♪ : BAB 28

1.5K 227 97
                                    

I wanna take you up to Malibu,I wanna hold your hand in Griffith Park,I wanna dance with you in Hollywood,and kiss your lips under the stars

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

I wanna take you up to Malibu,
I wanna hold your hand in Griffith Park,
I wanna dance with you in Hollywood,
and kiss your lips under the stars.

California Sky – Greyson Chance.

♪ ♪ ♪

Hari ke-enam di Los Angeles dan Judith tidak berbohong kalau dirinya sangat menikmati waktu bersama keluarga dengan mendatangi kota-kota lain yang berbatasan dengan LA. Walaupun seminggu itu sebenarnya tidak cukup sama sekali, tapi setidaknya Judith lega karena rindunya sedikit terbayarkan. Tidur memeluk papa, tidur memeluk Bia, dan tidur memeluk mama. Semuanya kembali Judith lakukan dengan perasaan membuncah. Sejenak, perempuan itu melupakan kala dimana ia melihat Rion untuk kali pertama. Judith mencoba menenangkan diri dengan keseruan yang disuguhkan oleh California. Malibu yang mengagumkan kala matahari tenggelam, menyegarkan mata dengan pemandangan hijau di Griffith Park, berkunjung sebentar ke Hollyood untuk mengambil gambar dan mengirimnya pada Abirayyan sang kakak tertua, lalu berjalan-jalan memutari kota hingga malam dan akan baru kembali ke hotel pada pukul sebelas malam. Semuanya dimaksimalkan. Sebab satu-satu kepala itu paham bahwa mereka akan berpisah di hari kemudian untuk kembali pada rutinitas.

Judith kembali mendudukkan dirinya di salah satu tempat yang disediakan, menatap ramainya pemuda-pemuda di depan yang tengah asik men-dribble bola. Racha bergabung di antaranya, entah dengan cara apa berkenalan, tetapi mudah sekali akrab dengan bule-bule tampan berbadan bagus yang memang selalu bermain di sini. Judith meneguk minuman yang baru saja ia beli, sesekali berteriak untuk memberi semangat pada Racha. Pria itu tampaknya sudah suntuk dengan acara konferensi yang diadakan, sampai-sampai memohon pada Judith agar mau menemaninya ke Venice Beach untuk membuang sesak di kepala. Kini wajah pria itu tampak lebih bahagia daripada tadi, seakan aktivitas bola pantul itu sudah sukses menghiburnya.

Dengan penuh semangat, Judith kembali meneriaki nama Racha. "Semangat, Mas Racha!!" suaranya kencangnya terdengar. Beberapa mata memandang Judith dengan senyum, mungkin sadar bahwa bahasa yang digunakan gadis itu memang berbeda. Gadis yang menggunakan dress pantai itu kini mulai berdiri, menyalakan ponsel untuk memotret Racha dari jauh.

"Orang Indonesia?" Judith terperanjat dimana ia tidak bisa menyembunyikan kekagetannya. Kepalanya menoleh ke bagian kanan belakang, menemukan seorang wanita yang tampak lebih tua darinya tengah menatap dengan ekspresi tidak tertebak. "Saya juga orang Indonesia." Dia berbicara lagi, kali ini dibumbui dengan senyum tipis.

Judith bingung harus memberi respon seperti apa. Dia takut saja kalau sosok wanita ini adalah salah satu mahasiswa Indonesia dan berteman dengan Rion. Bisa saja, dengan adanya perempuan itu di sini, menjadi pertanda kalau anak-anak Indonesia yang lain juga sedang berada di Venice Beach. Judith hanya sedang berhati-hati, sama sekali tidak bermaksud untuk berpikir jelek.

Wanita itu berdiri, Judith memperhatikan wajahnya yang cantik namun tidak cocok kalau disebut remaja. Paling tidak, kalau Judith boleh menebak, usia wanita di depannya mungkin sekitar 24 atau 25 tahun. Pakaiannya yang terkesan formal membuat Judith berkesimpulan kalau tujuan wanita itu sebenarnya bukanlah pantai ini melainkan tempat lain yang lebih resmi. Celana kain berwarna cream, blouse putih yang dilapis dengan blazer berwarna senada dengan celananya. Kemudian clutch berwarna hitam yang berada di tangannya. Atau bisa saja wanita ini tersasar dan menemukan pantai ini, kemudian suara lantang Judith membuatnya tertarik untuk membuat percakapan.

Just Like YesterdayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang