Now playing: Lany – Malibu Night.
Cerita itu bermuara pada sungai dan laut berbeda. Benar, berpisah tandanya.
Hujan turun deras. Petir kuat menyambar dari balik kaca jendela yang tetutup rapat. Mengicuh tiap kepala yang sudah terlampau percaya pada ramalan cuaca di ponsel pintar maupun siaran. Katanya hari ini akan terang benderang, katanya hari ini akan cerah berawan dengan angin menyejukkan, katanya hari ini para ayah dan ibu bisa mengajak anak mereka untuk berpiknik di taman sambil menikmati roti lapis isi tuna, katanya hari ini pejalan kaki dan pesepeda bisa bersenang-senang keluar masuk toko walau hanya cuci mata. Nyatanya semua hanya katanya dan semua hanya ramalan belaka. Skenario semesta bisa berakhir lebih kejam dan menyakitkan. Membuat para jiwa akhirnya hanya terkurung di dalam rumah sembari berharap supaya kegaduhan di luar segera menenang.
Suara klakson mobil yang saling bersahutan ikut tenggelam pada jalanan di bawah. Dalam salah satu unit apartemen di lantai tertinggi, tampak volume televisi dinaikkan hingga angka tidak wajar. Bodoh, rutuk satu kepala. Untuk apa menyalakan televisi dikala cuaca sedang mengamuk marah. Televisi pada akhirnya dimatikan, kini menyisakan kondisi hening tetapi ribut. Pandangan mata yang tadi melihat layar televisi kini mendadak kosong lagi, sedang isi kepalanya terbang kesana kemari mencoba mencari jawaban dari tanya panjang. Mengapa selalu sulit menemukan jawaban, apa setidak pantas itu mendapatkan secercah terang kala berada dalam zona abu-abu memuakkan? Nelangsa sekali. Ingin bahagia tetapi selalu dikejutkan oleh berbagai situasi tidak terduga.
Judith, di atas sofanya ia duduk sembari menumpukan dagu pada kedua lutut yang tengah dipeluknya. Air matanya keluar lagi, perempuan itu sudah tidak tahu berapa lama ia menangis. Berlomba dengan hujan deras di luar, mencoba menjadi pemenang dari siapa yang paling merana. Ia bahkan tidak tahu mengapa mendadak situasi berubah secepat ini.
Bersamaan dengan Rion yang hari ini kembali ke Yogyakarta, Racha juga kembali ke posisinya semula. Dua pria itu ditakdirkan semesta untuk pulang. Setengah hati Judith berharap masih dapat menghabiskan waktu bersama Rion di Toronto, dan setengah yang lain berharap bahwa hubungannya dan Racha dapat kembali baik-baik saja.
"Egois lo jadi cewe," pekik suara dalam kepala Judith. Tangan gadis itu menyentuh pelipisnya dan memijatnya perlahan. "Udah paling pantes lo nggak dapetin salah satunya. Yang satu nggak bisa lo jaga kepercayaannya, yang satunya lo siksa sama harapan." Judith membuang napas berat. Dia seharusnya bisa lebih tenang hari ini karena kemarin sudah menghabiskan waktu di rumah istimewa bersama Rion dan anak-anak yang lucu. Tetapi alih-alih menuju lega, Judith malah kian dilanda sesak.
Pagi tadi, semua berjalan lancar. Dia pergi ke kampus bersama Rizzy tanpa menyinggung apapun perihal masalahnya karena tidak ingin sepupunya tahu. Rion juga sudah memberi kabar kalau pesawatnya akan segera berangkat dan Judith membalasnya dengan jawaban khas orang kebanyakan, hati-hati, safe flight, kalau sudah sampai segera beri kabar. Pun ketika di kelas, tidak ditemukannya Racha karena jadwal mereka yang berbeda. Beruntung, jadi Judith tidak perlu repot-repot untuk menghindar. Dia malas untuk membadut hari ini karena hatinya sedang lemah-lemahnya.
Selama perjalanan pulang, Judith sudah memutuskan untuk tetap bersemangat dan efektif. Setidaknya, harus ada satu tugas yang ia selesaikan hari ini. Hanya dengan begitu Judith dapat lupa dengan permasalahannya. Sayang beribu sayang, ketika tangan gadis itu membuka pintu apartemen, yang ia temukan hanyalah seonggok perasaan kosong berbapakkan rasa bersalah karena bayangan dimana ia bertengkar dengan Racha kembali memenuhi inderanya. Kedua kakinya berjuang untuk berdiri tegak, dia lantas meletakkan barangnya di sembarang tempat dan tanpa mengganti baju memilih untuk naik ke sofa dan menonton sesuatu di youtube atau netflix.

KAMU SEDANG MEMBACA
Just Like Yesterday
Художественная прозаPART MASIH LENGKAP! "Mungkin, pada dasarnya kita hanya datang untuk kembali berkata hendak pergi. Kamu itu layaknya rasi bintangㅡtidak selamanya terang, tidak selamanya indah. Mungkin sekarang saatnya untuk berkata sudah." Judith Aluna, terkait Ori...