♪ : BAB 25

1.6K 241 56
                                    

Mereka sempat bahagia, kok

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Mereka sempat bahagia, kok. Tapi selanjutnya harus terima, walau mereka memang ada di stasiun yang sama, tapi kenyataannya lagi menunggu kereta yang berbeda. Tujuan mereka enggak searah.

s p a c e

Downtown Los Angeles, California. Di tepi jalanan Figueroa, Rion termenung di bawah indahnya langit senja yang sedang mempersembahkan gradasi warna indahnya di langit. Hamburan warna jingga kemerahan, sedikit ungu lembut, sampai ke merah jambu, semuanya bergabung jadi satu. Memanjakan mata Rion, menenangkan hati pria itu dikala isi kepalanya tengah riuh bagaikan dua kapal tengah berperang. Ada yang mengusiknya. Semenjak mereka memutuskan pulang dari tempat makan, perasaan Rion mulai tidak enak.

Helaan napas berat lolos dari mulutnya. Ia menyandarkan punggungnya ke pagar tembok USC hotel, menatap gedung University of Southern California yang berada tepat di seberang hotel. Sebuah pohon rindang yang berada tepat di depannya sedikit banyak juga membantunya agar dapat lebih relaks. Ia menunduk, menatap kedua kaki yang berbalut converse putih sebentar, kemudian melihat lalu lalang kendaraan di depan. Ramai sekali sore ini.

Kalau ditanya apakah bahagia, Rion bahagia. Keinginannya untuk bisa berada di California terwujud dengan cara yang baik. Dapat menghirup udara milik City of Angels secara langsung tidak pernah terbayangkan oleh Rion sebelumnya. Menatap gambaran nyata pusat dunia dimana segala macam hal berada di dalamnya dengan manik mata sendiri. Hiburan di segala sudutnya, mode-mode menakjubkan di balik jendela kaca dari gerai toko-toko ternama, ilmu pengetahuan dan teknologinya yang tampak sepanjang mata memandang. Semuanya sempurna, pikir Rion. Tetapi tetap saja, rasanya selalu ada yang kurang dan ketidak-bersyukuran itu selalu lolos bersama setiap helaan napas berat.

Rion menyesap kopi yang tersisa setengah, bayangan akan kejadian di tempat makan tadi selalu berputar dalam kepalanya. Bertemu seseorang yang tidak pernah Rion sangka sebelumnya. Sebab kepala pintar Rion terlampau hebat menyangkut pautkan segalanya sampai-sampai ia sendiri yang kalut apabila spekulasinya berbuah kebenaran.

"Woh, Racha!" teriak Dikta---pria berkacamata yang awalnya Rion sangka begitu pendiam dan kutu buku---ketika mereka sedang makan di restoran yang tidak jauh dari hotel. Rion yang duduk di sebelah Adhis, tepatnya di dekat dinding sontak mendongak. Matanya memicing melihat kedatangan seorang pria dengan tampilan kemeja sedikit kusut berjalan mendekati mereka. Wajahnya familiar, Rion merasa ia pernah melihat sosok itu namun tidak begitu yakin dimana. Bahkan kunyahan pria itu sempat terhenti akibat ia terlampau asik berpikir. Dilihatnya pria yang dipanggil Racha itu bersalaman akrab dengan dosen dari kampusnya, terlihat sopan namun tetap santai.

Rion kian gigih berkutat dengan memorinya hingga raut wajahnya sedikit berubah, sampai akhirnya, ia tersentak! Dia ingat sekarang. Bukan Racha, tetapi Rion mengenalnya dengan nama Partha. Mahasiswa seangkatannya dulu. Mereka berada di jurusan yang sama, namun kelas yang mereka kerap berbeda. Rion mengenal Partha sebagai sosok yang brilian dan aktif. Banyak kegiatan besar kampus yang digalakkan olehnya dan berujung sukses besar. Hingga yang terakhir, kala demo terjadi di ibukota, Partha sampai ikut terbang kesana padahal saat itu ada ujian penting yang harus mereka ikuti.

Just Like YesterdayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang