♪ : BAB 14

1.8K 257 76
                                    

Ting!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ting!

Pintu lift terbuka dan Racha terlihat terburu-buru keluar dari sana, ia menuju pintu keluar apartemen yang mengarah langsung ke basement. Sesekali Racha menunduk melihat ponsel yang menampilkan sebuah pesan. Dia terlihat khawatir akan suatu hal. Ketika tiba di mobil, tanpa pikir langsung dibukanya pintu dan duduk dengan sigap dibalik kursi kemudi. Racha menajamkan matanya lagi ketika membaca isi pesan singkat tersebut, baru dimatikannya ponsel dan melempar benda pipih itu ke jok sebelah.

Pria berkaus oblong putih itu baru saja hendak pergi berolahraga ketika satu pesan masuk dan menghancurkan segala rencana yang sudah ia susun matang untuk hari ini. Racha merutuk, namun berusaha tetap tenang sebagaimana ia biasanya. Pria itu tidak mau gegabah dalam mengambil tindakan karena takut berdampak besar pada dirinya sendiri. Racha berulang kali menghela napas, lalu menghembuskannya perlahan. Kepalanya sibuk menyusun berbagai kalimat, selogis mungkin, tepat sasaran, dan tidak terkesan menyakiti walau pada akhirnya mungkin akan terdengar menyakitkan.

Dari apartemen tempat Racha tinggal, butuh waktu sekitar tiga puluh menit untuk tiba di Toronto Pearson International Airport, itu juga kalau jalanan lancar tanpa macet. Tapi pria itu berharap semuanya dapat lancar karena ia hanya memiliki waktu sekitar dua jam menjelang kelas diskusi komunikasinya diadakan bersama Profesor Phillips. Disaat genting seperti sekarang pun, Racha masih sempat-sempatnya memikirkan tentang kelas. Padahal dia bisa cabut dan tidak menampakkan batang hidungnya hari ini. Hanya membuat alasan sederhana, orang-orang juga pasti percaya. Sayangnya, Racha yang enggan melakukan kebohongan dengan membuat berbagai alasan mau itu sederhana atau rumit.

Racha memacu mobilnya semakin kencang agar dapat menyingkat waktu sebanyak mungkin. Tatapannya serius menatap ke depan, sedang buku-buku jarinya yang memegang setir terlihat memutih. Di dinginnya suasana Toronto sekarang, keringat malah mengalir di pelipis pria itu. Racha yang tenang di luar, begitu beriak di dalam. Racha pikir, kehidupannya akan tenang setelah pindah dan memulai lagi semuanya di Toronto. Nyatanya, apa yang tertinggal di belakang tidak pernah benar-benar tertinggal, hanya sedang tidak diajak melangkah bersama, dan suatu saat akan mengetuk punggung agar kita kembali menoleh dan melihat.

Dering tiba-tiba dari ponsel yang Racha lempar tadi membuat ia terlonjak, jantungnya terasa tidak tenang ketika isi pikiran sedang kacau seperti sekarang. Racha melihat ke arah ponselnya, tulisan ibu tertera di sana. Diraihnya ponsel sembari menepikan mobil ke tempat yang lebih sepi. Helaan napas Racha lolos, dia bahkan terlihat sedikit gemetar sebelum menerima panggilan ibunya.

Racha mengusap layar ponsel, kemudian meletakkan benda pipih itu di telinga kirinya. "Halo, Bu?"

"Mas," ucap ibunya jauh dari seberang telepon. "Mas Racha udah tau?"

Racha menunduk diam, dia tidak langsung menjawab karena amarah yang tengah bergumul dalam kepalanya. Alasan mengapa ibunya menelepon, jelas karena wanita itu mengetahui kondisi yang terjadi sekarang. "Ibu, Racha nggak bisa, Bu."

Just Like YesterdayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang