♪ : BAB 19

1.7K 266 97
                                    

"Dith, mau jadi pacarku?"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Dith, mau jadi pacarku?"

Tubuh Judith membeku, jantungnya berdetak kencang bahkan hendak kabur dari tempatnya. Judith bisa saja salah dengar dan berhalusinasi. Mungkin harapannya terlalu tinggi, sampai-sampai telinganya jadi memproses sebuah kalimat yang tidak mungkin sekali didengarnya dari seorang Partha Tarachandra. Bersamaan dengan kaki yang lemah bak jeli, Judith berusaha menceraikan pelukan mereka dan mendongak menatap Racha lekat-lekat. Perempuan itu ingin mendengarnya sekali lagi untuk memastikan bahwa ia tidak sedang dalam kondisi halu.

"Kamu tadi ngomong apa, Cha?" Wajah Judith terlihat menggemaskan di mata Racha. Ikatan rambut yang sudah longgar, dengan beberapa anak rambut yang mencoba mengganggu pipi dinginnya. Judith mengerjapkan mata beberapa kali, mencoba mundur selangkah, namun Racha sudah lebih dulu memeluk pinggangnya. "Cha?"

Racha berdehem pendek, pria itu sampai tidak percaya dengan dirinya karena mampu menyatakan apa yang sudah lama ia sembunyikan. Mumpung sudah basah setengah, sekalian saja dia mandi. Racha mengangkat satu tangannya, menyentuh pipi dingin Judith sebentar. "Kalau aku bilang, aku udah suka kamu dari lama gimana?"

"Bohong?" respon Judith dengan tatapan menyelidik.

Racha menggeleng, "Enggak."

"Apa yang ngebuat kamu bisa suka sama aku, Racha?" Diamnya Racha membuat Judith mau tidak mau dikungkung oleh rasa penasaran. Kali ini dia benar-benar mencoba melepaskan dirinya sedikit lebih jauh. Tiba-tiba saja muncul ketakutan di dalam diri Judith. Tentang dirinya, tentang masa lalu yang kadang kala masih datang memberikan bayangan. "Aku nggak bisa apa-apa, Cha. Aku cuma anak manja yang nanti cuma akan jadi beban buat kamu. Kamu bakal muak sama semua tingkah laku aku, cerewetnya aku, marah-marahnya aku, sampai akhirnya nanti kamu sendiri yang bakalan narik diri buat ngejauh dan ninggalin aku."

Judith merasakan panas di matanya, semua takut akan kejadian masa lalu bangkit kembali. Waktu dimana Rion tidak pernah lagi menghargainya, rasa tidak peduli pria itu, sikap angkuhnya yang berpikir bahwa Judith akan selalu menjadi ekor dari Rion yang selalu bersikap seperti kepala. Judith pernah begitu percaya, pernah begitu sayang, dan pernah selalu rajin mendoakan masa depan yang indah bersama Rion. Namun timbal baliknya sangat mengejutkan.

"Dith, kamu tau aku nggak bisa ngomong banyak, nabur janji disana-sini. Tapi aku pengen kamu tau, kalau semua hal yang kamu anggap buruk di diri kamu, Dith, itu yang buat aku akhirnya ngehargain setiap hal-hal baik di diri kamu. Ingat pertama kali kita ketemu? Di kelas musim panas waktu itu? Muka jutek kamu, suaranya, matanya, tolakan-tolakan kamu setiap aku ajakin ngelakuin sesuatu sama-sama. Kamu orang paling baik setelah ibu, Dith. Orang yang secara nggak langsung ngajarin aku kalau hidup nggak harus serius terus. Aku lebih bisa nikmatin waktu setelah kenal kamu. Aku berasa jadi manusia yang lebih normal aja karena kamu."

"Cha...." Judith memanggil nama Racha dengan lirih. Hati dan seluruh tubuhnya hangat sekali mendengar penuturan Racha. Selama ini, Judith hanya mampu menyalahkan dirinya sendiri. Menganggap dirinya selalu buruk dan penuh akan kekurangan.

Just Like YesterdayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang