• • •
Pukul 20:39, malam perpisahan di gedung elite ibukota.
Bunyi heels yang beradu dengan marmer mahal bernilai ratusan juta terdengar nyaring di sepanjang lorong yang menyatukan pintu ballroom dengan hall utama. Dress berwarna hitam yang memeluk tubuh si perempuan menjadikannya sebagai sorotan bak bintang sirius di langit malam. Alih-alih duduk dan menikmati acara, ia lebih memilih untuk keluar dengan tas tangan yang sedikit kesulitan untuk ia bawa. Jantungnya berdetak begitu cepat tepat setelah ia menerima pesan singkat dari seseorang.
"Aku di hall utama hotel, aku tunggu kamu di sini." Bunyi pesan singkat yang nyaris membuat jantung si perempuan lompat dari tempatnya.
Tiba di hall utama, matanya menyisir sekitar. Mencari sosok yang sukses membuatnya ketar-ketir tidak karuan. Malam dimana seharusnya ia berbahagia dengan teman-temannya, malah menjadi malam mencekam tatkala laki-laki itu mengabarkan bahwa dirinya datang.
Judith, perempuan cantik dengan rambut tergerai indah itu akan sangat berbahagia kalau saja seseorang yang datang sangat ia nanti kehadirannya. Dua bulan lalu, tepat dimana Judith menghapus harapan yang terlalu ia letak tinggi bersama segala mimpi-mimpi. Semuanya kandas sebab alasan tidak mengenakkan yang terjadi di hari demi hari. Seseorang yang dulu sangat ia nanti-nanti hadirnya, kini untuk mendengar deru napasnya saja Judith sangat ketakutan. Orion, rasi bintang terang yang dulunya selalu menjadi alasan Judith untuk tersenyum, kini menjadi faktor utama mengapa air bening selalu menumpuk di pelupuk matanya.
Langkah yang semula masih Judith lanjutkan jadi mendadak terhenti. Ia terdiam tatkala matanya sukses menangkap sosok seorang berperawakan tinggi. Satu tahun tidak bertemu, kini Judith dihadapkan pada diri seorang yang mungkin sudah cocok ia sebut sebagai pria. Sedih sekali rasanya. Bahkan untuk berlari mendekat dan memberikannya pelukan rindu, Judith tidak sanggup.
Rion dengan napas menderu karena berpacu dengan waktu, benar-benar pangling ketika melihat perempuan di depannya. Entah kemana saja perginya Rion setahun ini, sampai ketika melihat Judith lagi untuk pertama kalinya, ia benar-benar dikejutkan oleh pesona gadis yang sebentar lagi akan beranjak dewasa itu.
Rion mengerjap, sadar bahwa ia terlalu mengagumi kecantikan Judith sehingga lupa untuk berkedip. Ia maju beberapa langkah, paham bahwa Judith tidak akan berniat untuk mendekat. Rion mengerti, bahwa kesalahannya-lah disini. Judith yang biasanya memberikan tatapan berbinar, kini hanya sisa takut di manik mata cantik itu.
"Lun," panggil Rion pelan pada Judith. Keringatnya terlihat membasahi wajah, gabungan kalut dan lelah di saat bersamaan. Ketika jarak mereka tinggal sedikit lagi, Rion berusaha mendapati Judith di manik mata gadis itu, namun usaha Rion hanya berbuah sia-sia sebab Judith yang enggan menatapnya. "Aku dateng, Lun."
Judith terlihat memejamkan mata, ia tidak kuat mendengar ucapan Rion. Terkesan ringan, namun berat untuk Judith terima. Selama ini ia menanti, berusaha mencari tahu kabar lelaki itu lewat semuanya. Namun nihil, Judith tidak pernah mendapatkan setitik kabar dari Rion. Sosoknya yang selama ini seperti ditelan bumi membuat Judith paham, bahwa Rion barangkali memang sudah bosan dan ingin beranjak pergi darinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Just Like Yesterday
General FictionPART MASIH LENGKAP! "Mungkin, pada dasarnya kita hanya datang untuk kembali berkata hendak pergi. Kamu itu layaknya rasi bintangㅡtidak selamanya terang, tidak selamanya indah. Mungkin sekarang saatnya untuk berkata sudah." Judith Aluna, terkait Ori...