Yogyakarta hujan. Pagi hari yang jarang-jarang terasa begitu dingin sampai Rion sendiri malas untuk mandi. Pria itu melipat sajadah yang baru saja ia gunakan untuk menunaikan salat subuh, kemudian meletakkannya di atas tempat tidur tepat di sebelah selimut yang sudah ia lipat rapi. Rion mengusap wajah untuk menghilangkan kantuk yang masih tersisa, berjalan menuju meja kecil untuk mengambil gelas yang sudah berisi air. Pria berbaju kaus lusuh warna putih itu meneguk cepat minumannya, matanya masih mencoba mencuri pandang ke arah tempat tidur dan di detik berikutnya sukses mengutuk diri. Dia ada kelas pukul 7.30 pagi ini, bukan pilihan yang baik untuk tidur lagi di saat seperti sekarang. Selain mengundang penyakit, Rion hanya akan membuang kesempatan kalau dia absen di kelas hari ini.
Rion memutuskan untuk membuka lemari pakaian, meniti baju yang dapat ia gunakan pagi ini. Berhubung hujan, akan sangat bodoh kalau hanya memakai kemeja tipis ke kampus. Rion melihat lagi ke bagian paling dalam di deretan rak bawah lemari untuk mencari tahu apa isinya, waktu itu sang bunda yang menyusun lemari Rion sehingga sekarang tampak lebih rapi dan manusiawi. Itu mengapa Rion dapat dengan mudah mengenali pakaiannya karena susunannya sendiri sudah sesuai dengan warna---mengingat baju Rion hanya didominasi oleh warna hitam dan putih beserta beberapa warna gelap lain.
Rion berjongkok, meniti deretan pakaian di rak bawah dengan jemarinya. Ketika hampir menuju akhir, telunjuk Rion terhenti. Ada hoodie berwarna hitam pemberian seseorang istimewa yang sabarnya sempat Rion permainkan. Lalu sweater dengan nuansa cream yang tidak lain adalah hadiah pertama yang Rion terima ketika mereka berpacaran. Rion tersenyum masam, pilihannya jatuh pada hoodie hitam bergambar Freddie Mercury versi monokrom. Rion ingat saat itu, ketika ia sedang jatuh cinta sekali dengan Band Queen dan selalu menyanyikan lagu-lagunya setiap saat sampai Judith muak sendiri mendengarnya.
"Diem, deh! Suara kamu jelek banget!" ejek Judith dikala dirinya sedang menghapal materi ulangan. Rion yang tengah menyetir di sampingnya tampak bahagia sekali menyanyikan lagi Bohemian Rhapsody. Ketika masuk part opera dari lagu tersebut, Rion dengan semangat memukul setir dan mengikuti liriknya dengan lancar.
"Oh mamma mia ... mamma mia ... mamma mia---"
"Lezatos!" sambung Judith dengan kesal. "Aku nggak konsen belajarnya! Biarin aja Queen yang nyanyi kenapa, sih? Kamu nggak kasian apa sama telinga aku?"
Raut wajah Rion langsung datar mendengar sindiran tajam Judith untuknya. Suara Rion memang tidak begitu bagus kalau bernyanyi, dia buta nada sebetulnya, namun siapa peduli? Seharusnya tidak ada, namun kali ini karena Judith sedang belajar, gadis itu jadi peduli.
"Lagi seru, Sayang, sedikit lagi selesai padahal."
Judith menahan senyumnya, bisa-bisa dia gagal marah hanya karena mendengar panggilan Rion untuknya. "Waktu pulang nanti aja kamu lanjutin konsernya. Suara kamu ganggu konsentrasi banget tau."
Rion mencubit pipi Judith gemas. Dia menurut dan pada akhirnya membiarkan Judith belajar dengan tenang. Sepuluh menit berlalu, Judith tiba-tiba berteriak heboh ketika satu pesan dari mamanya masuk. "Kenapa, Lun?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Just Like Yesterday
General FictionPART MASIH LENGKAP! "Mungkin, pada dasarnya kita hanya datang untuk kembali berkata hendak pergi. Kamu itu layaknya rasi bintangㅡtidak selamanya terang, tidak selamanya indah. Mungkin sekarang saatnya untuk berkata sudah." Judith Aluna, terkait Ori...