22 : 집에 데려다 줘 (Take Me Home)

3K 367 38
                                    

Pagi ini Seokjin mengantar Heejung ke dokter terdekat dari letak asrama mereka. Sejak kemarin temannya yang satu itu memang sudah dalam kondisi yang kurang baik. Pantas saja sejak kemarin, Heejung terus mendekam di kamarnya dan berbaring di bawah selimut. Saat berada di kampus pun, Heejung terlihat pucat dan tidak bersemangat seperti biasanya.

Hal itu membuat Seokjin sedikit cemas. Lantas, ia mengantar Heejung ke dokter untuk pemeriksaan tentang kondisinya. Meski sebelumnya Heejung menolak untuk dibawa ke dokter, Seokjin tetap memaksa dengan rasa khawatir.

Heejung membaringkan tubuhnya di ranjang dan menarik selimut dengan dibantu oleh Seokjin. Hal itu membuat Heejung tersenyum seraya menatap Seokjin. Ia selalu merasa senang jika Seokjin mulai memperhatikannya, memberi perhatian penuh padanya. Jika boleh, Heejung ingin terus dalam kondisi seperti ini agar dirinya terus mendapatkan perhatian dari seorang Kim Seokjin.

"Gomapda." ucap Heejung seraya tersenyum simpul. (Terima kasih)

Seokjin menghela nafas seraya menarik kursi dan duduk di dekat ranjang yang di tempati Heejung. "Jika kau merasa kondisimu kurang baik, bicaralah. Atau berinisiatif datang ke dokter untuk memastikan keadaanmu."

Heejung terkekeh. "Mianhaeyo. Belakangan ini aku tidak memperhatikan kondisiku sendiri."

"Bodoh."

Mendengar itu Heejung cemberut. "Ya, kau kasar sekali sih."

Seokjin kembali menghela nafas. Detik berikutnya, ponselnya berdering. Sebuah panggilan yang membuat kedua sudut bibirnya melengkung ke atas. Lantas ia beranjak dari kursi, berjalan sedikit menjauh dari Heejung untuk menjawab telepon tersebut.

Hal itu membuat Heejung membuang nafas seraya mengerlingkan bola matanya. Ia menatap Seokjin dengan tatapan sedikit tak suka. Ayolah, Heejung hanya ingin berbincang dengan Seokjin tanpa ada hambatan apapun. Kenapa kesempatan itu selalu tidak berpihak padanya?

Selama ini Heejung selalu berusaha untuk mendapatkan perhatian Seokjin, berusaha untuk menggeser posisi kekasihnya yang menjadi prioritas utama. Bahkan Heejung selalu sengaja melakukan kontak fisik pada Seokjin untuk membuat pria itu goyah.

Namun nyatanya semua itu seperti sia-sia.

Heejung dapat melihat raut wajah Seokjin yang berbeda dari sebelumnya. Raut wajahnya selalu menunjukan kebahagiaan. Senyum yang mengembang, mata yang berbinar serta ucapan-ucapan manis dengan penuh perhatian dari pria itu ketika menerima terlepon dari kekasihnya, membuat Heejung merasa iri. Ia juga ingin menjadi alasan Seokjin mengembangkan senyumannya dengan tatapan penuh kasih sayang.

Cih, hanya mimpi.

Seokjin adalah pria baik, sangat baik. Dia terlalu baik pada semua orang termasuk dirinya. Karena terlalu baik, Seokjin sampai mentraktir beberapa  temannya di kampus karena ia tidak bisa membelikan sesuatu dari Korea saat laki-laki itu pulang ke Korea beberapa bulan yang lalu.

Seokjin terlalu baik, sehingga Heejung salah paham dengan sikap Seokjin padanya.

"Baiklah, aku akan meneleponmu nanti malam. Bersenang-senanglah." setelah mengucapkan itu Seokjin menutup panggilannya dengan sisa senyumannya.

Beberapa saat kemudian seorang wanita paruh baya datang dari balik pintu seraya membawa nampan berisi semangkuk sup buatannya.

Melihat itu Seokjin tersenyum dan segera berjalan menghampiri wanita paruh baya itu dan mengambil alih nampan tersebut dari genggamannya.

"Thank you, Aunty." ucap Seokjin seraya tersenyum sopan pada bibi pengurus asrama yang ia tempati selama kuliah di Melbourne.

Bibi itu tersenyum ramah. Wanita paruh baya itu sering kali membuat sup dan hidangan makanan lainnya untuk penghuni asrama saat sarapan hingga makan malam. Seokjin juga sering kali membantu Bibi Ellena memasak setiap pagi dan malam jika sempat.

Long Distance RelationshipTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang