Fii amanillaah, Ustadz.
-Nafisya-
🍀🍀🍀
SUDAH tak jarang lagi ketika saling berpapasan, walau sedikit saja senyumnya terlempar kepadaku. Ke arah aku dan Billa lebih tepatnya. Kadang tidak sekedar menyuguhkan senyum terbaiknya saja, bahkan menyapa dengan memanggil "Nafisya..."
Tidak banyak bicara, aku hanya membalasnya "Iya, Pak..." sambil tersenyum. Tapi kami berdua, ada Billa di sampingku, lalu nama Billa kemana? Entah. Terserah beliau saja.
Sudah dua hari ini sosoknya tidak terlihat. Pak Alfan masih sakit. Ah sedih rasanya. Kenapa, Sya?
"Doain aja terus!"Itulah kalimat Billa yang selalu diberikan padaku.
Terasa berbeda tanpa kehadirannya. Yang biasanya aku selalu terdiam, dan diam-diam memperhatikan dan mendengarkan, sekarang hanya menerima tugas dari selembar kertas.Hanya dua hari saja terasa satu minggu. Begitulah seseorang jika sedang terserang virus merah jambu.
"Emangnya kamu nggak jenguk dia, Sya?"
Aku menggeleng.
"Kenapa? Kalian kan deketan rumahnya..."
"Enggak mau aja...malu.."
"Hmmm..." Billa mendengus. "Tapi mau, kan?" Katanya yang disusul dengan tawa renyahnya.
--skip--
Esok hari ketika aku baru saja turun dari mobil Ayah, aku melihat Pak Alfan sudah berdiri di depan gerbang biru. Seperti biasanya menyambut kehadiran para anak didiknya. Aku ingin tersenyum saat itu. Tapi Pak Alfan sedang berbicara dengan guru yang lain di sampingnya. Sudahlah, aku tak ingin mengganggu.Aku lewat begitu saja tanpa menatapnya. Kepalaku menunduk sampai di tempat Bu Diana berdiri. Aku langsung mencium punggung tangan guruku--yang perempuan yaa--satu persatu.
Alhamdulillah...
Bersyukur. Ketika melihat Pak Alfan sudah sehat, dan kembali mengajar di sekolah.
Meski hari ini beliau tidak masuk kelasku, tapi setidaknya aku bisa melihatnya, walau hanya punggungnya saja. Entah, seperti charge yang menyuntikkan listrik semangat baru.
🍀🍀🍀
Hari-hari berikutnya setelah beberapa hari Pak Alfan diberikan ganjaran oleh Allah, beliau kembali mengajar seperti biasanya.Tapi aku merasakan hal yang berbeda ketika itu.
Usai melaksanakan serangkaian sholat dhuhur, aku dan Billa berniat untuk mengunjungi perpustakaan yang ada di gedung belakang.
Ramainya tempat itu, karena harus melewati kantin sebagai tempat pelipur lapar para siswa bahkan guru dan karyawan. Tak sengaja aku dan Billa berpapasan dengan Pak Alfan.
Langkahku tiba-tiba terhenti.
"Kenapa, Sya?"
"Enggak....nanti aja aku ceritain, sekarang ambil bukunya dulu...."
"Oke, deh....."
Aku dan Billa memutuskan untuk segera menuju perpustakaan, agar tidak kehabisan waktu untuk makan siang setelah ini.
"Terima kasih, Ibu..."
"Ya..."
Kami berdua kembali ke kelas, dan langsung menjatuhkan pantat ke bangku paling belakang. Kami tidak jadi makan siang, karena ternyata makananku sudah tandas. Tinggal sepotong kue saja.
"Tadi kemu kenapa tiba-tiba berhenti gitu, Sya?" Tanya Billa tanpa menatapku. Ia mulai berkutat mencari halaman buku novel yang dibacanya.
"Kok tadi ngga nyapa kita, ya? Ini aneh..."
"Siapa?" Billa mengalihkan pandangannya dari novel ke arahku.
"Pak Alfan. Apa iya emang beneran nggak tahu kalo kita lagi lewat, atau pura-pura nggak tahu?" Aku menyipitkan kedua kelopak mataku menaruh rasa curiga.
"Positive thinking aja, mungkin nggak liat kita, toh di kantin tadi rame banget,kan?"
"Iya juga sih, tapi biasanya aja nyapa kita duluan, perasaanku nggak enak nih, takutnya dia tahu kalo aku nyimpen sesuatu yang bersangkutan sama Pak Alfan...."
"Husnudzan aja Bil, Pak Alfan kan baru aja sembuh, kemarin katanya lagi kurang semangat gitu...."
"Tapi masa iya nggak liat aku? Padahal aku tepat di sampingnya. Kamu tahu kan, Bil?"
Aku masih mengelak pendapat Billa.
"Kali aja...udah deh, mending kamu semangatin Masmu itu aja, dari pada banyak suudzan...." katanya.
"Bener juga katamu, Bil. Semangat Mas!"
"Dasaaarr..."
Billa sedikit menggelangkan kepalanya melihat tingkahku.Kuharap semua baik-baik saja, tidak terjadi sesuatu yang tidak diinginkan antara aku dengannya. Karena sebelum ini hubungan kami baik-baik saja. Bahkan sempat makan malam bersama, masih ingat?
Mungkin benar kata Billa, beliau masih kurat begitu vit, sedang proses pemulihan. Tapi demi anak didiknya, beliau akhirnya mengajar setelah kira-kira dua hari kosong.
Egoku saja yang berkata beliau berbeda denganku. Sebenarnya tidak. Buktinya sosoknya tetap menjadi infus penyemangat.
Semoga selalu dalam lindungan Allah, Ustadz.
Bersambung...
🍀🍀🍀
SB udah up nih.
Makasih yang udah nyemangatin dengan ngasih bintangnya.Jangan sampe ketinggalan kisah Nafisya dan Pak Alfan ya, yang semakin hari semakin seru.
Heh menurutku begitu.🍀🍀🍀
Jangan lupa mengaji.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sakinah Bersamamu [SELESAI]
Romance⚠A W A S⚠ BAPER. Ini hanya kehidupan sehari-hari Nafisya. "Jikalau tidak bersamamu, apa aku bisa mewujudkan kata sakinah seperti ini?" -Alfan Putra Rahmawan- Note : Chapter masih lengkap Rank#1 Nafisya (2019,2020,2021) Rank#2 Alfan (2019,2020) Ra...