31 : 빈 (Empty)

3.5K 411 111
                                    

Pagi ini Seokjin sudah terlibat kedalam sebuah pertengkaran yang berujung perkelahian dengan teman satu asramanya. Seakan ada setan yang merasuki dirinya, Seokjin  menghajar lawannya tanpa memikirkan dampak yang telah ia perbuat. Sama halnya dengan seseorang yang menjadi lawannya yang juga menyerangnya dengan pukulan-pukulan yang menimbulkan beberapa lebam di wajah Seokjin.

Awalnya baik-baik saja, Seokjin tengah menyiram tanaman di halaman asrama karena suruhan dari salah satu pengurus asrama. Hingga seseorang datang dan mengucapkan beberapa kata yang membuat emosi Seokjin seketika tersulut. Lalu berakhir dengan perkelahian.

Akhir-akhir ini Seokjin memang sangat sensitif. Entanlah, sebelumnya Seokjin tidak pernah mudah marah atau mudah tersulut. Ia selalu bisa mengendalikan emosinya dengan sangat baik. Karena itu, dirinya dikenal sebagai orang yang baik dan menyenangkan.

Saat orang-orang asrama tahu tentang perkelahian itu, mereka semua terkejut dan tidak percaya karena Seokjin terlibat. Lebih tepatnya Seokjin yang memulai perkelahiannya lebih dulu, menyerang temannya lebih dulu hingga mereka berdua saling adu jotos.

Perkelahian tidak berlangsung lama karena beberapa orang segera melerai mereka. Beberapa pengurus asrama juga datang untuk menegur keduanya dan memaksa mereka untuk segera berdamai saat itu juga.

Kini Seokjin terduduk di atas tempat tidurnya, menatap lurus ke depan dengan pandangan kosong. Rambutnya yang berantakan serta wajahnya yang di penuhi dengan lebam. Jangan lupakan sudut bibirnya yang sedikit mengeluarkan darah, membuat pria itu sesekali meringis karena merasakan perih. Dalam keadaan seperti ini Seokjin seperti kehilangan dirinya sendiri. Lebih tepatnya kehilangan segala kendali untuk dirinya sendiri. Kacau dan berantakan.

"Setelah ini, apalagi hal bodoh yang akan kau perbuat?" Namjoon tiba-tiba datang dan membuat Seokjin tersadar dari lamunannya.

Seokjin tidak merespon apapun selain melirik sekilas pada Namjoon yang kini duduk di ranjang yang berhadapan dengan tempat tidurnya.

"Lihatlah penampilanmu, kau mirip seperti preman kampung yang kalah dalam perjudian." ucap Namjoon yang berusaha untuk membuat Seokjin berbicara padanya.

"Kau merusak citra baik dan kerenmu, Kim Seokjin." tambah Namjoon.

Seokjin tersenyum kecut. "Aku tidak peduli."

"Baiklah. Tapi kendalikan dirimu, jangan sampai hal ini terulang kembali. Memangnya kau mau membuat Ibumu khawatir karena penampilan wajahmu yang di penuhi dengam lebam saat kau melakukan panggilan video dengannya?"

Seokjin memilih untuk tidak menjawab. Lagi pula setiap kali berbicara, ia akan merasakan perih karena sudut bibirnya yang terluka.

"Memangnya kau tidak kasihan pada Ibumu? Dia akan terus di serang rasa khawatiran ketika tahu kondisi anaknya saat ini seperti apa." ucap Namjoon.

Tidak juga mendapat respon, Namjoon beranjak dari tempatnya dan berniat meninggalkan Seokjin sendiri di dalam kamar. Sepertinya sia-sia saja dirinya berbicara bahkan sampai berbusapun, Seokjin tidak akan mendengarnya untuk saat ini.

Tetapi tiba-tiba Namjoon teringat sesuatu ketika dirinya hendak keluar kamar. Ia kembali berbalik dan menatap Seokjin yang masih bergeming dari tempat dirinya berdiri.

"Kemarin Ibumu meneleponku, menanyakan bagaimana keadaanmu. Dia sangat khawatir padamu karena setiap Ibumu menelepon kau tidak pernah menjawabnya," ucap Namjoon. Ia tak habis pikir dengan Seokjin akhir-akhir ini yang semakin membuatnya geram. "Dasar anak durhaka. Jangan sesekali kau mengabaikan telepon Ibumu lagi, bodoh!"

Setelah itu, Namjoon benar-benar pergi bersamaan dengan suara pintu tertutup.

Seokjin memejamkan matanya. Ia sadar bahwa dirinya tidak seharusnya seperti ini. Tidak seharusnya ia terjebak dalam penyesalan hingga membuat dirinya sendiri kacau bahkan sampai mengabaikan telepon Ibunya serta memulai perkelahian fisik.

Long Distance RelationshipTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang