Satu minggu berlalu setelah Jisoo menyelesaikan kegiatan amalnya dan pulang ke rumah. Gadis itu kembali pada rutinitas seperti biasanya. Membereskan rumah, memasak dengan Jihyun dan terkadang menemani Ibunya merawat beberapa tanaman hias di halaman belakang rumah saat pagi hari.
Sebenarnya, Jisoo mendapat telepon dari editornya yang membujuknya untuk kembali membuat sebuah novel. Selain itu, pria itu juga kembali menawarkan beberapa project lainnya pada Jisoo.
Sejujurnya, Jisoo tertarik dan ingin kembali menulis. Namun, Jisoo masih mempertimbangkan itu semua.
Terlepas dari itu, setelah malam dimana Seokjin kembali meminta maaf dan dirinya menerimanya walau setengah hati, pria itu tidak jarang mengiriminya pesan singkat setelah pulang dari kegiatan. Walaupun hanya pesan singkat berupa sapaan biasa dan pertanyaan biasa seperti menanyakan apa yang sedang dirinya lakukan, hal itu selalu membuat Jisoo tak kuasa untuk tidak tersenyum.
Sungguh, hal itu ia lakukan tanpa sadar.
Entahlah, Jisoo merasa dirinya seperti kembali ke masa-masa disaat Seokjin berusaha mendekatinya, berusaha untuk mencari perhatiannya. Sensasi yang ia rasakan juga sama seperti dulu. Dan, hal ini sejujurnya sangat menyiksa karena dirinya harus menahan diri agar tidak terlalu berharap terlalu jauh.
Jisoo selalu mengingatkan diri sendiri. Bahwa apa yang Seokjin lakukan padanya hanyalah hal biasa yang sering dilakukan pria itu pada orang lain. Ia juga selalu mengingatkan bahwa untuk sekarang dan mungkin seterusnya, hubungannya dengan Seokjin hanya sebatatas teman mengobrol biasa.
Tidak lebih.
Karena pemikiran yang memang berupa kenyataan itu membuat Jisoo mendengus seraya menatap pantulan dirinya di cermin meja rias miliknya. Hal yang menyebalkan, namun yang lebih menyebalkan lagi ketika dirinya mulai berharap terlalu jauh.
Jisoo membuang nafas. Ia kembali merapikan rambutnya yang tumbuh dengan cepat setelah di potong beberapa waktu lalu.
"Jisoo-ya." panggil seorang pria yang hanya memunculkan setengah badannya di balik pintu kamar Jisoo.
Jisoo yang kini kembali menata pakaiannya, menoleh pada Jimin yang memanggilnya. "Ah, sebentar. Aku hampir selesai."
"Wah! Bolehkah aku membohongi semua orang kalau kau kekasihku?" tanya Jimin yang sebenarnya hanya sebuah candaan. Namun, tatapannya kagumnya tak lepas menatap Jisoo yang kini terlihat sejuta kali lebih cantik dengan penampilannya.
Jisoo terkekeh. "Kau ini apa-apaan?"
"Kau sungguh cantik. Jantungku sampai berdebar." ucapnya seraya memegang dada kirinya.
Jisoo tertawa melihat reaksi Jimin yang menurutnya berlebihan. "Kau berusaha menggodaku. Tapi sayangnya, hal itu tidak mempan untukku."
Jimin terkekeh mendengus. Sebal karena dirinya selalu gagal untuk membuat Jisoo tersipu. Disaat para wanita diluar sana yang akan tersipu ketika dirinya menggodanya, hanya Jisoo yang bersikap biasa saja dan tidak peduli.
"Iya aku tahu. Menyebalkan bukan?"
Jisoo terkekeh. "Sudahlah, kau tunggu saja di mobil. Aku akan mencari sepatu yang cocok untuk di pakai hari ini."
"Baiklah. Jangan terlalu lama, kita harus menjemput Chaera terlebih dulu sebelum pergi ke acara pernikahan Hyeri."
"Iya, aku tidak akan lama."
Jimin mengulas senyum, sebelum dirinya menutup pintu dan meninggalkan Jisoo yang masih memilih sepatu yang cocok untuk di pakai dirinya hari ini.
🍬🍬🍬
KAMU SEDANG MEMBACA
Long Distance Relationship
Fanfiction[COMPLETED] Kim Seokjin harus melanjutkan pendidikannya ke Australia dan terpaksa harus meninggalkan kekasihnya, Kim Jisoo. Awalnya, Jisoo ragu untuk menjalani hubungan jarak jauh dengan Seokjin, ia tidak yakin jika dirinya mampu menjalani hubungan...