♪ : BAB 2

4.2K 405 55
                                    

j u s t – l i k e – y e s t e r d a y

j u s t – l i k e – y e s t e r d a y

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

♪ ♪ ♪

Judith disambut oleh dinginnya udara ketika ia mendorong pintu gedung apartemennya. Suasana Adelaide St W terlihat ramai dengan lalu lalang kendaraan pribadi maupun umum serta beberapa pejalan kaki berbaju tebal. Tidak kalah dengan tiga musim lainnya, winter tetap saja menjadi musim yang teramat ditunggu walau liburan di bulan Desember sudah berlalu. Di awal tahun, kebanyakan Torontonian---sebutan bagi penduduk yang tinggal di Toronto---tetap akan bersemangat untuk mengembalikan kembali ketebalan dompet-dompet mereka. Seakan dinginnya Toronto bukanlah sebuah masalah lagi---namun tentu saja, masih menjadi masalah untuk Judith sebagai pendatang dari kota yang sudah terbiasa sekali dengan panas.

Mulut Judith menggembung membuang udara dari mulutnya sembari melirik ke atas langit dimana salju sedang turun. Tidak mau berlama-lama di luar, Judith langsung memperhatikan sekitar untuk mencari mobil Racha. Pria itu sudah menelepon Judith lima menit lalu, mengabarkan bahwa dirinya sudah tiba dan parkir di tepi jalan.

Bunyi klackson membuat Judith terperanjat, dia menoleh ke kiri dan benar saja, ia melihat mobil hitam milik Racha terparkir berdampingan dengan mobil lainnya di tepi jalan. Judith buru-buru berjalan, merapatkan coat bernuansa earth tone yang tengah ia pakai. Hari ini, Judith mengenakan tiga lapis baju sebab ia takut tumbang karena cuaca. Minggu kemarin Judith terpaksa harus menelan obat flu karena ia terlalu sok berani dengan hanya mengenakan baju kaus dan jaket yang tidak terlalu tebal sewaktu keluar apartemen. Tidak ingin bodoh lagi, alhasil Judith mengambil baju kaus lengan panjang, sweater hangat, serta coat. Karena kalau boleh mengeluh, Judith memang kurang senang dengan cuaca Toronto yang cukup ekstrem. Seperti ketika winter sekarang, suhu bisa turun sekali hingga mencapai titik -20 derjat celcius.

Judith membuka pintu mobil, dan langsung disambut hangat oleh senyum manis Racha. Judith balas tersenyum sembari memperhatikan lengkung sabit milik pria itu, karena untuknya lesung pipi Racha selalu sayang untuk dilewatkan begitu saja.

"Pagi, Cha," sapa Judith sambil masuk ke dalam mobil dan duduk di sebelah Racha. Perempuan itu jadi asik mengusap tangan, menikmati suasana hangat di dalam mobil Racha. Belum lagi ketika telinga Judith mulai peka pada musik favoritnya yang ternyata memang sengaja Racha putar. "Katanya enggak suka lagu ini, yeeee!" ejek Judith pada Racha yang sudah mulai menyalakan mesin mobil.

"Emang," jawab Racha berusaha terlihat santai. Matanya melirik-lirik Judith yang kini tengah memasang raut usil. "Lagunya ke-shuffle sendiri."

Judith mencibir, tangannya ikutan usil mendorong bahu Racha ketika pria itu sudah menekan gas. "Alasan banget! Ngaku aja kenapa, sih? Lagunya emang enak gitu."

"Biasa aja lagunya, selera musik kamu jelek."

"Enak aja!" Judith mengerucut sebal tidak terima diejek. "Terus gimana? Kita jadi sarapan bareng?"

Just Like YesterdayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang