♪ : BAB 36

1.6K 222 44
                                    

Racha memasang raut bingung sembari bergantian melihat ke arah jam di pergelangan tangan kirinya beserta pintu kelas yang sudah tertutup. Di depan kelas, professor mereka sudah mulai menyapa dan menanyakan tugas jurnal mereka. Racha menatap jurnal di hadapannya yang ia gunakan untuk menutup ponsel, tangan pria itu sedang serius mengetikkan sesuatu pada keyboard ponsel dan mengirimnya pada seseorang. Panggilan juga ikut-ikutan ia hubungkan walau pada akhirnya tidak ada respon sama sekali dari seberang. Racha memijat pelipisnya dengan rasa khawatir yang tidak terbendung, ingin meninggalkan kelas namun sedikit tidak mungkin.

Judith benar-benar sukses membuatnya kebingungan. Pria dengan beanie hitam itu hanya membutuhkan sedikit kabar yang tampaknya memang enggan untuk Judith tunjukkan hari ini. Wajah Racha tadinya sudah segar dari apartemen menuju kampus, namun karena Judith yang tidak tahu kemana, Racha bahkan lupa caranya tersenyum. Lesung pipi yang kerap kelihatan kali ini bahkan tidak muncul sedikitpun. Wajah Racha benar-benar mendadak datar sampai-sampai beberapa orang yang ingin mengajaknya berbicara jadi mundur lagi karena tidak berani.

Pria itu berdiri, sudah putus asa karena semua pesan dan panggilannya tidak digubris sama sekali. Ia menjangkau jurnal miliknya dan berdiri, berjalan menuruni anak tangga menuju meja professor di depan. Tiba-tiba, Racha merasakan tepukan ringan pada bahunya dan ia disambut dengan wajah Benjamin.

"Lihat kelakuan pacarmu, Cha," ujar Benjamin tertawa sembari menunjukkan jurnal Judith di depan wajah Racha. "Untung saja aku ini adalah orang yang baik, kan?"

"Kenapa jurnalnya ada padamu? Kalian melakukan komunikasi hari ini?" tanya Racha mendadak bersuara dengan panik, tatapannya menuntut supaya Benjamin dapat segera menjawab.

"Tentu saja," angguk Benjamin tampak biasa sebab pria itu memang tidak mengetahui apa-apa. "Kami sudah berjanji akan bertemu di perpustakaan, sementara aku mengurus jurnal, Judith berkata kalau dia sedang dalam perjalanan ke kampus. Sayang sekali tiba-tiba dia memberi kabar bahwa ada urusan mendadak di perjalanan. Memangnya dia kemana, Cha?"

"Aku tidak tau, pesan dan panggilanku tidak dijawab sampai sekarang. Bahkan ponselnya mendadak mati."

"Apa?" Benjamin melotot, tiba-tiba juga ikut khawatir menyusul Racha. "Kau tidak mencoba menelepon sepupunya, barangkali dia tahu?"

Racha menggeleng, "Belum aku coba."

"Lebih baik kau meninggalkan kelas lebih awal, aku bisa merekam kelas hari ini untukmu."

"Kau serius?"

"Kau gila? Tentu saja! Kita tidak tau pacarmu sedang ada dimana dan bisa saja sesuatu yang buruk menimpanya."

"Jangan berbicara seperti itu."

"Aku hanya khawatir! Itu kenapa aku menyuruhmu kabur saja sekarang."

Racha mengangguk, "Terimakasih, Benji. Untung sekali kau memberitahuku." Kemudian ia menitipkan jurnal miliknya kepada Benjamin, buru-buru mengambil tas dan sebuah buku berhalaman cukup tebal. Kemudian pria itu berjalan sedikit mengendap dengan wajah menunduk ke bawah seraya menaiki anak tangga menuju pintu belakang.

Kepala Racha kini bergulat dengan kemungkinan-kemungkinan buruk. Dia sudah menawarkan diri untuk menjemput Judith semalam tetapi perempuan itu menolaknya tanpa pikir panjang. Pria Yogyakarta itupun tidak mau menganggu Judith kalau perempuan itu memang tidak mau diganggu, namun situasi sekarang memaksanya untuk mencari keberadaan Judith sebab perempuan itu benar-benar membuatnya ketar-ketir karena tidak berkabar sama sekali. Belum lagi informasi dari Benjamin benar-benar membuat Racha kian berpikiran negatif. Kalau hal-hal yang tidak diinginkan terjadi pada pacar manisnya, Racha tidak akan pernah memaafkan dirinya.

Pria itu berlarian dari dalam gedung menuju pintu keluar hingga ke lapangan parkir yang luas. Dia mendekati mobilnya, membuka pintu dan buru-buru duduk di balik setir seraya melemparkan tas dan bukunya ke jok sebelah. Dinyalakannya mesin seraya meneguk air mineral yang memang tersedia di mobilnya. Racha mencoba menetralkan degub jantungnya, dia menghela dan menghirup napas beberapa kali. Ketika lebih siap, Racha menekan gas dan mobil hitamnya mulai bergerak.

Just Like YesterdayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang