"Racha, kamu dimana?" Judith berteriak pada telepon yang ia letakkan di telinga sebelah kiri. Gadis itu sudah ada janji dengan Racha hari ini untuk menonton pertandingan baseball. Racha yang mengajak sebenarnya, sedang Judith menerima mengingat ia pikir menonton pertandingan olahraga dapat membuatnya terhibur. Setelah itu, Judith dapat meminta Racha menemaninya membeli donat sebelum pulang ke apartemen nanti.
"Aku di fakultas, Judith." Racha menjawab dengan nada lembut seperti biasa. Judith mendesah lemas, melihat sekitar dan sadar bahwa ia berada di gerbang utama kampus. Butuh waktu bermenit-menit untuk tiba di fakultasnya—belum lagi kalau ditempuh dengan berjalan kaki. "Abis ketemu Proffesor Phillips."
"Ada urusan apa sama Proffesor Phillips? Seinget aku kamu nggak punya subjek apapun sama dia."
"Ini bisnis yang lain," kekeh Racha terdengar menyebalkan di telinga Judith. Pria itu senang sekali membuat Judith penasaran. "Oh iya, kamu dimana? Should I pick you up, Miss Aluna?"
"Yaiyalah, Racha!" jawab Judith cepat sekali tanpa pikir panjang. Gadis cantik dengan kaus oversize warna hitam dan celana olahraga berwarna senada itu mana mau membuang tenaganya yang berharga untuk memutari kampus. Judith menatap sekitar bermaksud mencari tempat untuk duduk. Dilihatnya bangku di bawah pohon yang hanya diisi oleh seorang pria. Judith mendekat, mengabaikan pria yang tengah duduk di sana sembari merapikan beanie cokelat yang ia kenakan. "Dan ngomong-ngomong, jangan panggil aku Aluna."
"Loh? It is your name, isn't it?"
"Yes, it is. But I hate it when someone call me that way and I don't know since when."
"Kenapa?" Racha malah terus bertanya, sedang Judith hanya menggeleng di posisinya tidak berniat membahas perkara namanya lebih lanjut. Dia bukan tidak senang dengan nama Aluna, hanya benci ketika seseorang memanggilnya dengan Aluna sebab seseorang yang paling mengecewakan sudah pernah melakukannya.
Judith menjatuhkan dirinya pada salah satu bangku, kepalanya mendongak dengan mata menyipit menatap dedaunan di atas. Hening menyelimuti ia dan Racha. Sayang sekali, Judith memang tidak pernah menyinggung perihal nama Rion sehingga Racha mana tahu-menahu. Judith bersenandung kecil, membiarkan Racha mendengarkannya di seberang sana.
"Kamu kenapa Judith?"
"Enggak, cuma lagi nyanyi."
"Aku jemput ya, sekarang?"
"Tahun depan aja, Mas Racha!" Judith ngegas sehingga Racha sontak tertawa.
"iya-iya, aku jalan ke sana, ya. Tungguin! Kamu dimana?"
"Lagi duduk di bawah pohon di Queens Park."
"Meluncur!"
Telepon terputus. Judith memutuskan untuk membalas pesan dari teman-temannya yang masuk sejak kemarin namun tidak sempat ia balas. Grup obrolan teman-temannya sudah ramai sekali. Judith menebak isinya pasti hanya amukan Amar dan Cata karena Judith sempat memberitahu bahwa ia akan pergi melihat pertandingan Blue Jays Games di Rogers Centre. Kedua temannya itu memang sering terluka karena Judith yang tidak paham perihal pertandingan olahraga, malah lebih dulu mendatangi stadion-stadion besar dunia untuk menyaksikan pertandingan secara langsung. Bahkan ketika kecil, gadis yang enggan dipanggil Aluna itu sudah melihat langsung Manchester United di Old Trafford bersama papa dan kakak lelakinya. Kemudian menonton liga basket raksasa penguasa Amerika yaitu NBA di Madison Square Garden ketika ia berlibur ke New York.
Cata: Gila ya lo, Dith, nonton Blue Jays kagak ngajak.
Amar: Awas aja besok-besok Rogers Centre gue pindahin ke Jakarta.
Cata: Mar lo masih libur apa gimana, dah?
Cata: Kalau masih ayoklah cabut ke Toronto, gue pengen banget liat Blue Jays langsung.Amar: Perasaan dari kemarin-kemarin gue ngajakin lu keluar ya, Anjir!
KAMU SEDANG MEMBACA
Just Like Yesterday
Genel KurguPART MASIH LENGKAP! "Mungkin, pada dasarnya kita hanya datang untuk kembali berkata hendak pergi. Kamu itu layaknya rasi bintangㅡtidak selamanya terang, tidak selamanya indah. Mungkin sekarang saatnya untuk berkata sudah." Judith Aluna, terkait Ori...