influensa, itu sangat mengganggu dan menyedihkan bagiku.

"Mantap, Sya?"

Berkali-kali setiap pagi Bunda selalu bertanya demikian. Bunda tahu perasaanku yang bimbang, antara batal atau tetap maju mencoba.

"Inshaallah Bunda, do'akan Fisya...."

🍀🍀🍀

Aku menerima sebuah pesan dari Bu Anjani berupa soft file.

Maryam:19:73

Adalah maqra yang harus ku baca di hadapan juri. Kembali pesimis. Padahal besok pagi adalah hari dimana aku harus bertemu para juri dan rival-rival qari hebat yang lain.

Aku langsung menghubungi guru tilawahku. Bu Rahmah, namanya. Meminta contoh penerapan maqam untuk surah itu. Karena aku belum paham betul tentang macam-macam maqra yang digunakan untuk seni baca Al Qur'an.

Satu hari penuh aku tidak mengikuti pelajaran. Aku duduk termenung mendengar maqra yang diberikan melalui ponselku. Sesekali meniru sambil menghafal.

Harusnya hari itu aku belajar dengan Dimas, tapi sepertinya ia tidak datang ke sekolah.

Sendiri, akhirnya.

🍀🍀🍀

Tidak habis fikir, ketika Ayah mengantarku ke kampus tempat dimana Pak Alfan menggali ilmu agama Islam, Ayah selalu sabar, dan sepertinya Ayah bahagia ditilik dari semburat wajahnya, karena aku mengikuti kompetisi ini.

Sakinah Bersamamu [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang