♪ : BAB 18

1.8K 251 104
                                    

♪ Now playing: Why Don't We — What Am I? ♪

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

♪ Now playing: Why Don't We — What Am I? ♪

Tell me, have you seen a sunset,
turn into a sunrise?
Kiss right through the night?
'Cause we should try that sometime.
Hold you 'till the morning.
And if I said I'm falling,
would you just reply,
"I know you are, but what am i?"

🧡

Kali pertama memasuki apartemen Judith, Racha langsung disambut oleh aroma segar khas buah-buahan. Sesekali, ada wangi parfum milik Judith yang ditangkap oleh hidungnya. Racha melepas sepatu beserta kaus kaki, kemudian menyusul Judith masuk dan takjub dengan kerapihan tempat tinggal perempuan itu. Ada sofa empuk berwarna hitam yang terletak di awal ruangan, beberapa bantal dari mulai yang biasa hingga yang berbulu tampak tersusun berderet di atasnya. Salah satu yang menarik perhatian Racha, bantal dengan gambar wajah Judith. Di depannya ada meja dengan sebuah lampu dan beberapa jar berisi camilan. Di rak bawahnya terdapat beberapa buku bacaan Judith untuk minggu ini.

Racha tampaknya lupa mendengarkan nasehat Aldric. Alih-alih duduk diam di sofa, pria itu malah semakin berjalan untuk menyusuri kerapihan dari ruang apartemen tersebut. Racha berjalan menyusuri lemari laci-laci yang di atasnya Judith susun potret dirinya dan keluarga. Ada full satu keluarga dengan latar belakang Menara Eiffel. Yang menarik perhatian Racha, sebab Judith masih terlihat kecil dalam potret tersebut. Tersenyum ke arah kamera dengan posisinya yang berada di tengah-tengah, kedua tangannya terulur ke depan memberikan lambang peace. Potret yang lain, Judith bersama kedua saudaranya sedang berpose bahagia di puncak, lalu ada potret Judith kecil yang masih duduk di bangku SD sedang menunjukkan senyum pepsodennya. Senyum Racha tidak surut sejak tadi, ini seperti langkah besar karena ia mendapatkan kesempatan untuk melihat potret-potret Judith di masa lalu.

Disamping itu, ada sedikit terbesit rasa cemburu di seluk beluk kepala pria itu. Judith yang begitu dekat dengan keluarganya, interaksi gadis itu bersama papanya tiba-tiba saja tergambar di dalam kepala Racha. Benar, dia cemburu. Tidak peduli apakah semesta akan mengejeknya lemah setelah ini, atau malah kian menertawakan kesendiriannya. Nyatanya, Racha yang Judith lihat selalu dingin di luar, juga berkerumun bersama es batu di dalam. Dia dingin di bagian apapun dan hanya Judith yang berhasil membuatnya menemukan hangatnya kembali. Senyum Racha terbit sekilas, dia berusaha membuang perasaan marah yang mencoba mengukungnya. Malam ini, ia harus bahagia.

"Cha?" Panggilan Judith yang baru saja kembali dari kamar menyadarkan Racha. Pria itu menoleh, mendapati Judith sudah berganti pakaian dengan celana dan kaus santai.

"Ini kamu yang tadi, ya?" Ucapan aneh Racha membuat Judith mau tidak mau mengernyit. Racha mengambil salah satu frame, lagi-lagi senyum Racha ikut terbit melihat potret Judith di dalam mobil dengan baju sekolah dasarnya. Dia berjilbab, namun anak-anak rambutnya mencuat keluar. Gigi bawah yang ompong satu, kakinya yang naik sebelah ke kursi mobil sehingga menampakkan kaus kaki putihnya yang tidak begitu panjang---betis kecilnya jadi terlihat sedikit. Judith benar-benar menggemaskan sedari dulu. Racha sampai enggan mengalihkan pandangan dari potret tersebut.

Just Like YesterdayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang