♪ : BAB 37

1.3K 224 76
                                    

"Kamu bukan lagi konstelasiku. Sekarang, alih-alih menemanimu di langit malam, tugasku hanya sebagai penikmatmu dari bumi yang kelam." J. Aluna.

♪ ♪ ♪

"Gue nggak nyangka lo setega ini."

Rion yang baru saja melangkah masuk ke dalam unit apartemen Judith sontak terdiam dikarenakan lemparan pertama Rizzy. Pria yang tengah menggendong Bee-Lee pada dadanya itu memperhatikan Rizzy yang berdiri beberapa langkah di depan, Rion paham sekali bahwa sepupu Judith itu pasti sedang mati-matian membencinya. Untuk menghilangkan ketegangan itu, Rion hanya mampu berdehem pelan. Dia juga bingung harus menjawab Rizzy dengan kalimat seperti apa karena alasan apapun tampaknya tidak akan berarti apa-apa.

Sedang Rizzy yang tidak mendapatkan jawaban langsung balik badan melihat Rion. "Lo nggak seharusnya dateng." Rizzy tertawa remeh, melemparkan tatapan singkat pada sekitar ruangan Judith. "Nggak seharusnya juga ada di dalem unit Judith kaya sekarang. Kalau lo tau malu, lo bakalan lebih hati-hati buat jaga sikap."

"Zy, tahan dulu, gue sama Aluna nggak kaya apa yang lo bayangin. Gue sama dia cuma pengen nyelamatin anak kucing ini dan Aluna inisiatif buat ngerawat Bee-Lee di sini."

"Siapa yang duluan nemuin anak kucingnya?"

Rion diam sesaat, dia menunduk menatap Bee-Lee yang juga sedang membalas tatapannya dengan polos. "Gue yang nemuin Bee-Lee duluan."

"Terus lo seenaknya ngehubungin Judith supaya dateng padahal jelas-jelas dia lagi berangkat ke kampusnya."

"Gue beneran nggak tau kalau Aluna harus ke kampus hari ini."

"Mau lo sebenernya apaan, Yon? Lo mau dateng dan minta dia balik ke lo lagi?"

"Awalnya iya," jawab Rion jujur tanpa pikir. "Tapi gue paham posisi gue sekarang. Gue sama Aluna udah ngelaluin hal nggak enak untuk beberapa tahun belakangan dan kita udah sama-sama jujur. Gue beneran minta maaf sama dia, dan kita sepakat buat temenan lagi."

"Kalau lo liat gimana dia dulu, lo nggak bakalan sanggup buat minta maaf, Yon, apalagi ngajak dia buat temenan lagi."

Rion membuang helaan napas panjang seraya menatap langit-langit unit ruangan Judith. Dia kemudian mencoba menenangkan diri sembari melihat Rizzy dengan wajah serius. "Gue sadar segimana brengseknya gue, Zy, tapi gue nggak punya kemampuan buat ubah apa yang udah terjadi dulu selain berjuang sebisa gue sekarang buat perbaiki semuanya. Aluna dan gue sama-sama punya luka. Gue paham kalau lo, Cata, Amar, bahkan Niko, kalian pasti muak sama gue, karena gue pun sama. Ada hal yang nggak bisa gue ceritain ke lo dengan gamblang tapi gue nggak bohong kalau gue udah jujur sama Aluna soal hal ini. Karena dia berhak tau, karena ini soal gue sama dia. Ini soal kita berdua, Zy. Gue udah dibenci sama banyak orang dalam beberapa tahun ini bahkan nyokap juga ikut kecewa sama gue. Tapi gue bisa jalan terus dan tutup telinga karena bencinya orang lain nggak penting buat gue. Bencinya Aluna ke gue yang harus gue pikirin. Dan itu kenapa gue milih dateng ke Toronto. Gue pengen nemuin Aluna buat minta maaf karena gue udah nggak sanggup tidur sama perasaan bersalah. Gue pikir yang di restoran kemarin bakal jadi kali terakhir, tapi ternyata lewat anak kucing kecil ini gue bisa liat Aluna lagi."

Rizzy terduduk lemas di sofa, dia mendadak tidak tahu untuk membalas Rion dengan kalimat seperti apa. Keduanya tampak sama-sama terluka. Yang berbeda adalah Judith menemukan orang baru, sementara Rion tetap dikukung oleh perasaan sesak di sekujur tubuh. Rizzy tidak berbohong kalau ia begitu membenci Rion. Pun sama dengan tiga orang lainnya, Amar, Cata, dan Niko. Mereka yang dulu kerap bermain bersama bahkan selalu bergadang untuk membentuk tim dalam beberapa games, kini bak orang asing terhadap Rion. Benar, pria bernama lengkap Orion Ganendra Arjuna itu tidak hanya didepak habis oleh Judith, tapi juga oleh teman gadis itu. Dan Rion selesai.

Just Like YesterdayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang