♪ : BAB 4

2.4K 341 45
                                    

Ternyata, dia pencuri yang enggak kenal kata permisi. Dia penjahat yang dengan seenak hati menyisakan trauma dalam diri.

J u s t – L i k e – Y e s t e r d a y

^ ^ ^

Racha menutup laptopnya sembari mengukir senyum puas di wajah. Setelah satu setengah jam berkutat dengan kata demi kata, pria itu akhirnya dapat merampungkan jurnalnya. Judith yang setia menemani tengah duduk di sebelah Racha, senyumnya terukir pula walau untuk hal yang berbeda. Racha menyentuh bahu Judith perlahan, membuat Judith mendongak dari layar ponsel dimana ia tengah bertukar pesan dengan teman-teman sekolahnya dulu.

"Udah?" tanya Judith lembut pada Racha. Matanya melirik ke meja dimana laptop Racha sudah terlipat, bahkan kertas miliknya dan beberapa buku yang ia pinjam sudah tersusun rapi tinggal diletakkan kembali ke raknya.

"Udah," jawab Racha mulai berdiri dan mengangkat buku-bukunya. "Ayo nge-print."

Judith ikut berdiri dan mengangguk, "Ayo!" Judith mulai mengikuti langkah Racha ke ruang lain untuk mencetak jurnal mereka. Sembari Judith membereskan sedikit alat tulisnya, ia membiarkan Racha berjalan lebih dulu.

Judith merasakan ponselnya terus menerus berdering,

Cata: Pulanglah.

Amar: Tau lo, ayo pulang.
Amar: Apa udah lupa sama bahasa Indonesia rindu?
Amar: Kenapa, sih, kok betah banget disono?

Judith: Ya enggak betah juga, sih, gue.

Delvie: Gimana kabar yayang baru kamu, Judith?

Judith: Delv, yang bener aja lo, ya.

Cata: Nggak rela gue, Delv.
Cata: Judith punya aku.

Amar: Gitu dong, cemburuan!

Judith: Cata nyebelin!!
Judith: Ogah sama lu ogah ntar rumah tangga kita isinya keributan.

Delvie: Capek ketawa:( Bisa nggak jangan bego-bego banget kaliannya?

Amar: Diem lo ya, Jomblo!

Delvie: Bilang gue jomblo lagi, gue datengin univ lo.

Amar: Datenginlah kalau bisa.
Amar: Udahlah, Difa sama Rion nggak penting juga buat kalian.
Amar: Masih ada gue sama Cata.

Judith: Im out, Guys!

Delvie: Me too, hehehe.
Delvie: I hate u, Amar <3

Judith mematikan ponselnya, mendongak dan melihat telapak tangan Racha tengah menengadah padanya. "File jurnal kamu," katanya dan Judith buru-buru mengangguk dengan cengiran menggantung di wajahnya. Dia berusaha mengusir obrolan singkat bersama teman-temannya tadi. Walau terkesan bercanda, namun Judith tetap tidak suka membaca nama pria itu disebut lagi.

Lucunya, tidak hanya Judith, namun Delvie pun merasakan hal yang sama. Perihnya bagi perempuan berdarah campuran itu karena ia masih begitu menyayangi seorang Ceisar Difa. Sementara pria yang kini aktif di berbagai kegiatan di Institut Teknologi Bandung tersebut tampaknya sudah bahagia dengan orang baru. Kalau Rion beda cerita, kabar terakhir yang Judith dengar kalau pria itu sedang sibuk-sibuknya menjadi relawan bersama teman-temannya di desa-desa kecil di Yogyakarta. Jadi Judith memang tidak tahu apakah mantannya itu sudah memiliki orang baru atau tidak.

Lambaian tangan mampir di depan wajah Judith. Racha tengah melihatnya sembari menunggu. "Eh, maaf," ujar Judith cepat lalu memberikan pria itu file yang akan di print oleh mereka lewat flashdisk kecil yang memang Judith bawa setiap hari. "Tolong ya, Cha."

Just Like YesterdayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang