♪ : BAB 5

2.3K 301 26
                                    

“Bu, Racha akhirnya nemuin apa yang Racha cari.”

• • •

Pintu apartemen Judith terbuka, Rizzy masuk dengan banyak paper bag belanjaan di pelukannya. Dia baru saja selesai menonton games baseball di Rogers Centre bersama teman-temannya. Keseruan di entertainment district memang sulit sekali untuk dilewatkan terlebih bagi seorang seperti Rizzy. Karena alasannya memilih Kanada memang karena ingin bersenang-senang, terlebih bepergian ke tempat-tempat baru di wilayah Amerika. Banyak hal yang dapat ia lakukan di Toronto. Misalkan di akhir pekan, Rizzy bisa saja mengabarkan Judith secara mendadak bahwa ia akan pergi ke Victoria atau Montreal yang letaknya jelas-jelas di provinsi berbeda. Pria itu, memang se-random itu dan Judith sudah tidak terkejut.

Rizzy meletakkan paper bag berwarna cokelat itu di atas meja depan sofa. Mumpung tidak jauh dari Rogers Centre---tepatnya di Fort York Blvd memang terdapat grocery store yang hanya berjarak lima menit apabila berjalan kaki. Judith sudah merengek sejak kemarin agar ditemani untuk berbelanja perlengkapan bulanan, namun Rizzy menolak dengan alasan malas. Padahal, pria itupun sedang tidak sibuk dengan suatu urusan. Memang tipikalnya saja tidak pedulian ketika mood jelek itu tiba.

Sunyi masih menyertai keberadaan Rizzy. Dia tidak melihat Judith sejak pagi padahal sekarang sudah hampir pukul 7 malam. Rizzy melangkahkan kakinya mendekati pintu kamar Judith, mengetuknya tiga kali.

"Bo!" panggil Rizzy kurang asam. "Kebo! Tidurkan lo? Bangun buruan! Udah jam segini. Nggak mau makan apa?" Rizzy tidak menerima balasan dari dalam. Diketuknya pintu Judith sedikit lebih keras sekarang, "Bangun! Buruan biar bisa cari makan kita!"

Rizzy terperanjat ketika pintu kamar tiba-tiba terbuka. Judith dengan muka bantalnya tentu saja melemparkan tatapan kesal pada Rizzy. Dia tidak suka acara tidurnya diganggu, apalagi oleh spesies seperti Rizzy yang tengilnya minta ampun. Seperti sekarang, tidak ada izin dari Judith, dia main masuk saja ke dalam apartemen bahkan menggedor kamar tidur Judith. Mereka memang sudah terbiasa masuk ke dalam apartemen satu sama lain, hanya saja tidak bisa dipungkiri kalau rasa kesal itu pasti ada terlebih ketika datang waktu tidak ingin diganggu.

Judith melangkah keluar, tangannya bergerak ke belakang tubuh untuk menyentuh kenop pintu dan menutup benda persegi panjang tersebut. "Apasih? Ganggu banget."

"Ganggu-ganggu," gerutu Rizzy ikutan sebal. "Lo nggak laper emangnya? Mestinya bersyukur karena udah gue bangunin."

"Dih," balas Judith melewati Rizzy dengan gaya angkuh. Matanya menangkap dua paper bag berukuran besar tergeletak di atas meja makan. "Hah? Lo kapan belanja? Kok enggak kasih tau?!"

Layaknya kecepatan waktu, sebal Rizzy sudah berubah menjadi cengiran puas. Dia tahu Judith akan senang. "Kerenkan gue? Emang sepupu paling oke paling goals paling segala-galanya tuh cuma gue. Bilang apa dulu dong lo, Nyai?"

Judith melotot karena panggilan Rizzy yang sembarangan. Tapi dia tetap sadar diri untuk mengucapkan terimakasih. "Thanks, ya."

"Dih imut banget lo kalau udah bilang makasih," kata Rizzy kemudian melompat ke sofa putih. Diambilnya ponsel dari saku jaket, menyalakan benda pipih itu dan mulai asik sendiri. "Buruan siap-siap, gue udah laper."

Tepat ketika itu, bunyi bel terdengar. Judith langsung berlari ke arah pintu untuk melihat monitor yang menampakkan sosok tamunya. Judith panik minta ampun. Itu Racha. Pria itu terlihat rapi dengan tampilan sederhananya, sementara Judith persis kapal pecah sehabis perang. Muka bantal, rambut berantakan, baju tidur kusut, dan kaus kaki beda warna yang sebelum tidur diambilnya secara sembarangan.

Judith ngacir untuk mendekati Rizzy di sofa. Ditendangnya betis sang sepupu dengan pelan. "Lo mau makan, kan?"

"Lo masih nanya gue mau makan apa kagak? Lama-lama lo yang gue makan."

Just Like YesterdayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang