♪ : BAB 29

1.7K 248 109
                                    

Now my baby's dancing

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Now my baby's dancing....
But she's dancing with another man...

♪ Now Playing:
When I Was Your Man — Bruno Mars

♪ ♪ ♪

"Yah, udah selesai!" Dikta si pria berkacamata yang duduk di sebelah Adhis menampakkan jelas keluhan tidak terimanya karena acara konferensi resmi ditutup. Tidak hanya Dikta, tetapi mereka semua sangat menikmati setiap hal yang terjadi di ruang konferensi, sehingga ketika acara ini selesai, tentu ada rasa tidak terima karena rasanya masih belum puas menimba ilmu. Dari segi tukar pikiran, mengenal budaya baru, membahas politik dunia, belajar bagaimana caranya berkomunikasi dengan baik untuk membuat sebuah relasi bersama negara lain. Mereka teramat menikmati semuanya. Tapi apa boleh buat, waktu memang relatif sifatnya, terasa cepat kala para manusia begitu menikmati momen indah yang terjadi, namun akan terasa lama kala situasi tidak selaras dengan diri.

"Nggak mau pulang," tutur Adhis dan disetujui cepat oleh Hena.

"Masih pengen di sini, nikmatnya tiada lawan," ucap Hena terlalu jujur. Perempuan itu memang kerap menyebalkan, tapi kali ini banyak yang setuju pada ucapannya. "Kita balik lusa, kan? Jadi besok kosong wajib banget jalan-jalan dari subuh."

"Ngomong kayak gitu coba ngaca dulu, Na," kata Dewa, pria asal institut besar di Bandung itu terkekeh mengejek Hena. "Lo bangun jam berapa gue tanya? Diantara kita semua siapa yang selalu muncul paling akhir?"

Hena mencebik, "Ya kan aku mandinya bersih! Ndak kayak kamu, Dewa." Mereka tertawa mendengar gaya bahasa Hena yang medok lembut khas Yogyakarta namun tetap tidak mau mengalah dari lawan bicaranya. Bagaimanapun caranya, dia harus menang!

"Sorry, Na, gue nggak hobi ngehalu lama-lama di kamar mandi," balas Dewa dan Hena kian tidak terima. Dia baru saja ingin melawan lagi tetapi getaran pada ponsel yang berkali-kali membuatnya melupakan si Tengil Dewa sejenak.

Hena melihat layar ponselnya serius, ada banyak pesan yang masuk dari sahabat karib sekampusnya. Ayura. Dibukanya pesan yang banyak itu, teliti membacanya satu persatu dan Hena sontak menutup mulut karena terkejut. Dia langsung saja memutar kepala untuk melihat sekitar, mencari sosok pria Yogyakarta yang menjadi perwakilan Kanada di konferensi ini. Ketika mata Hena sukses menangkap wujudnya, perempuan itu membeku dengan jantung berdegub kencang.

Ayura: Na!!
Ayura: Hena!!
Ayura: Parah, Na, kamu nggak bakal percaya sama beritaku iki.
Ayura: Aku sampai puyeng mikirinnya.
Ayura: Mbak Baia lagi di Los Angeles, Na!
Ayura: Dia ke sana buat nyusul Mas Racha. Sebelumnya dia udah ke Toronto, tapi karena tau Mas Racha juga gabung di konferensi itu, Mbak Baia nyusul ke sana. Masalahnya, Mbak Baia cerita kalau kemarin dia ketemu sama perempuan yang ternyata pacarnya Mas Racha. Dia nyerang itu perempuan karena keliatannya juga kayak bocah gitu loh, Na. Eh, ternyata si perempuan ini malah bales Mbak-ku nggak kalah pedesnya. Pulang dari situ, Mbak Baia langsung cari informasi tentang si perempuan ini. Namanya siapa dan dia juga dapet beberapa fotonya.
Ayura: Sumpah kamu tau nggak yang buat aku nggak percaya tuh opo?
Ayura: Perempuan itu namanya Judith. Dan fotonya persis kayak yang ditunjukin sama Adya ke aku. Itu Judith yang sempet kita ceritain itu! Judith, mantannya Rion, dan sekarang pacaran sama Mas Racha.
Ayura: Na, sumpah aku masih nggak percaya.

Just Like YesterdayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang