♪ : BAB 22

2K 234 58
                                    

Sama dia, saya kayak pulang ke rumah baru yang rasanya jauh lebih hangat

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sama dia, saya kayak pulang ke rumah baru yang rasanya jauh lebih hangat. Saya akhirnya bisa istirahat nyaman tanpa harus khawatir soal mimpi buruk lagi. Sama dia, ada rasa asing yang buat saya malah jadi ketagihan. Walaupun awalnya sedikit aneh, tapi lama kelamaan hati saya malah makin cerewet bilang, "Ternyata dia orangnya. Saya yakin banget sekarang."

🧡

Cuaca di Mississauga terlihat cerah berawan dengan siraman hangat matahari pagi dan masih terasa dingin sebab angin yang bertiup. Kota yang terletak di bagian selatan Provinsi Ontario itu memang menjadi pusat karena bandara internasional memang berlokasi di sana. Hanya memakan waktu sekitar 30 menit dari pusat Kota Toronto dengan kendaraan pribadi. Sementara suasana terminal 3 dari Pearson International Airport sendiri tampak ramai seperti biasa. Lalu lalang aktivitas manusia yang selalu identik dengan kata datang dan pergi dengan langkah kaki tiada henti. Entah pendatang, entah warga Kanada asli, semuanya bercampur dan lebur menjadi satu. Salah satunya, ada sepasang wajah Indonesia yang tengah duduk di dalam boarding room dan sedang menanti pemberitahuan keberangkatan mereka yang sepertinya tidak lama lagi.

Judith, gadis itu tampak asik mengecek barang di dalam ransel yang sengaja ia gendong di bagian dada, takut kalau masih ada yang tertinggal. Yang penting baginya hanya dompet, ponsel, iPad, kamera, dan beberapa kabel darurat. Tiket dan passport sudah diamankan oleh Racha yang duduk di sebelahnya. Pria itu sendiri tampak serius dengan ponselnya, tidak lagi memusingkan barang bawaan karena dia memang tidak ribet seperti Judith.

"Racha."

"Dalem, Dith."

Judith yang sedang menutup kembali ranselnya mendadak melemparkan tatapan kaget pada Racha. Pria itu menunjukkan senyum manis yang semakin didukung oleh penampilannya yang rapi. Judith kelabakan sendiri, lesung pipi Racha tampak begitu serasi dengan atasan kemeja berwarna hitam dan celana panjang bernuansa gelap kecoklatan yang dikenakan olehnya itu hari ini. Alih-alih melengkapi penampilan dengan sepatu kulit agar terlihat semakin formal, Racha lebih memilih memakai skechers untuk alasan kenyamanan. Judith membuang muka, dia mencoba menatap pemandangan luar lewat jendela besar yang memperlihatkan pesawat-pesawat raksasa. Gadis itu berpikir bahwa ia bisa saja berubah gila kalau semakin lama berhubungan dengan pria Yogyakarta selembut Racha.

Judith kembali menoleh pada Racha yang ternyata sudah kembali sibuk dengan ponselnya. Gadis itu ingin menanyakan sesuatu yang beberapa hari terakhir ini selalu mengusik kepalanya. Hanya saja, ia takut kalau-kalau pertanyaannya terlalu memberatkan Racha atau malah terkesan melampaui batas. Mengingat beberapa hari sebelum keberangkatan, mereka tidak dapat bertemu lama karena Racha terus disibukkan dengan kegiatan kampus. Namun di kala sebentar mereka dapat bertemu, Judith selalu menangkap ada sebuah panggilan yang masuk di ponsel Racha dan pria itu terus mengabaikannya.

Just Like YesterdayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang